41-60 Perjalanan dimensi waktu sang genius
Bab 41
Seluruh warga desa menjadi hening. Ada hanya dua tempat untuk menjual ikan, yaitu pasar dan kabupaten.
Di Kabupaten Uswal ada 13 desa. Setiap desa mengadakan pasar selama dua hari sekali. Jumlah pembeli ikan sangat sedikit di pasar tersebut. Lebih baik menjual ikan di kabupaten.Jika ada masalah dengan penjualan ikan di kabupaten, mereka tidak akan bisa menjual semua ikan yang mereka tangkap.
Wira mengerutkan kening, "Iwan cari gara-gara lagi?"
Sony menggelengkan kepala, "Iwan telah digulingkan. Ada seorang pemimpin baru di pasar ikan yang bernama Handoko. Tiga hari yang lalu, dia mematahkan kaki Iwan di pasar ikan dan mengambil semua anak buahnya. Dia kembali memungut komisi di Pasar Timur. Dia mengatakan tidak akan memungut komisi dari kita, tetapi meminta kita untuk tidak menyebarkannya."
"Handoko!"
Wira tertawa sinis, "Hanya ganti kedok saja, tapi tetap trik lama!"
"Sepertinya begitu!"
Setelah melalui kejadian dalam beberapa hari terakhir, Sony menjadi lebih berpengalaman.
"Meskipun Handoko mengatakan tidak akan memungut komisi, tapi kalau kita menjual begitu banyak ikan setiap hari, dia pasti merasa iri. Aku curiga ada orang yang mengikuti kita belakangan ini, mungkin anak buahnya!"
Banyak warga desa mengangguk setuju, orang-orang yang lebih cerdik pasti memperhatikan bahwa ada orang yang mengikuti mereka akhir-akhir ini.
Wira menyipitkan mata sambil berkata,
"Siapa pun itu, keselamatan adalah yang utama. Kita akan pergi menjual ikan di kabupaten lagi, harus ada salah satu dari Danu atau Doddy yang ikut. Kalau mereka turun tangan,
kita juga tidak perlu takut."
"Kalau ada petugas pemerintahan yang datang menangkap kita, kita adukan saja mereka ke pengadilan kabupaten. Mereka cuma preman kecil yang dihasut orang. Semakin kita
merasa takut, mereka akan semakin menindas kita. Tapi, kalau sudah sampai ke pengadilan, mereka akan lebih takut daripada kita!"
"Ya, kenapa kita harus takut pada mereka?"
"Wira bahkan telah menjebloskan Budi yang merupakan seorang pejabat itu ke penjara. Kita tidak boleh takut pada pegawai kecil di desa atau preman!"
"Danu dan Doddy mahir dalam seni bela diri. Mereka tidak akan bisa mengalahkan kita!"
Para penduduk desa mengayunkan tinju mereka pertanda setuju. Dalam waktu singkat, ketakutan mereka terhadap para preman, pencuri, dan pegawai kecil telah sirna.
Wira mengangguk dengan senyum ringan,
"Itu saja tidak cukup. Semakin kita kaya, akan ada semakin banyak orang yang iri dan mengincar kita."
"Apa yang harus kita lakukan?" tanya para penduduk desa yang khawatir. Wira tersenyum,
"Tim penangkap ikan yang terdiri dari 30 orang, harus
diganti dengan pemuda-pemuda yang kuat. Kelompok yang beristirahat akan diajari seni bela diri oleh Paman Hasan, dan setiap orang akan menerima upah 2.000 gabak per bulan.
"Kalian juga sudah mendapat jatah daging 250 gram setiap hari. Jangan sampai ada timbul rasa iri kepada satu sama lain. Baik yang pergi untuk menjual ikan atau berlatih bela diri,
keduanya sama-sama melelahkan.
Mereka harus menjadi kuat dalam bela diri agar dapat melindungi harta benda kita semua!"
Hasan berdiri untuk menunjukkan dukungannya,
"Selama kalian siap menderita, aku akan mengajarkan kepada kalian semua yang kutahu!"
"Kami tidak takut menderita!"
"Kami hanya takut menjadi miskin!"
"Selama Paman Hasan mengajari kami hal-hal seperti yang diajarkan kepada Danu dan Doddy, kami tidak takut walau harus menderita!"
Banyak pemuda yang berdiri dengan penuh semangat. Semua orang telah mendengar cerita tentang seberapa perkasanya Danu dan Doddy, mereka semua sangat iri!
Begitu menyebutkan nama Zabran di pasar ikan, preman-preman itu tidak akan berani mendekati mereka!
Saat nama Danu disebutkan di Dusun Silali, semua pria di desa itu bahkan tidak berani menengadahkan kepala menatap mereka.
Prok prok prok!
Semua penduduk desa menepukkan tangan untuk Sony.
Wira kembali bertanya, "Apa masih ada yang mau memberi usulan?"
"Aku, kali ini aku sudah memikirkannya dengan baik!"
Danur yang telah berpikir keras cukup lama, mulai maju untuk mengajukan usulnya. "Kak Wira, aku melihat orang
yang berbisnis biasanya ada akuntan. Sekarang kita ada yang menjual ikan, masak, beli rumput, membangun
kantin, jaga kereta, tentunya harus ada
seorang akuntan. Kalau tidak, kita
sendiri tidak tahu berapa banyak
pendapatan dan pengeluaran kita,
pasti akan repot jadinya!"
"Wah!" Semua penduduk desa menatap Danur dengan takjub. Tidak ada yang menyangka bahwa Danur akan memikirkan hal seperti ini.
"Ini memang masalah yang besar, usul Danur sangat bagus. Ayo kita berikan tepuk tangan!"
Wira kembali memimpin untuk bertepuk tangan.
Prok prok prok....
Semua warga desa ikut memberi dukungan.Melihat semua orang di sekitarnya tersenyum, detak jantung Danur makin kencang dan darahnya terasa berdesir. Biasanya, tidak ada orang yang pernah bertepuk tangan
untuknya seperti ini.Sebuah perasaan yang aneh meluap dalam hatinya, membuatnya merasa senang.
Bab 42
Wira menatap para warga desa dan bertanya, "Apa ada orang yang bisa jadi akuntan di sini?"
Semua penduduk desa menggeleng. Mereka tidak akan menolak kalau hanya melakukan pekerjaan kasar. Namun, kalau berurusan dengan akuntansi ... bahkan memegang pena saja mereka masih kesulitan!
"Kami tidak bisa menulis!"
"Pak Agus bisa menulis dan berhitung, bagaimana kalau suruh Pak Agus saja yang jadi akuntan?"
"Gengsi Pak Agus terlalu tinggi, dia pasti tidak mau!"
Para penduduk desa sibuk membicarakan hal ini.
Di luar tembok halaman, Agus yang sedang mendengarkan pembicaraan mereka, hatinya terus berdesir. Benar, dia terlalu gengsi untuk bergaul dengan orang kampungan seperti mereka. Ini akan merusak reputasinya sebagai seorang sarjana.
Wira terlalu muda, dia tidak tahu bagaimana mengatur para pekerja. Seharusnya dia lebih tegas terhadap mereka agar bekerja keras. Kalau ada kesempatan, mereka pasti akan berbuat curang dan licik.
Dia terlalu baik terhadap mereka, tunggu saja, sekelompok orang miskin
ini pasti akan membalasnya.
"Kak Wira pandai membaca dan
menulis, pasti bisa menghitung,
biarkan dia mengatur keuangan!"
"Mana ada bos yang merangkap jadi
akuntan!"
"Pekerjakan seorang akuntan saja,
tidak masalah kalau gaji kita harus
dikurangi!" ujar warga desa lainnya.
Wira juga kebingungan. Sebenarnya,
mengatur keuangan adalah hal mudah
baginya. Hanya saja, kalau dia yang
mengambil tanggung jawab ini, setiap
hari dia akan disibukkan oleh masalah
-masalah kecil. Sementara dia sendiri
lebih suka mengurus hal yang lebih
besar.
Tampaknya, dia harus merekrut
seorang akuntan, atau melatih orang
untuk melakukan pekerjaan ini.
"Sayang, serahkan saja masalah
akuntansi padaku. Aku juga pernah
belajar berhitung!" usul Wulan dengan
ragu-ragu setelah mendengarkan dari
dalam kamar tidur di rumah.
Suaminya sekarang bagaikan magnet
yang menarik semua penduduk desa.
Dia memancarkan sebuah pesona yang
sangat unik, bahkan suaranya membuat detak jantung Wulan bertambah cepat.
Wira berkata sambil tersenyum,Kalau ada dukungan dari istri tercinta,pasti semuanya tidak jadi masalah!"
"Istri tercinta!"
Mendengar panggilan ini, Wulan merasa sangat malu hingga ingin bersembunyi saat ini.Kenapa suaminya mengatakan hal seperti ini di depan umum, semua orang jadi mendengarnya! Meski merasa malu, tetapi hatinya berbunga-bunga.
Semua penduduk desa tertawa
terbahak-bahak!
Di luar tembok halaman, Agus
memarahi,
"Seorang suami harus tegas. Bagaimana bisa kamu begitu lembek memanggil istrimu seperti itu. Benar-benar memalukan!"
"Pak Agus, kami tidak setuju dengan ucapanmu. Apa masalahnya kalau suami dan istri memanggil seperti ini?
Apa kamu ingin menjadi seperti orang tua kolot yang memperlakukan istri
dengan kasar sepanjang hidupnya?"
Wanita-wanita di luar halaman sontak murka mendengar ucapan Agus. Semua orang mengerumuninya dan mulai memakinya.
"Wanita benar-benar susah!"
Agus merasa sangat kesal, hingga akhirnya dia melarikan diri.
Setelah suara tawa di dalam halaman mereda, Wira kembali bertanya,
"Apa masih ada yang mau mengajukan usul?Semua warga desa menggeleng,
hampir semua orang sudah mengajukan pendapat masing-masing.
Wira berkata dengan wajah serius,
"Kalau tidak ada lagi yang mau memberi usul, rapat akan dibubarkan setelah aku menyampaikan sebuah hal kepada kalian!"
Semua warga mendengarkan dengan serius. Selama rapat ini berlangsung semalaman, Wira tidak pernah terlihat begitu serius sebelumnya.
Wira menghela napas dan berkata,
"Aku dan Doddy tidak pergi ke tempat hiburan, kalian jangan asal menyebarkan rumor lagi. Aku sudah beristri, jadi tidak terlalu takut gosip seperti ini. Tapi, Doddy masih belum menikah, apa kalian mau dia melajang seumur hidup?"
"Hahaha!"
Setelah suara tawa bergemuruh, para warga desa pun mulai bubar.Wajah Doddy merah padam mendengarnya. Sementara itu, Hasan dan Danu memandang Wira dengan penuh rasa terima kasih. Mereka tetap tinggal di halaman, begitu juga dengan Sony. Kelima anggota inti tim penangkap ikan ini masih harus mengadakan sebuah rapat kecil.
Bab 43
Ada banyak hal yang tidak bisa dibahas di depan umum. Selain itu, ada juga hal yang harus disampaikan Wira kepada keempat orang itu.
Mereka masuk ke dalam ruangan dan duduk di tempatnya masing-masing.
Wira langsung berkata,
"Paman Hasan, apakah ada orang yang bermalas-malasan dalam tim penangkap ikan?"
Meskipun proses penangkapan ikan terpisah, tetapi metodenya sangat sederhana dan sangat mudah dipahami.
Hasan menggelengkan kepala dan menjawab,
"Tidak ada!"
"Eh!" Wira terkejut.
Meskipun upah kerja tim penangkap ikan tidak tinggi, mereka bisa menjual ikan seberat 20 hingga 25 kilogram per hari. Jadi, mana ada penduduk desa yang tidak tergiur?
Sony berkata sambil tersenyum,
"Kak Wira, kamu sudah menjebloskan Budi ke dalam penjara, ditambah lagi Danu dan Doddy yang begitu hebat. Meski semua orang tahu rahasia penangkapan ikan, tetap saja tidak akan ada yang berani mengundurkan diri dari tim. Siapa yang tidak takut akan ditahan untuk kerja paksa?"
Hasan menambahkan,
"Ada penguasa di pasar ikan di kabupaten. Warga desa kita terlalu alim, mereka tidak berani berhadapan dengan orang-orang itu."
"Oh, begitu ya!"
Wira tersenyum pahit dan menggelengkan kepalanya, dia benar-benar tidak menyangka akan ada hal-hal seperti ini.Sony berbisik,
"Kak Wira, para pemanah dan pasukan Jamadi ingin menjadi anak buahmu."
Wira tersenyum dan menjawab,
"Mereka merasa upah yang diberikan Jamadi kurang, ya?"
"Ya!"
Sony mengangguk, lalu melanjutkan,
"Waktu itu kamu memberikan uang kepada Jamadi, tapi Jamadi hanya membagikan 200 gabak kepada pemanah, dan masing-masing 100 gabak bagi pasukannya."
Wira hanya bisa terdiam. Dia tidak menyangka bahwa setelah Jamadi mendapat keuntungan sebanyak itu, tapi dia malah hanya memberi begitu sedikit kepada bawahannya.
Namun, pemanah dan pasukannya itu juga tidak punya banyak pilihan.
Pasalnya, di pedesaan ini, hanya
sedikit tempat yang bisa menghasilkan
uang secara halal.
Sony berkata,
"Mereka telah mengikuti Jamadi selama setahun.Pemanah hanya menghasilkan 5.000 gabak dalam setahun, sedangkan pasukannya hanya mendapat 3.000 gabak. Penghasilan mereka bahkan tidak sampai setengah dari upah tim penangkap ikan kita. Melihat betapa baiknya Kak Wira terhadap orang-orang, mereka semua jadi ingin mengikutimu."
Hasan, Danu, dan Doddy semua mengangguk sependapat. Fasilitas yang mereka dapatkan di tim penangkapan ikan memang sangat memuaskan. Apalagi, jarang sekali ada bos sebaik Wira.
Wira tersenyum getir dan menggelengkan kepalanya.
Sebenarnya, dia bukan memperlakukan penduduk desa sebaik yang mereka katakan, Wira hanya menerapkan standar perusahaan dari kehidupan sebelumnya.Banyak perusahaan yang memberikan makanan, tunjangan transportasi, dan menghargai masukan karyawan.
Hanya saja, karena perlakuan bos di pedesaan zaman dahulu terlalu keras, Wira jadi terkesan seperti orang yang
sangat baik.
Sony berkata dengan suara pelan, "Karena aku tidak tahu bagaimana pendapat Kak Wira, makanya aku tidak menjanjikan apa pun pada mereka!"
Wira mengangguk dengan serius,
"Keputusanmu itu sudah benar. Kalau
mereka mau mengikutiku dan bisa
menjaga rahasia, berikan gaji untuk pemanah 2.000 gabak per bulan, dan pasukan sebesar 1.000 gabak per bulan.Cari dua orang yang akan tinggal di sana untuk memata-matai,ingat untuk kontak satu per satu,jangan sampai mereka saling tahu!"
Doddy merasa tidak rela dan berkata,
"Kalau begitu, kamu harus menghabiskan 3.000 gabak lagi tiap bulan. Apa gunanya menaruh mata-mata di sisi Jamadi? Dia hanya seorang pejabat kecil."
Sony, Hasan, dan Danu juga mengangguk setuju. Setelah Budi masuk penjara, mereka tidak terlalu takut lagi pada pejabat-pejabat kecil seperti ini.
"Semakin banyak uang yang kita hasilkan, orang yang merasa iri juga akan semakin banyak!" jelas Wira kepada empat orang itu sambil tersenyum.
"Kalau punya lebih banyak mata-mata, kita jadi bisa lebih cepat dapat informasi. Ingatlah, kekayaan akan menarik perhatian orang, tetapi manusia selalu lebih berharga daripada uang! Kalau kita hanya tahunya menyimpan uang, itu hanya akan memicu kecemburuan dan pada akhirnya membawa bencana. Tapi,kalau kamu bisa memanfaatkan kekayaan untuk menjalin koneksi, kita akan bisa memanfaatkan koneksi itu dengan baik!"
"Memanfaatkan kekayaan untuk mendapat koneksi!"
Setelah merenungkan kata-kata tersebut, mata Sony dan Danu berbinar. Hasan terlihat sedang serius berpikir, sedangkan Doddy menggaruk kepalanya dengan bingung.
Setelah beberapa saat, Wira berkata, "Paman Hasan, besok kamu rekrut dua orang lagi untuk tim penangkap ikan.
Beri tahu Herman dan Hamid untuk
bergabung, ada banyak tugas yang bisa
dikerjakan mereka kelak."
Hasan mengangguk tanpa banyak bertanya. Wira kemudian mengubah topik,
"Sony, setelah kita menjual ikan besok di kabupaten, jangan bawa pulang uangnya. Belilah lemak daging,bumbu, garam, dan rempah-rempah."
Sony terkejut sejenak, lalu buru-buru
mengangguk.Dengan penjualan ikan setiap hari sekitar 30.000 gabak, mereka bisa membeli banyak barang. Wira melanjutkan,
"Selain itu, sudah saatnya juga kita mulai membangun rumah. Sebaiknya kita cepat selesaikan semuanya!"
Bab 44
Wajah Danu dan Doddy memerah. Kalau rumah sudah selesai dibangun, sudah saatnya juga sudah mereka menikah.
Sony tampak berseri-seri. Kalau rumahnya sudah selesai dibangun, dia juga sudah mapan.
"Aku terlalu sibuk beberapa hari ini, besok aku akan memesan bata, kayu, dan mencari tukang."
Hasan juga sangat antusias. Kalau sudah membangun rumah untuk kedua anaknya dan mereka sudah menikah, berarti tugasnya juga sudah selesai.
"Cari lebih banyak bahan dan tenaga kerja, aku juga ingin membangun rumah besar!" Wira mengungkapkan sebuah berita mengejutkan lagi, membuat ketiga orang itu terkesiap.
Setelah rapat selesai, keempat orang itu pun pergi.
Namun, begitu keluar dari pintu, keempat orang itu kembali lagi sambil membawa tiga saudara Keluarga Gabrata.
Gavin membawa seekor kambing yang telah dikuliti, Gandi membawa seekor kelinci, dan Ganjar membawa seekor ayam kampung.
Duk!
Begitu melihat Wira, ketiga orang itu langsung bersujud.
"Kenapa kalian ini? Ayo berdiri!"
Wira tidak bisa menerima perlakuan seperti ini. Jadi, dia buru-buru memapah mereka untuk berdiri.
Namun, ketiga orang itu tetap tidak
mau berdiri dan hanya mendongak
menatap Wira.
Hasan, Danu, dan Doddy buru-buru
menghampiri dan ikut membantu
memapah mereka.
"Tuan, kami telah bersalah padamu, tapi kamu malah sama sekali tidak mempermasalahkannya. Kamu juga bahkan memberi kami uang untuk mengobati adik kami. Kami benar-benar berterima kasih padamu!"
Gavin menyerahkan kambing gemuk
yang dibawanya itu sambil berlinang
air mata.
"Ayam kampung dan kelinci ini adalah hasil tangkapan kami.Kambing ini kami pelihara sendiri,jadi tidak terlalu berharga. Kami harap Tuan mau menerimanya!"
Gandi dan Ganjar juga menyerahkan ayam kampung dan kelinci itu dengan mata berkaca-kaca.
Awalnya, mereka mengira bahwa mereka bertiga sudah pasti akan jadi tahanan kerja paksa setelah ditangkap oleh Jamadi. Namun, pada akhirnya Wira malah hanya menangkap satu orang dan melepaskan dua di antaranya! Keluarga mereka memang merasa sangat bersyukur. Namun, mereka tetap masih merasa ragu karena Wira menangkap salah satu dari ketiga bersaudara itu.
Tak disangka, Gandi pulang ke rumah setelah ditahan sehari. Ketiga bersaudara itu langsung menangis sambil memeluk satu sama lain.
"Baiklah, aku akan menerimanya. Kalian jangan bersujud lagi!" Wira menerima pemberian mereka karena takut ketiga bersaudara itu akan berlutut padanya lagi. Hasan dan ketiga orang lainnya mengambil hadiah yang diberikan oleh ketiga saudara itu. Meski sudah sedikit lega, ketiga bersaudara itu tetap saja merasa malu.Sebab, hadiah mereka itu bahkan tidak senilai 1.000 gabak!
Melihat kejujuran ketiga pemuda ini, Wira berkata,
"Apa rencana kalian selanjutnya?"
"Tuan tenang saja. Walau harus mati sekalipun, kami tidak akan jadi pencuri lagi!" Gavin mengucapkan sumpah, diikuti dengan anggukan dari Gandi dan Ganjar yang setuju dengan ucapannya. Wira kemudian berkata,
"Kalau kalian tidak keberatan, bergabung saja dengan tim penangkap ikan. Berikan gaji yang sama kepada mereka, masing-masing 2.000 gabak per bulan."
Buk!
Ketiganya kembali berlutut dengan wajah yang dibanjiri air mata.
"Terima kasih, Tuan! Kami akan berusaha sebaik mungkin!"
Upah tim penangkap ikan yang paling rendah adalah 2.000 gabak per Mereka bahkan diberi makan 3 kali sehari, dengan jatah 250 gram daging per hari. Fasilitas sebagus ini tidak bisa ditemukan di tempat kerja mana pun.
Bisa dibilang, kalau diterima di tim penangkap ikan, mereka sudah jadi orang terkenal di Dusun Pimola. Jika ada pemuda yang belum menikah dan menyukai seorang gadis, mereka hanya perlu mengirimkan seorang mak comblang untuk mempersunting gadis tersebut.Bahkan penduduk lokal Dusun Darmadi sekalipun belum tentu bisa diterima dalam tim penangkap ikan ini. Namun, mereka yang merupakan mantan pencuri ini malah bisa diterima.
Pada saat ini, ketiga bersaudara diam-diam bersumpah dalam hati. Mereka harus membalas kebaikan Wira dengan nyawa mereka.
Hasan, Danu, dan Doddy tentu saja merasakan persaingan yang semakin ketat.
Namun, ketiganya tetap merasa senang. Sebab, semakin banyak orang yang bergabung, kekuatan mereka juga akan semakin besar.Sebagai anggota inti tim, mereka tahu jelas bahwa bisnis yang benar-benar menghasilkan uang besar bagi Wira adalah bisnis gula pasir. Dengan keuntungan sebesar itu, mereka tidak berani memperdagangkannya secara bebas karena kekuatan mereka masih terlalu lemah untuk melindunginya.
Bab 45
Setelah rapat itu dibubarkan, ketujuh orang itu pun keluar dari halaman. Begitu keluar, semua warga desa langsung mengelilingi Hasan.
Para wanita melamar untuk menjadi koki di kantin. Gaji sebagai koki hanya 1.000 gabak per bulan dan tidak sebanyak gaji yang diterima oleh para lelaki. Namun, uang itu sudah cukup untuk menghidupi keluarga.
Sementara itu, para lelaki di desa ingin bergabung dengan tim penangkap ikan. Dengan gaji 2.000 gabak per bulan dan jatah daging setiap hari, bahkan preman sekalipun pasti akan ada wanita yang sudi menikahinya.
Lantaran tidak bisa mendekati Hasan, penduduk desa lainnya mendekati tiga wakil pemimpin tim lainnya, yaitu Sony, Danu, dan Doddy. Mereka berharap ketiga orang ini bisa membantu memohon kepada Hasan untuk mempekerjakan mereka.
Berhubung terlalu banyak orang, ketiga orang tersebut juga tidak berani mengiakan permintaan mereka. Mereka takut akan melukai perasaan penduduk desa lainnya karena keterbatasan kuota.
Tiga bersaudara Keluarga Gabrata merasa tidak enak hati. Pasalnya, bahkan penduduk Dusun Darmadi sendiri saja masih banyak yang tidak bisa bergabung dalam tim penangkap ikan. Namun, Wira malah mempekerjakan orang luar seperti mereka ini.Semua warga desa di tempat itu memandang Hasan dengan penuh harap.Saat ini, Hasan punya lowongan kerja untuk koki dan 25 posisi untuk tim penjual ikan. Siapa pun yang mendapatkan posisi itu, hidup mereka pasti akan jauh lebih sejahtera.
Hasan berkata dengan suara berat,
"Tugas tim penjual ikan bukan hanya menjual ikan, tapi juga harus belajar bela diri untuk melindungi desa kita. Besok pagi, semua pemuda berusia 13-20 tahun yang ingin melamar posisi tim penjual ikan, silakan berkumpul di depan rumahku."
"Aku akan menguji kekuatan, refleks, dan ketahanan kalian. Dua puluh orang terbaik akan diterima,keputusanku tidak bisa diganggu gugat. Ingatlah untuk sarapan yang cukup, jangan sampai kehabisan tenaga saat penilaian."
Setelah mendengar bahwa mereka akan dinilai berdasarkan kemampuan, penduduk desa tidak lagi mengganggu Hasan dan mulai memikirkan apa yang akan diuji.Sementara itu, Hasan tidak menyebutkan kualifikasi untuk lima orang posisi koki dan tidak ada lagi yang menanyakannya.
Setelah semua penduduk bubar, situasi di halaman rumah Wira pun kembali tenang. Danu berdiri di depan pintu untuk berjaga.Selesai membersihkan diri, Wira dan Wulan masuk ke kamar bersiap-siap untuk istirahat. Sambil menatap mata Wulan, Wira berkata,
"Tiga hari belakangan ini aku sibuk bekerja di rumah Paman. Aku benar-benar tidak pergi ke tempat hiburan!"
Wulan menjawab,
"Aku tahu kok.Suamiku tidak akan pergi ke tempat hiburan!"
"Kenapa?"
"Karena...."
Wira menggodanya,
"Wah, dasar gadis licik. Kamu kira suamimu tidak punya kemampuan?"
"Aku... ah!"
"Biar kuperlihatkan apa itu lelaki sejati yang sesungguhnya!"
"Sayang, aku percaya kamu bisa!"
"Gadis tengil, padahal tadinya aku mau merawat badan. Tapi, kamu malah menganggapku tidak bisa sanggup ke tempat hiburan. Tidak bisa diampuni!"
"Sayang, aku mengaku bersalah.Masih ada kerabat lainnya loh di sini!"
"Maaf, aku lupa,"
"Aku yang maaf, Sayang. Kalau kamu mau, boleh kok!"
"Tidak usah, istirahatlah dengan baik. Jangan merusak tubuhmu,"
"Baiklah."
Malam itu berlalu dengan tenang....
Pagi-pagi sekali, Wira bangun dan berdiri sebentar untuk melatih stamina. Meskipun tinggal di rumah paman selama tiga hari, dia tetap rutin berlatih setiap hari selama satu jam.
Tentu saja, dia tidak bisa berdiri selama itu dalam satu waktu. Dia berdiri selama beberapa menit dan kemudian menambah waktu secara bertahap.
Setiap kali selesai latihan, seluruh tubuhnya terasa hangat, kaki-kakinya terasa lelah. Namun, tubuhnya pulih dengan cepat.Dengan konsistensi seperti itu selama seminggu, tubuh yang lemah dan rapuh sebelumnya pasti akan menjadi lebih kuat. Mau berhubungan badan juga pasti tidak akan menjadi masalah!
Setelah Wira selesai berdiri untuk yang keenam kalinya, Wulan memanggilnya, "Sayang, ayo sikat gigi!"
Wulan datang dengan membawa gelas dan sikat gigi dari dahan pohon.
Wajahnya merah merona, dia menghampiri Wira dengan langkah kecilnya.
"Tidak mau, biar kamu rasakan dulu
bau mulutku!" Wira menerima gelas dan sikat giginya, lalu mencium pipi Wulan yang merah itu.
"Ah, Sayang, ini masih pagi, masih
ada orang di luar!" Wulan mengomel dengan wajah cemberut, tapi hatinya penuh dengan kebahagiaan.
Setelah itu, dia pergi ke dapur dengan langkah kecil.
"Paman Herman, Paman Hamid,kenapa kalian datang sepagi ini?"
Setelah melihat kedua orang itu di luar pintu, Wira membilas mulutnya dengan daun, lalu pergi ke luar.Herman dan Hamid terlihat cemas dan sedih, mata mereka masih tampak sembap, seolah-olah baru saja selesai menangis.
Herman berkata dengan nada sedih,
"Wira, aku tidak mengungkapkan rahasia cara menangkap ikan, kenapa aku tidak diizinkan bergabung dengan tim penangkap ikan? Apakah aku melakukan kesalahan? Kalau ada yang perlu diperbaiki, langsung saja beri tahu aku!"
Air mata mulai mengalir dari mata
Hamid ketika dia berkata,
"Wira, kami tidak pernah menyinggungmu. Apa pun yang kamu perintahkan, kami akan melakukannya!"
Kemarin malam, kakak tertua mereka Hasan, menyuruh mereka untuk tidak usah pergi ke tim penangkap ikan lagi.
Mereka akan dialihkan untuk bekerja
dengan Wira.Mendengarnya, mereka langsung ketakutan dan menangis. Kini, pekerjaan mereka di tim penangkap ikan telah hilang. Dunia mereka seakan-akan telah hancur.
"Apa yang kalian pikirkan?"
Melihat dua pria dewasa yang hampir menangis, Wira tidak tahu harus bagaimana bereaksi.
"Aku meminta Paman Hasan untuk menyuruh kalian ke sini karena ada pekerjaan yang lebih baik untuk kalian!"
"Pekerjaan apa yang lebih baik daripada tim penangkap ikan?"
Herman dan Hamid tidak percaya.
Di tim penangkap ikan, mereka bisa menghasilkan 2.000 gabak per bulan dan bahkan bisa makan daging pada siang hari. Itu adalah pekerjaan terbaik di Desa Pimola! Ketika mereka pergi ke pasar, orang-orang melihat mereka dengan penuh hormat.
Wira tersenyum ketika berkata,
"Ada banyak pekerjaan yang lebih baik daripada tim penangkap ikan! Mulai sekarang, gaji kalian akan naik menjadi 3.000 gabak per bulan! Wulan,ambilkan 2.000 gabak!"
"Gaji 3.000 gabak!"
Herman dan Hamid melihat uang 1.000 gabak yang baru diterima, mereka merasa seperti sedang bermimpi.
Wira berkata dengan tegas,
"Tapi, apa pun yang akan kuajarkan pada kalian,kalian tidak boleh beri tahu siapa pun."
Bab 46
Kedua orang itu menyadari bahwa pekerjaan ini pasti seperti rahasia menangkap ikan. Mereka akan bisa menghasilkan banyak uang!
"Aku tidak akan memberi tahu siapa pun. Bahkan kalau kakakku bertanya, aku akan menyimpan rahasia itu sampai mati!"
Hamid buru-buru memberikan jaminan.
"Kalau sampai aku membocorkan rahasia, aku akan disambar petir!"
Herman bahkan menyumpahi dirinya sendiri.
Hanya dengan sebuah rahasia menangkap ikan, Wira bisa menghidupi begitu banyak orang di desa ini, jadi pastinya rahasia ini tidak akan sederhana. Wira begitu memercayai mereka, tentu saja mereka tidak akan pernah mengecewakannya.
"Kerja dengan baik, kehidupan kita akan menjadi lebih sejahtera lagi!"
Wira mengelus bahu mereka berdua, lalu mengangkat tangannya,
"Pergilah dan istirahatlah. Kalian bisa datang kembali untuk bekerja ketika tim penjual ikan pulang, mungkin akan sibuk semalaman."
Kedua orang itu pergi dengan semangat yang baru, mereka tidak lagi terlihat seperti sebelumnya.
Setelah sarapan, Wira berjalan-jalan
di desa dan membeli 6.600 meter
persegi tanah dengan harga 6.000
gabak per 600 meter persegi sebagai
tempat untuk membangun rumah
besar.Pada siang hari, dia pergi ke lokasi penilaian. Paman Hasan sangat bertanggung jawab dalam memilih, orang.
Para peserta diuji dengan membawa batu, perlombaan lari, dan melihat ketahanan dan kecepatan mereka dengan berjongkok. Dia memilih 20 pemuda terbaik untuk masuk ke dalam tim penjual ikan.Lima orang juru masak juga sudah dipilih.
Pada pagi harinya, Paman Hasan dan istrinya, Bibi Hani, beserta istri Herman yang bernama Bibi Maya, dan istri Hamid yang bernama Bibi Sian, kakak ipar ketiga dan keempat Sony, semuanya berkumpul.
Tim penjual ikan mendirikan tenda di depan rumah Wira dan memasang dua panci besar. Mereka membeli sejumlah beras, tepung kedelai, dan mi di desa.
Sementara itu, ikan yang ditangkap oleh tim penjual ikan disimpan sebagian untuk makanan.Tepat saat tengah hari, makan siang disajikan. Ada kue, nasi, ikan rebus,sup telur dengan sayuran liar, dan tumis lobak.Para anggota lama tim penjual ikan dan 20 pemuda yang baru bergabung,berkumpul di sekitar meja makan.
Banyak penduduk desa dan anak-anak
melihat dari kejauhan, termasuk Pak Agus. Semua orang menatap makanan
dengan air liur yang menetes!
Sebuah perintah diberikan, dan anggota tim penjual ikan serta pemuda tim penjual ikan berdesakan untuk mengambil makanan. Mereka takut tidak kebagian jatah.
"Baris yang rapi!"
Wira menggambar sebuah garis. Kerumunan itu langsung berbaris sesuai dengan garis itu untuk mengambil nasi, lauk, kue, dan sup.
"Benar-benar ada daging! Ikan sebesar itu setidaknya pasti ada 250 gram!"
"Nasinya juga sampai menggunung di mangkuk! Ada juga telur di sup sayurannya, tumis lobak juga setengah mangkuk per orang. Bahkan, kuenya juga dibagi 3 buah per orang!"
"Katanya, kita bisa makan sampai
kenyang!"
"Ini seperti tahun baru saja ya!"
"Jangan membual deh, kalian mana pernah makan seenak ini di tahun baru. Ada nasi saja sudah syukur!"
"Duh, iri sekali dengan mereka. Bergabung dengan tim penangkap ikan benar-benar sejahtera!"Para penduduk desa lainnya melipat tangan di depan dada sambil menatap semua orang itu dengan mata berbinar. Mereka bahkan tidak bisa berhenti menelan ludah.
"Baru dapat sedikit uang saja sudah seboros ini. Entah bagaimana mereka akan bertahan menghidupi begitu banyak orang dengan makan daging. Dasar pemboros!"
Agus menggeleng dengan wajah suram, seakan-akan dia adalah orang yang lebih berpengalaman.
"Uang harus dihemat!"
Melihat Pak Agus yang menyindirnya, Wira juga tidak segan-segan menanggapi,
"Kalau orang yang sudah dapat uang banyak, tentu tidak perlu berhemat untuk hal-hal kecil. Pak Agus, makan siang kalian apa hari ini?"
"Tentu saja ada daging!"
jawab Agus sambil meletakkan kedua tangannya ke belakang. Dia membusungkan dadanya karena tidak ingin terlihat kalah.
"Pak Agus, tidak usah membual.Semua orang tahu tidak ada yang bekerja di rumahmu. Makan siang kalian adalah bubur."
"Anakmu, Bayu, menangis berkali-kali karena tidak mau makan bubur.Dia bahkan sampai tidak mau belajar!"
"Hahaha!"
Kebohongan Agus langsung dibongkar oleh anggota lama tim penangkap ikan. Sejak menjadi anak buah Wira,mereka tidak lagi takut terhadap Pak Agus. Bayu Darmadi adalah anak Agus. Dia sangat bodoh dalam belajar.
"Omong kosong kalian! Rumahku seluas itu, mana mungkin makan siangku cuma bubur! Aku mau pulang untuk makan daging sekarang. Siang ini, makan siang kami adalah ayam rebus. Rasanya jauh lebih enak dari ikan!" seru Agus dengan wajah memerah, lalu dia berbalik dan berjalan pulang.
Ada juga beberapa anak kecil yang menangis merengek kepada orang tua mereka karena ingin makan ikan dan kue.Wira membagikan beberapa potong kue kepada anak-anak. Dia tidak berani memberikan ikan karena takut anak-anak itu akan tersedak durinya.
Tak disangka, begitu melihat Wira mendekat, anak-anak itu malah menangis dengan semakin kencang!
Dulu, dia adalah seorang pecundang.
Namun, bagi mereka, sekarang Wira adalah orang yang lebih kejam daripada Budi.Wira tidak tahu harus bagaimana bereaksi. Dia terpaksa menyuruh Wulan untuk membagikan kue,barulah anak-anak itu berani mengambilnya.
Kini, Wira baru benar-benar menyaksikan betapa mengerikannya nafsu makan penduduk desa yang miskin. Mereka sanggup memakan 3 mangkuk nasi, 5 potong kue, setengah mangkuk tumis lobak, dan meminum 3 mangkuk sup sayuran liar.
Daging ikan juga disantap hingga tak bersisa sama sekali. Begitu pula dengan 5 orang koki itu!
Hingga ketika Wira menyuruh mereka untuk makan perlahan-lahan karena nanti sore mereka masih tetap dapat jatah nasi, para tim penangkap ikan baru meletakkan mangkuk mereka dengan enggan.
Selanjutnya, mereka baru pergi untuk bekerja.Wira menyuruh mereka untuk
istirahat sebentar, tetapi malah diprotes oleh para penduduk desa.
Istirahat apanya? Kalau sudah kenyang, mereka sudah seharusnya mulai bekerja. Mereka bukan pejabat tinggi, jadi tidak ada alasan untuk bersikap manja.
Pada sore harinya, tim penjual ikan kembali dengan dua kereta yang penuh masuk ke halaman Wira. Herman dan Hamid juga datang, mereka melihat barang-barang yang sangat berbeda di kereta dan tidak dapat membayangkan rencana apa yang dimiliki Wira.
Bab 47
"Pagi makan ikan, sore makan telur, bahkan Bupati pun tidak bisa makan semewah ini!"
"Omong kosong, Bupati selalu makan dengan delapan lauk dan empat sup setiap hari, tentu saja jauh lebih mewah daripada makanan kita!"
"Benar, Bupati mengurus satu kabupaten, jadi sudah pasti makanan kita tidak semewah makanan Bupati. Tapi, ini sudah pasti lebih mewah daripada tuan tanah dan pemilik desa!"
"Pasti, Pak Agus juga tuan tanah, tapi mereka hanya makan daging sebulan sekali. Sebelumnya, keluarga Budi juga kaya, tapi hanya makan daging 10 hari sekali, mereka kalah jauh dari kita."
"Wira benar-benar murah hati!"
"Apa yang sedang dilakukan oleh keluarga Wira? Kenapa Danu dan Doddy berjaga di pintu?"
"Jangan tanya pertanyaan yang bukan urusanmu, fokuslah pada pekerjaan kita. Wira tidak akan merugikan kita."
Ketika malam tiba, makan malam tim penjual ikan telah disajikan. Semua anggota tim penangkap ikan menikmati roti kukus yang berisi daging.
Beberapa orang hanya memakan dua buah roti dan menyisakan beberapa untuk dibawa pulang kepada keluarga mereka. Bahkan saat tahun baru pun mereka belum tentu bisa makan roti isi daging seperti ini!Sebagian orang memperhatikan rumah Wira. Sejak tim penjual ikan kembali, pintu rumah Wira langsung tertutup rapat. Hanya Herman dan Hamid yang berada di dalam sana,
bahkan Hasan dan Sony juga dikeluarkan.
Sementara itu, Danu dan Doddy berjaga di pintu. Tidak ada seorang pun yang tahu apa yang sedang terjadi.
Tidak hanya orang di luar, Herman dan Hamid yang bekerja di dalam juga bingung dan tampak cemas.Setelah tim penjual ikan pulang,mereka membeli lebih dari 100 kilogram lemak daging, satu sekop kapur tohor, satu keranjang bumbu rendaman, satu keranjang soda api, 10 keranjang kelopak bunga kering, dan satu bungkus besar rempah-rempah.
Menurut Sony, semua barang-barang itu menghabiskan sekitar 50.000 gabak. Namun, Wira memerintahkan para juru masak untuk menggoreng lemak daging menjadi remah, yang kemudian digunakan untuk membuat isian roti untuk tim penjual ikan.Mereka juga membuat larutan dengan mencampurkan kapur tohor, air, dan soda api, yang akan merusak kulit jika sampai terkena percikannya.
Kemudian, Wira mulai berfoya-foya!
Dia menuangkan larutan ini ke dalam lemak daging dan mengaduknya dalam panci besar menggunakan tongkat. Larutan ini akan membakar kulit jika sampai terkena percikannya.
Namun, Wira malah mencampurnya
dengan minyak daging!Herman dan Hamid sangat khawatir dan merasa sedih! Benar-benar mubazir!
Di desa, lemak daging adalah benda berharga. Semua orang bahkan tidak tega memakannya!Melihat lemak daging yang dicampur dengan larutan itu, hati Herman dan Hamid seakan-akan meneteskan darah.
Saat mereka mengaduk dengan kayu,
aroma lemak daging semakin memudar, dan kedua orang itu meneteskan air mata!Tidak bisa dimakan lagi! Semua lemak daging ini sudah hancur!Mereka pasti akan dihukum Tuhan karena telah menyia-nyiakan lemak daging ini! Hanya saja, karena Wira telah memberi perintah, mereka tetap harus melakukannya meskipun hati mereka tidak rela.
Setelah panci besi mendidih, api mulai dikecilkan dan kedua orang itu terus mengaduk semalaman.Ketika fajar tiba, mereka menuangkan air rendaman dari rempah-rempah ke dalam panci dan terus merebusnya.
Tak lama kemudian, adonan dalam panci terbagi menjadi tiga lapisan.
Sesuai dengan instruksi Wira, mereka mengambil adonan bagian atas dan mencampurnya dengan bubuk bunga kering dan rempah-rempah,kemudian memadatkannya dalam kotak kayu.
Mereka juga mengambil adonan tengah, mencampurnya dengan sumbu lampu, dan memadatkannya dalam cetakan lilin.Hingga akhirnya, mereka memasukkan limbah dasar panci ke dalam tong.Ketika fajar menyingsing, Wira mendorong pintu dan meregangkan tubuhnya dengan malas. Dia bertanya,
"Sudah selesai?"
Herman menjawab dengan sedih,
"Sudah....
Hamid hanya menunduk terdiam.
"Lima kilogram lemak daging dan rempah-rempah habis semua!"
Melihat kedua orang tersebut hampir
menangis, Wira terkejut dan bertanya,
"Paman Herman, Paman Hamid, apa yang terjadi? Kalian terlihat begitu sedih, apakah kalian kedinginan semalam?"
"Tidak!"
Keduanya memaksakan senyum.
Barang-barang itu milik Wira, mereka hanya sebagai pembantu yang digaji 3.000 gabak per bulan. Jika Wira ingin membuang barang-barang bagus, mereka juga tidak punya pilihan.
"Kerja bagus!"
Wira mengambil sepotong sabun dan menciumnya, lalu mengambil sebatang lilin untuk memeriksanya.
Pada akhirnya, dia berjalan menuju tong yang berisi cairan limbah. Pembuatan sabun melibatkan proses
saponifikasi.Benda yang paling berharga di dalamnya bukanlah sabun atau lilin,tetapi limbah cair tersebut. Limbahcair tersebut mengandung gliserin,yang bisa dimurnikan dan digunakan untuk membuat bahan peledak, arak buah, kaca, penyamakan kulit, dan masih banyak kegunaan lainnya.
Bab 48
Namun, dibutuhkan peralatan untuk melakukan pemurnian!
"Sayang, ini sabun, ya?"
Wulan keluar dari dalam rumah. Dia terkejut saat mencium wangi sabun di tangan Wira dan berkata,
"Wanginya harum sekali!"
"Apa gunanya wangi? Tidak bisa dimakan!"
Herman dan Hamid menundukkan kepala, merasa bersalah karena telah menyia-nyiakan barang-barang tersebut.
Wira tersenyum dan berkata,
"Sabun ini lebih bersih daripada produk pembersih lainnya!"
Di zaman ini, juga terdapat beberapa produk pembersih, yaitu biji luffa dan akar soapwort. Biji luffa digunakan oleh rakyat jelata untuk mencuci pakaian. Akar soapwort adalah bahan mewah yang digunakan oleh orang kaya.
"Ah, benar juga, lebih bersih daripada biji luffa dan akar soapwort!"
Wulan mencoba mencuci tangannya, lalu memperlihatkannya pada Wira.
"Tanganmu sendiri sudah putih, tidak ada perbedaan yang signifikan!"
Wira meraih tangan putih Wulan dan menggelitik telapak tangannya.
"Masih ada orang lain di sini!"
Setelah memelotot kepada suaminya
sekilas, Wulan menundukkan kepalanya. Dia tidak rela menarik tangannya kembali.Melihat suasana hati Herman dan Hamid yang sedih, Wira tersenyum sambil berkata,
"Paman Herman,Paman Hamid, kalian coba cuci tangan pakai sabun ini. Lihat bagaimana efeknya."
Orang pedesaan seperti mereka ini biasanya hanya mencuci tangan dengan lap kering.Ditambah dengan pekerjaan mereka sehari-hari yang berat, tangan mereka tampak berdebu dan hitam!
Begitu pula dengan Herman dan Hamid. Kedua orang itu mengambil sabunnya dan meniru cara Wulan untuk menggosok tangan mereka dengan sabun. Dalam sekejap, debu-debu di tangan mereka mulai terangkat. Air di dalam baskom juga menjadi hitam.
"Wah, kotorannya benar-benar terangkat!"
Herman mengangkat kedua tangannya yang bersih dengan wajah tidak percaya! Dia tidak mengerti mengapa dengan menggabungkan dan memasak sejumlah bahan yang tidak bisa digunakan untuk mencuci itu bisa membersihkan noda kotor.
"Wira, apa kamu mau menjual sabun cuci tangan ini?"
Hamid lebih pintar. Melihat tangannya
yang bersih, dia langsung mengerti
maksud Wira.
"Benar sekali!"
Wira mengangguk dan melanjutkan, "Mulai hari ini, dibentuk tim pembuat sabun. Paman Herman sebagai ketua, Paman Hamid sebagai wakil ketua, dan kalian harus.merekrut 10 orang lagi. Prosedur pembuatannya akan dipisah-pisah.Kualifikasinya harus orang yang bisa dipercaya,"
"Fasilitasnya sama seperti tim penangkap ikan. Gajinya 1.000 gabak per bulan dan akan dibagikan di akhir bulan. Makan 3 kali sehari di kantin dan ada jatah daging 250 gram per hari,"
"Akhirnya aku jadi ketua juga!"
seru Herman dengan kegirangan,
Menjadi ketua tim di bawah Wira, bahkan lebih berpengaruh daripada kepala suku di desa,Kakaknya adalah ketua tim, sedangkan Danu dan Doddy adalah wakilnya. Sekarang, dia dan Hamid juga sudah menjadi ketua dan wakil. Dengan adanya 5 ketua tim dalam satu keluarga, ini adalah kebanggaan bagi keluarga mereka!
"Akhirnya aku juga menjadi wakil
ketua!"Hamid juga merasa bahagia, tetapi dia segera mengerutkan kening sambil berkata,
"Wira, semalam kita menggunakan 5 kilogram lemak daging dan begitu banyak rempah-rempah, tapi hanya bisa menghasilkan kurang dari 100 batang sabun.Biayanya saja sudah mencapai 5.000 gabak. Kalau kamu memberikan gaji sebanyak itu kepada kami, bukankah kamu akan rugi?"
Di kabupaten ada yang menjual akar soapwort seharga 10 gabak per bungkus besar. Itu pun hanya keluarga tuan tanah yang berani membelinya.
Satu batang sabun membutuhkan modal 50 gabak. Ditambah lagi, Wira memberikan gaji yang tinggi untuk para pekerja. Sabun ini setidaknya harus dijual 100 gabak agar bisa balik modal.
Hanya orang bodoh yang akan membeli sabun untuk mandi dan cuci tangan seharga 100 gabak!
Wira tersenyum dan berkata,
"Aku yang akan menjual sendiri sabunnya,kalian hanya perlu merekrut orang untuk bekerja. Pastikan kerahasiaan tetap terjaga,"
Kedua orang itu mengangguk. Formula ini sangat rahasia dan Wira telah memercayakannya kepada mereka.
Kelak, mereka akan setia dan bekerja keras untuk Wira. Mereka bahkan tidak akan memberi tahu rahasia ini kepada kakaknya.
"Suruh orang-orang di tim penangkap ikan untuk mengambil sabun.Ketua dan wakil ketua masing-masing mengambil 2 sabun dan anak buah ambil 1 sabun. Suruh mereka untuk mencuci rambut dan mandi dengan sabun ini sepulang ke rumah nanti.Jadilah orang yang bersih!"
Pada hari pertama kedatangannya, ketika Budi datang untuk menagih utang, Wira sebenarnya ingin membuat sabun.Namun, dia tidak punya cukup uang untuk membeli bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat proses
saponifikasi.Selama beberapa hari ini, dia terus bersama tim pemancing ikan. Semua anggotanya sangat jarang mandi, tidak mencuci rambut, bau keringat, dan bahkan ada kutu. Hal ini membuatnya sangat tidak nyaman,
Sekarang, sabun juga sudah selesai dibuat, Wira juga punya kuasa untuk memerintahkan semua orang Akhirnya dia bisa menyuruh sekelompok orang ini untuk menjaga kebersihan.
Pada hari yang cerah ini, semua anggota tim penangkap ikan di Dusun Darmadi akan mandi dengan bersih!
Di Kediaman Eko di kabupaten saat ini.
"Tuan Eko, orang-orang di Dusun Darmadi setidaknya bisa menjual 250 sampai 300 kilogram ikan per hari. Bahkan dalam kondisi terburuk sekalipun, mereka bisa mendapatkan uang 30.000 gabak lebih. Dalam sebulan, mereka bisa mendapat hampir 1.000.000 gabak."
"Kalau kita bisa mengambil komisi 20%, jumlahnya adalah 200.000 gabak.
Kami ambil 30% dan Tuan Eko ambil 70%. Kami hanya kehilangan 60.000 gabak, tapi Tuan Eko kehilangan 140.000 gabak setiap bulan!"
Bab 49
Di pasar ikan timur kota, ada seorang pria bernama Handoko yang berusia sekitar 27 atau 28 tahun dan baru saja menjabat menjadi penguasa pasar ikan terbaru. Dia memiliki wajah yang gemuk dengan bekas luka dan mata yang penuh dengan keserakahan dan kekejaman!
Setelah mengambil alih posisi Iwan di pasar ikan, awalnya dia ingin menuruti perintah Eko untuk tidak mengambil komisi dari mereka.
Namun, melihat warga Dusun Darmadi yang menjual begitu banyak ikan setiap hari, dia jadi tidak tahan.
Eko mengernyitkan alisnya. Awalnya, Eko mengira orang Dusun Darmadi itu tidak akan mungkin bisa menjual begitu banyak ikan setiap hari. Kini setelah melihat penjualan harian mereka yang mencapai 250 sampai 300 kilogram per hari, Eko menjadi agak menyesal!
Sebenarnya, uang 70% yang diberikan oleh penguasa pasar ikan ini kepadanya, harus disetorkan kembali ke kepala kepolisian sebesar 60%.
Bahkan hanya 10% sekalipun, nominalnya sudah mencapai 20.000 gabak. Ini bukan jumlah kecil bagi Eko.
"Ayolah, Tuan eko!"
Dengan wajah cerdik, Handoko berkata, "Tuan Eko, aku tahu apa yang kamu khawatirkan. Aku sudah menyuruh orang untuk menyelidiki sarjana di Dusun Darmadi itu. Dia sudah lama putus sekolah dan tidak mungkin akan menjadi pejabat lagi."
"Lalu, mengenai Zabran, meskipun dia hebat, Tuan tinggal cari petugas kepolisian dan pemanah saja untuk mengepungnya. Punya kekuatan super pun dia tidak akan bisa berkutik."
"Kamu sedang mengguruiku, ya?"
Dengan alis terangkat, Eko menatap bawahan baru ini. Wajahnya tampak sangat murung.
Buk!
Tubuh Handoko bergetar dan dia langsung berlutut, wajahnya penuh ketakutan.
"Tuan Eko, mana mungkin aku berani mengguruimu? Aku hanya seorang preman kecil. Kini, aku bisa menguasai pasar ikan semua berkat dirimu. Aku sangat paham bahwa setiap ucapanmu akan menentukan nasibku. Jadi, semua ucapanku ini adalah demi kebaikanmu."
Eko menatapnya sambil tersenyum,
dia sangat puas terhadap sikap Handoko.
"Bukannya aku tidak mendengarkan nasihatmu!"
Handoko berkata dengan wajah getir,
"Meski aku mematahkan kaki Iwan dan menggunakan kekerasan untuk mengendalikan orang-orang di pasar ikan. Namun, orang-orang dari Dusun Darmadi sama sekali tidak dikenakan biaya, padahal mereka menjual begitu banyak ikan setiap hari. Sementara orang yang penjualannya sedikit malah kita kutip biaya. Hal ini membuat semua orang menjadi tidak senang."
"Bahkan, ada beberapa orang yang mau meniru cara kerja orang dari Dusun Darmadi. Kalau hal ini terus berlanjut, bisnis di pasar ikan akan hancur. Semua bawahanku mulai mengatakan hal-hal yang tidak menyenangkan. Dengan kemampuanmu, sangat mudah bagi Tuan Eko untuk menindas kelompok perusuh ini. Jadi, kenapa Tuan Eko malah begitu menghargai sekelompok orang itu dan tidak mau mengambil uang mereka?"
Duk duk duk.... Eko mengetuk-ngetuk jarinya di atas meja sambil tersenyum sinis.
"Kamu kira aku akan takut dengan seorang sarjana dan tukang pukul? Aku punya banyak cara untuk menghadapi mereka. Hanya saja, Bupati saat ini baru menjabat dan situasi di kantor kabupaten masih belum jelas. Kalau aku bertindak sekarang dan menimbulkan masalah, tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi."
Beberapa hari yang lalu, orang-orang dari Dusun Darmadi menangkap Kepala Desa Pimola dan pergi ke kantor kabupaten untuk mengajukan keluhan. Pada akhirnya, Bupati benar-benar memenjarakan kepala desa tersebut dan menghukumnya dengan tiga tahun penjara sebagai tahanan politik.
Di kantor kabupaten, ada sebuah panggilan tidak resmi. Bupati disebut sebagai
"Tuan Besar Kabupaten",
Wakil Bupati sebagai
"Tuan Kedua"atau "Bendahara Utama", dan Wakil Bupati kedua sebagai "Penasihat Kabupaten".
"Hah!" seru Handoko dengan kaget.
Ternyata orang-orang dari Dusun.Darmadi itu benar-benar selancang itu? Mereka benar-benar menangkap kepala desa? Kepala desa juga merupakan seorang pejabat, tetapi Bupati justru tidak berpihak padanya,
malah membantu orang-orang kampungan tersebut.
Eko tertawa sinis sambil berkata,
"Takut, ya?"
"Tidak takut!"
Dengan keringat dingin di dahinya,
Handoko berkata dengan berani,
"Selama Tuan Eko memberi perintah, aku akan melakukan semuanya!"
Eko tersenyum tipis, lalu berkata,
"Kalau kamu tidak takut, kita akan menangani perusuh-perusuh itu."
"Apa?"
tanya Handoko dengan tercengang.
Padahal, baru saja Tuan Eko berkata bahwa Bupati berpihak pada orang-orang itu, sekarang dia malah ingin menghabisi mereka. Tindakan Eko ini benar-benar sulit ditebak dan sulit
untuk dipahami!
"Kalian berdua tetap melanjutkan kegiatan seperti biasa selama dua hari ini. Setelah aku mengatur semuanya, kalian bisa langsung bertindak!"
Raut wajah Eko sangat sulit ditebak.
Setelah itu, Eko pun menangkupkan tinjunya untuk memberi hormat dan
pergi, Dalam hatinya merasa antusias,
sekaligus takut,Jika mereka bisa mengendalikan orang-orang dari Dusun Darmadi tidak akan ada lagi orang yang berani melawan mereka di pasar ikan
namun, ucapan Eko membuatnya tidak mengerti, Bupati berpihak pada orang-orang itu tapi Tuan Eko malah
mau menghabisi mereka!
Eko menghela napas dengan pelan
sambil bergumam,
"uang bisa memengaruhi isi hati seseorang,"
Dari 70% biaya yang dikutipnya,
sebenarnya Eko hanya mendapat 10%,sisanya diberikan kepada Pak Rangga Meskipun uang 20000 gabak per bulan itu sangat menggiurkan baginya, Eko berencana untuk mengamati situasinya terlebih dulu.Sementara itu, mengingat uang senilai 120.000 gabak dari 60% biaya yang dikutip, Pak Rangga tidak sabar untuk turun tangan.
Bab 50
Tim pembuat sabun telah bertambah menjadi 10 orang. Mereka menggunakan tiga panci besar sekaligus dan meningkatkan produksi dari 100 potong sabun per hari menjadi 300 potong.
Produksi lilin juga telah mencapai 300 batang dalam sehari, tetapi Wira tidak berniat menjualnya! Lampu minyak menghasilkan banyak asap yang dapat merusak mata, sedangkan lilin menghasilkan asap yang sedikit dan cahayanya terang.
Wira memberikan sejumlah sabun dan lilin kepada anggota tim penangkap ikan sebagai tunjangan.
Setelah tiga hari produksi berturut-turut, mereka berhasil mengumpulkan 1.000 potong sabun. Pada saat ini, Wira baru berangkat ke kabupaten.
Wira terpaksa harus pergi ke kabupaten. Sebab, dia telah membeli kereta kuda kemarin dengan biaya 20.000 gabak. Setelah menjual gula putih seharga 600.000 gabak, dia hanya memiliki beberapa puluh gabak yang tersisa. Nominal itu jauh dari cukup untuk membangun rumah seluas 6.000-an meter persegi, bahkan tidak cukup untuk membeli bahan bangunan.
Situasi di pasar ikan juga tidak terlalu aman, Sony merasa bahwa Handoko berencana untuk memberontak. Demi alasan keamanan, Doddy dan ketiga bersaudara semuanya ikut serta.Mereka bahkan juga sudah menyiapkan surat pengaduan.
Hal yang paling penting adalah, Wulan ingin pulang ke rumah orang tuanya!Danu mengendarai kereta kuda, sementara Wira dan Wulan duduk di dalam gerbong. Mereka berangkat agak terlambat dibandingkan tim penangkap ikan. Ketika fajar menyingsing, Wira dan Wulan baru berangkat setelah sarapan.
"Sayang, kalau kakakku mengatakan sesuatu tentangmu, jangan meladeninya!" kata Wulan dengan penuh harap dalam pelukan Wira.
Dari ayahnya, kedua kakaknya, dan adiknya, semuanya adalah sarjana. Jenjang pendidikan mereka jauh melampaui suaminya.
Ditambah lagi dengan perilaku boros suaminya, keluarga Wulan menjadi sangat tidak menghargai Wira.
Ayah Wulan membawa adiknya ke ibu kota untuk belajar menjadi seorang pejabat. Kakak tertuanya mencari pekerjaan di kabupaten, sementara kakak keduanya belajar di rumah di
Kabupaten Uswal.
Setiap kali Wulan membawa Wira ke rumah orang tuanya, kakak keduanya selalu menunjukkan wajah dingin dan mengucapkan kata-kata yang mencemooh.
Hal itu membuat suaminya selalu saja memarahi dan memukul Wulan untuk melampiaskan amarah setiap kali
mereka pulang.
Belakangan ini, memang suaminya telah berubah menjadi baik dan tidak seperti sebelumnya lagi. Hanya saja,Wulan takut bahwa jika mereka kembali ke rumah orang tuanya, Wira akan kembali menjadi seperti dulu lagi.
Namun, kakaknya mengirim surat dan mengatakan bahwa kakak iparnya sedang sakit dan ingin bertemu dengan Wulan. Oleh karena itu, Wulan. harus pulang untuk menjenguknya.
Wira mengedipkan matanya sambil berkata,
"Kalaupun Kakak Kedua memukulku, demi menghargai istriku tercinta, paling-paling aku hanya akan meludahinya, hehe!"
Tentu saja, Wira hanya bercanda.
Kakaknya Wulan adalah seorang sarjana, jadi dia tidak mungkin akan bertindak kasar. Mendengar ucapannya, Wulan tertawa terbahak-bahak.
"Sayang, kamu terlalu baikpadaku, rasanya seperti mimpi. Kadang-kadang aku takut ini hanya mimpi,dan aku akan terbangun kehilangan segalanya."
"Maafkan aku, dulu aku sangat bodoh,seharusnya aku tidak
memperlakukanmu seperti itu." Wira mewakili pemilik tubuh sebelumnya meminta maaf kepada Wulan.
"Tidak, suamiku selalu benar. Tanpa kesulitan masa lalu, kita tidak akan memiliki kebahagiaan sekarang!"
Dia menutup bibir Wira dengan tangannya yang ramping, matanya bersinar indah, dan pipinya semakin merah.
Wira terpaku sejenak, kemudian menundukkan kepalanya dan
mencium Wulan. Wajah Wulan semakin memerah dan dia berkata dengan suara pelan,
"Sayang, jangan begitu!"
Wira menggerutu pelan,
"Bukankahkerabat kita sudah pergi?"
"Ya!"
Wajah Wulan kini merah padam. Dia.berkata,
"Tapi sekarang di luar masih ada orang! Ada Danu yang sedang mengendarai kuda!"
Wira menengadah dan berteriak,
"Danu, hentikan keretanya!"
"Ah!"Danu melihat sekeliling. Saat ini, langit sudah terang, jadi Danu berkata,
"Kak Wira, tidak terlalu baik kan melakukan hal seperti itu di sini? Ini jalan umum!"
Baru-baru ini, banyak orang yang menyuruhnya menikahi seorang istri.Jadi, Danu mulai mengerti sedikit tentang masalah pernikahan.
Saking malunya, Wulan sampai ingin bersembunyi ke dalam tanah. Dia memarahi Wira,
"Jangan, nanti malam saja kita bicarakan lagi. Tidak boleh dilakukan di sini!"
"Apa sih yang kalian pikirkan? Bisa tidak pikiran kalian jangan sejorok itu!"
Sambil mendelikkan mata pada keduanya, Wira menggeser tirai kereta dan turun. Dia berjalan menuju tepi jalan sambil berkata,
"Aku kebelet buang air kecil. Apa itu melanggar hukum?"
Wulan dan Danu terdiam.
Kereta mereka memasuki kabupaten dan tiba di sebuah kediaman tiga lantai. Tempat itu dihiasi dengan dua ekor singa yang terbuat dari batu besar di depan pintu.
Di atas papan pintu yang berlatar belakang hitam terdapat kata yang ditulis dengan tinta emas, Keluarga Linardi"!
Di depan pintu, berhenti sebuah kereta kuda. Begitu Wira dan Wulan turun dari kereta, pelayan Keluarga Linardi berlari masuk ke rumah sambil meneriakkan,
"Tuan Muda Kedua, Nyonya Muda Kedua, Nona telah pulang! Orang itu juga sudah datang!"
Bab 51
Ekspresi Wulan berubah drastis, dia diam-diam melirik Wira sambil merasa gelisah.
Setiap kali suaminya datang, pelayan di rumah mereka tidak pernah memanggilnya "Tuan Muda", melainkan selalu memanggilnya "orang itu".
Suaminya selalu merasa murka setiap kali. Wira menghela napas diam-diam. Sudah tiga tahun sejak pernikahan mereka, tetapi Keluarga Linardi masih memanggilnya seperti itu. Tidak heran pemilik tubuh sebelumnya ini jengkel.
Tidak lama kemudian, seorang wanita muda dengan dua pelayan perempuan keluar dari pintu dengan buru-buru.
Pelayan perempuan itu mengenakan pakaian katun, sedangkan wanita muda itu mengenakan gaun satin panjang dipadukan dengan sedikit perhiasan.
Sikapnya lembut dan tenang, seperti seorang gadis yang terdidik dengan baik. Wanita muda itu memeluk Wulan dan air mata mengalir di pipinya.
"Wulan, Kakak Ipar tahu kamu telah banyak menderita."
Dua pelayan perempuan itu menatap marah kepada Wira, sementara dua pelayan laki-laki lainnya memegang tongkat kayu dengan ekspresi marah. Mereka hanya menunggu perintah dari wanita muda itu untuk segera maju dan mulai memukul. Danu dengan cepat berdiri di samping Wira. Wulan berkata dengan tergesa-gesa,
"Kakak Ipar, kamu sudah dengar sendiri, suamiku sudah memperlakukanku dengan baik sekarang."
Wanita muda itu menatap tajam kepada Wira dan berkata,
"Wulan, dia bahkan menggunakan namamu sebagai jaminan untuk meminjam uang kepada orang lain. Kenapa kamu masih membela pria yang tidak punya hati nurani ini?"
Wira merasa ada yang tidak beres.
Kabupaten begitu jauh dari Dusun Darmadi, bagaimana hal ini bisa tersebar sampai ke kediaman Keluarga Linardi?
Wulan segera menjelaskan,
"Kakak Ipar, itu hanya tindakan sementara.Suamiku sudah menyelesaikannya dan aku baik-baik saja, semuanya sudah berlalu!"
"Sudah sampai begini, kamu masih membelanya? Aku tidak mengerti apa yang bagus dari pria itu!"
Wanita muda itu memandang tajam kepada Wira dan menarik Wulan kembali ke kediaman. "Ayo, ada beberapa hal yang ingin Kakak Ipar katakan padamu. Biar kakakmu saja yang melayaninya!"
Wulan merasa tidak yakin dan berbalik menatap Wira.
"Pergilah!"
Wira memberikan sebuah bungkusan, isinya adalah hadiah yang disiapkan kemarin untuk Keluarga Linardi. Hadiahnya adalah 2 kilogram gula putih, 10 batang sabun wangi, 30 lilin,
1 set batu tinta, sebuah kuas, sepotong tinta pinus, dan selembar kertas perkamen.Semua ini bernilai lebih
dari 100.000 gabak.
Meskipun Keluarga Linardi tidak mengakui mantan pemilik tubuhnya ini setelah tiga tahun menikah,mereka tidak ragu untuk membiarkan Wulan membawa pulang uang ke rumah demi kebahagiaannya.Selama tiga tahun terakhir, Wulan telah membawa pulang total 300.000 gabak.Untuk mencapai kebahagiaan dalam pernikahan, bukanlah hanya urusan dua orang saja, tetapi juga melibatkan dua keluarga.
Jadi, Wira harus mengambil hati ayah mertua dan ketiga saudara iparnya itu. Melihat bungkusan tersebut, perempuan itu menggerutu,
"Kamu bahkan menyiapkan hadiah? Apa kamu datang untuk meminjam uang lagi?"
Wulan mengerutkan kening seraya berkata,
"Kakak Ipar, suamiku sekarang bisa menghasilkan uang, kami tidak kekurangan uang lagi!"
Perempuan itu menggerutu,
"Mau Bagaimana dia menghasilkan uang? Dia tidak bisa kerja berat, tidak punya keterampilan akademik, bahkan tidak mengerti tentang bisnis!"
Wulan membalas dengan agak kesal,
"Kakak Ipar, suamiku benar-benar bisa menghasilkan uang sekarang. Dia telah mendirikan tim penangkap ikan di desa dan bisa menghasilkan banyak uang setiap hari!"
"Berapa banyak uang yang bisa didapatkan dari menangkap ikan? Lagi pula, itu adalah pekerjaan orang biasa!"
Perempuan itu menggerutu dengan suara pelan. Perempuan itu membujuk dengan lembut,
"Wulan, kamu adalah putri Keluarga Linardi. Ayahmu memiliki peluang untuk bangkit kembali di istana. Sekarang, kamu bisa menikahi pria dari keluarga berada."
Wulan merasa dongkol ketika berkata,
"Kakak Ipar, seorang gadis yang baik tidak akan menikah dua kali. Aku sudah menikah dengan Wira, aku akan bersamanya sehidup semati!"
Perempuan itu mengedipkan matanya,
"Kamu masih ingat Mahendra dari Keluarga Silali?"
Wulan mengernyit ketika berkata,
"Ayahku telah melewati banyak pasang surut dan Keluarga Silali telah memutuskan hubungan dengan kami. Kenapa kamu menyebut orang dari Keluarga SIlali lagi? Bukankah kita tidak lagi berhubungan dengan mereka? Mengenai Mahendra, dulu aku memang pernah bertemu dengannya beberapa kali karena hubungan keluarga kita sangat baik.Tapi, dia itu orang licik dan aku tidak punya perasaan baik terhadapnya, apalagi berniat lain!"
Perempuan itu tersenyum tipis.
"Tapi,baru-baru ini, Mahendra datang ke rumah dan dia mengungkit namamu ketika berbicara dengan kakakmu. Kalian tumbuh dewasa bersama, dia masih mencintaimu dengan sepenuh hati. Kalau bukan karena dia dikurung di rumah, dia pasti akan datang untuk menikahimu. Bahkan sekarang, dia bersedia mengadakan upacara pernikahan yang megah dan resmi untuk menjadikanmu Nyonya Silali."
Wulan memasang wajah serius saat berkata,
"Kakak Ipar, Mahendra baru muncul sekarang karena mendengar Ayah akan bangkit lagi di istana. Apa kalian tidak bisa menebak rencananya? Mereka tidak menginginkan diriku, tapi mereka ingin memanfaatkan posisi ayahku untuk mendapatkan keuntungan lebih besar bagi Keluarga Silali."
Bab 52
Perempuan itu terkejut dan berkata,
"Kamu sama cerdasnya dengan kakakmu, dia juga mengatakan hal yang sama tentang Mahendra."
Wulan mengernyit dan berkata,
"Kalau begitu, kenapa kalian masih berusaha meyakinkanku?"
Perempuan itu menghela napas ringan, lalu menjelaskan,
"Pertama, demi kebaikanmu. Pemboros itu sering kali memukulmu dan bahkan menggadaikanmu. Bagaimana kakakmu bisa merasa tenang?"
"Suamiku benar-benar telah berubah dan memperlakukanku dengan baik sekarang, dia bahkan tidak pernah memukulku lagi!"
Wulan menjelaskan lagi.
Namun, dia juga tahu sulit bagi kakak dan kakak iparnya untuk percaya dengan ucapannya, bahkan Wulan sendiri pun merasa seperti sedang bermimpi.
"Kedua, demi Ayah!"
Perempuan itu berkata dengan wajah muram,
"Ayah memiliki peluang untuk bangkit kembali, tetapi kondisi di ibu kota sangat sulit. Dunia politik penuh dengan intrik dan segala hal membutuhkan perencanaan yang baik. Kalau tidak, kita akan terkekang di setiap langkah. Ayah menjalankan tugasnya dengan jujur, tetapi kekuatan Keluarga Linardi terbatas.
"Kita membutuhkan dukungan keluarga yang dapat diandalkan. Hubungan antara keluarga kita dan Keluarga Silali sudah lama terjalin.Memang hubungan kedua keluarga ini pernah mengalami rintangan. Tapi,kalau kamu menikah dengan Mahendra, kita bisa memperbaiki hubungan tersebut dan kedua belah pihak juga akan merasa tenang. Ini adalah pesan yang ingin disampaikan kakakmu. Tindakan ini akan menguntungkanmu dan keluarga kita."
Wulan meletakkan bungkusan tersebut dan berkata,
"Kalau ini untuk memenuhi kewajiban sebagai anak yang berbakti kepada Ayah, aku bahkan bersedia mengorbankan diriku.Tapi, kalau menyuruhku mengkhianati suamiku dan menikah lagi dengan Keluarga Silali, beri tahu Kakak bahwa aku tidak akan pernah setuju! Ini adalah hadiah yang kami persiapkan untuk kalian. Sekarang aku akan pergi menemui Kakak."
Kakaknya tidak tega menegur Wulan, biasanya pesan yang sulit disampaikan selalu diberitahukan melalui kakak iparnya.
Kalau begitu, Wulan juga akan menyuruh kakak iparnya untuk menyampaikan kembali pesannya.
"Sayang, sudah kubilang gadis ini tidak akan menyetujuinya. Kamu malah menyuruhku membujuknya lagi!"
Perempuan itu tersenyum getir sambil menggeleng. Kemudian, dia membuka bungkusan itu dan melihat isinya.
"Ini adalah lilin dari lemak daging, biasanya digunakan oleh tuan tanah. Tapi, Keluarga Linardi biasanya menggunakan lilin dari lemak sapi. Ini bisa diberikan kepada para pelayan."
"Wah, ini adalah sepasang kuas, batu tinta, tas perkamen, dan tinta pinus yang bagus. Totalnya seharga 20.000 gabak. Dari mana pria boros itu mendapatkan begitu banyak uang?"
"Apa ini? Kelihatannya seperti sabun, tapi wanginya harum sekali. Entah bagaimana khasiatnya dalam menghilangkan noda?"
"Lalu, yang ini benda apa ya? Bentuknya putih seperti kristal, rasanya lebih manis dari gula merah."
"Jangan-jangan, ini adalah gula pasir kristal yang terkenal di ibu kota!"
Melihat Wulan dan kakak iparnya masuk ke kediaman Keluarga Linardi, Wira juga merapikan pakaiannya dan ikut bersama mereka.
Wira selalu menyelesaikan masalahnya sendiri. Tidak sesuai gayanya untuk menghindar dan membiarkan perempuan yang membantunya menyelesaikan masalah.
"Orang yang berani masuk tanpa izin dari Tuan Muda Kedua, akan kami usir dengan pukulan!" ancam kedua pelayan Keluarga Linardi sambil menghalangi Wira dengan memegang tongkat.
Danu tidak tahan lagi. Sebenarnya, dia bisa saja menjatuhkan kedua pelayan itu dengan mudah.Namun, ini adalah rumah ayah mertua Wira. Apa jadinya kalau mereka memaksa masuk dengan kekerasan?
Tanpa memedulikan kedua pelayan itu,
Wira melangkah maju.
Kedua pelayan itu siap menyerang dengan tongkat kayu mereka, tetapi Wira mengayunkan lengannya ke arah mereka.
"Aduh!"
Ada sesuatu yang menghantam dahi mereka dan kedua pelayan itu berteriak kesakitan. Begitu melihat benda yang mengenai kepala mereka,tatapan kedua orang itu langsung berbinar.
Benda itu adalah dua buah kepingan uang, masing-masing harganya senilai 1.000 gabak.Setelah memungut uang itu, keduanya diam-diam memasukkannya ke dalam saku. Ketika Wira berjalan masuk ke halaman, barulah kedua orang itu berteriak,
"Gawat, Tuan Wira menyelinap masuk!"
Tuan Wira ini benar-benar pemboros, baru bertemu saja sudah memberikan uang 1.000 gabak.
Tuan Muda Keluarga Silali yang merupakan keluarga kaya di kabupaten saja tidak memberikan sepeser pun sewaktu datang. Memang dasar pelit!
"Sialan, teriak-teriak apaan!"
Terdengar teriakan marah dari halaman belakang. Selanjutnya,muncul dua orang pemuda dari sana.Tuan Muda Kedua Keluarga Linardi yang bernama Harsa Linardi berdiri di depan. Dia mengenakan jubah sutra dengan sabuk dan kalung giok.Penampilannya tampak sopan dan tampan, meskipun wajahnya pucat.Di belakangnya adalah Mahendra dari Keluarga Silali. Wajahnya penuh dengan ekspresi bangga.Wira memicingkan matanya sejenak.
Tadinya, dia masih bertanya-tanya mengapa masalah dia menggadaikan Wulan untuk meminjam uang bisa sampai beredar sejauh ini. Ternyata semua ini ulah orang ini.
Harsa memelototi Wira dan menggeram.
"Dasar berengsek! Berani-beraninya kamu menginjakkan kaki di kediaman ini setelah memperlakukan adikku seperti itu! Kamu pikir keluarga intelektual tidak akan memukul orang? Pelayan,patahkan kaki orang ini!"
Bab 53
Kedua pelayan itu maju untuk memukul kedua kaki Wira dengan tongkat kayu, sama sekali tidak mengingat uang yang telah diberikan oleh Wira sebelumnya.
Kontrak jual diri mereka masih berada di Keluarga Linardi. Jadi, mereka adalah orang-orang Keluarga Linardi dan tidak diperbolehkan membangkang sama sekali.
Wira juga tidak menghindar dari serangan mereka. Wajar saja, siapa yang tidak marah kalau adiknya digadaikan?
Bruk! Bruk!
Di saat-saat kritis, Danu langsung memelesat ke hadapan Wira untuk mengadang. Tongkat kayu yang diayunkan itu mengenai kedua kakinya!
Tongkat kayu itu patah!Danu terlihat baik-baik saja. Dia berjalan ke belakang Wira dengan kakinya yang masih kokoh.
Kedua pelayan itu sontak terperangah sambil memegang tongkat kayu yang telah patah di tangan mereka.
Mahendra menatap Danu lekat-lekat dengan sorot mata berbinar. Entah apa yang sedang dipikirkannya.
"Pantas saja kamu berani datang untuk berbuat onar di sini. Ternyata kamu bawa pengawal ya!"Harsa tertawa sinis,
lalu berbalik menghadap pelayan keluarganya sambil berkata,
"Panggil petugas pengadilan. Suruh mereka bawa senjata lengkap, aku mau lihat siapa lagi yang berani berbuat semena-mena di sini."
Kedua pelayan itu langsung bergegas pergi.Ekspresi Danu berubah seketika. Dia bisa menghadapi 10 orang dengan tangan kosong.
Namun, jika menyuruhnya melawan pasukan berbaju zirah, bersenjatakan pedang dan busur, mungkin akan sangat sulit baginya.
Wira tersenyum lebar dan berkata,
"Kak, kalau kamu memanggil orang dari kantor kabupaten dan membuat keributan besar, apakah itu akan membuat Keluarga Linardi terlihat lebih baik?"
Harsa mengernyit dan mengangkat tangannya, memberi isyarat kepada para pelayan itu untuk berhenti. Mahendra tersenyum mengejek dan berkata,
"Kalau kamu masih tahu malu, kamu tidak akan menggadaikan istrimu kepada tuan tanah yang kaya."
Mendengarnya, sorot mata Wira menjadi dingin.Manusia licik ini telah menjebak pemilik tubuh sebelumnya untuk melakukan pinjaman, sekarang malah menghasut orang Keluarga Linardi.
Lantaran telah berulang kali Mahendra mencari gara-gara dengannya, sepertinya sudah saatnya bagi Wira untuk memberi pelajaran kepada orang ini.Mahendra mendongak dan berkata,
"Wira, kamu tidak usah melihatku dengan tatapan seperti itu. Keluarga kami adalah sahabat lama, aku dan Wulan juga teman semasa kecil. Setelah mendengar perlakuanmu terhadapnya, tentu saja aku harus memberi tahu Kak Harsa. Kamu tidak pantas untuk Wulan, juga tidak pantas menjadi menantu Keluarga Linardi!"
Sebelum Wira sempat berbicara,
terdengar sebuah suara yang merdu dari luar.
"Pantas atau tidak, kamu tidak berhak memberi penilaian. Kamu ini hanya orang luar. Sebagai orang yang bersangkutan, hanya aku yang tahu seberapa baiknya suamiku ini. Sepertinya aku yang tidak pantas untuknya!"Wulan beranjak masuk ke dalam halaman.
Penampilannya tampak mencolok di mata semua orang.Dia mengenakan gaun merah yang terikat di pinggang. Tubuhnya langsing dan tinggi, pinggangnya tampak ramping bagaikan jam pasir.
Bentuk matanya bulat dan besar, dengan pipi merah muda yang menawan. Matanya yang indah mencerminkan keanggunan dan keindahan, membuat orang yang melihatnya menjadi terpesona. Mahendra sontak terkesima.
Dia benar-benar tidak pernah menyangka bahwa dalam waktu 3 tahun, gadis yang dulunya seperti adik kecilnya bisa tumbuh menjadi sosok yang begitu menawan. Wulan bahkan tidak kalah cantik dengan aktris terkenal di kota ini.
"Wulan!"
Harsa buru-buru menghampirinya dan berkata dengan mata berkaca-kaca,
"Kamu kurusan!"
Dalam keluarga besar seperti mereka, biasanya anak laki-laki akan lebih diutamakan daripada anak perempuan. Namun, Keluarga Linardi adalah pengecualian karena mereka memiliki tiga putra dan satu putri.Mereka semua memanjakan satu-satunya putri mereka.
Sebagai kaum terpelajar, hal ini jugalah yang menjadi alasan bagi mereka untuk menentang adiknya ini menikah ke pedesaan.Orang-orang di desa biasanya tidak cukup makan. Di sana juga banyak perampok yang mengancam nyawa mereka setiap saat.
"Kakak, aku tahu Kakak menyayangiku! Tapi, sekarang hidupku sangat bahagia. Suamiku sudah berbeda dengan sebelumnya, dia memperlakukanku dengan baik."
"Lihatlah bajuku dan perhiasan baruku ini! Semua ini dipilih dan dibeli oleh suamiku. Jangan salahkan dia lagi, kalau tidak, aku juga akan merasa sedih!"
Wulan menarik ujung pakaian kakaknya dan membujuknya dengan manja bagaikan seorang gadis kecil.
"Kamu... aku... haeh!"
Saat masih kecil, gadis ini sering membuat masalah dan selalu merengek meminta tolong pada kakaknya dengan manja. Setiap kali, Harsa selalu saja luluh dan membantu adiknya ini. Sekarang, melihat sikap adiknya yang seperti ini, kemarahan Harsa langsung sirna dan dia menatap tajam ke arah Wira.
"Huh!"
Wulan mengepalkan tangannya dan memberi isyarat kepada Wira.
Wira mengacungkan jempolnya, seolah-olah memuji istrinya hebat.Melihat hal ini, Mahendra menjadi kesal.
Namun, dia tetap berkata dengan wajah tersenyum, "Wulan, aku setuju bahwa kamu ini sangat luar biasa. Tapi, aku keberatan kalau kamu mengatakan dia ini luar biasa. Aku dan kakakmu ini sama-sama sarjana tingkat tinggi. Atas dasar apa kamu memujinya yang hanya sarjana tingkat rendah ini di hadapan kami!"
Harsa juga menambahkan,
"Wulan,jangan merendahkan dirimu sendiri. Kamu pantas bersanding dengannya. Seandainya wanita diperbolehkan mengikuti ujian sarjana, kamu sudah pasti akan lulus. Mana mungkin kamu tidak bisa bersanding dengan orang ini yang hanya sarjana tingkat rendah?"
Wulan merasa tidak terima, lantas dia memprotes,
"Kakak, kamu tidak mengerti. Suamiku itu....!"
Bab 54
Dalam beberapa hari terakhir, banyak sekali hal yang telah dilakukan suamiku. Mulai dari mendirikan tim penangkap ikan, mengambil alih jabatan kepala desa, mengadakan rapat dengan warga desa, membuka kantin, dan mendirikan tim pembuat sabun.
Dia telah menggunakan cara-cara untuk mendapatkan dukungan rakyat dan telah menunjukkan kualitas kepemimpinan yang luar biasa. Bagaimana seorang kutu buku yang hanya tahu teori bisa dibandingkan dengan semua itu?
Namun, Wira malah menginterupsi,
"Wulan, apa yang dikatakan kakakmu memang benar. Mereka semua lebih unggul daripada aku! Aku hanya seorang pelajar desa yang kecil, tidak bisa dibandingkan dengan mereka."
Mahendra dengan bangga mengangkat kepalanya,
"Dik Wulan, lihatlah, untung saja dia tahu diri!"
"Sudah belajar selama ini kamu masih belum mengerti arti 'lapang dada'?"
Wulan berkata dengan wajah serius,
"Selain itu, tolong panggil namaku, jangan lagi memanggilku 'adik', kita tidak sedekat itu."
Wajah Mahendra memerah, lalu menjadi pucat. Kemarahannya langsung memuncak.
Wira menggelengkan kepala.
"Emosi pemuda ini benar-benar tidak stabil.Baru diprovokasi sedikit saja sudah langsung naik pitam."
"Sudahlah, Wulan. Dia ini tamu,kenapa kamu bicara seperti itu!"
Kemudian, Harsa membujuk dengan suara lirih,
"Cari kakak iparmu, minta dapur untuk membuat makanan kesukaanmu. Aku yang akan mengurus Wira, aku tidak akan mengusirnya lagi."
Wulan menunjukkan ekspresi tidak percaya. Namun, setelah melihat Wira mengangguk, dia akhirnya berbalik dan pergi ke halaman dalam.
Melihat ekspresi adik perempuannya, Harsa memperhatikan Wira dengan heran. Setelah tidak bertemu selama setengah tahun, pecundang ini seolah-olah telah berubah menjadi orang lain.Dia tidak lagi merasa rendah diri di hadapan Harsa.
Sebelumnya, ketika melihat Harsa yang merupakan seorang sarjana berprestasi, Wira selalu tampak ketakutan karena dia sendiri hanya seorang sarjana kecil di desa.
Namun sekarang, dia tampak tenang. dan penuh keyakinan. Dari reaksi Wulan tadi, tampaknya dia benar-benar jatuh cinta pada pecundang ini.
Sebelumnya, Wulan melindungi suaminya ini karena merasa bersyukur telah menikahinya dalam keadaan sulit. Sekarang, Wulan terlihat berbeda, seolah-olah hatinya telah diberikan kepada Wira. Dia selalu saja membela Wira setiap saat.Dalam situasi saat ini, seorang pelajar dari desa kecil seperti Wira sudah pasti tidak akan bisa membahagiakan Wulan. Jika memisahkan mereka secara paksa dan menikahkan adiknya ke Keluarga Silali, kehidupan Wulan pasti akan lebih terjamin.
Namun, mengingat sifat adik perempuannya, dia pasti akan membenci Harsa seumur hidup dan tidak akan pernah berhubungan dengannya lagi.
Ketika Harsa merasa dilema, tiba-tiba seorang pelayan masuk dengan terburu-buru, membawa secarik undangan,
"Tuan Muda Kedua, ada seorang Tuan Indra yang mengaku sebagai teman lama Anda ingin berkunjung!"
"Tuan Indra!"
Harsa mengerutkan kening, lalu melihat tulisan di undangan itu dengan tersenyum tipis.
"Ikuti aku untuk menyambut teman lama, dia adalah seorang sarjana yang berhasil masuk melewati dua ujian kenegaraan.
Kalau kalian bisa mendapatkan petunjuk darinya, kemampuan belajar kalian pasti akan melonjak."
Mahendra terkejut,
"Sarjana yang berhasil lulus dalam dua ujian!"
Ada tiga kategori sarjana, yaitu juara pertama, juara kedua, dan juara ketiga dalam ujian negara.Ada 30 orang sarjana yang berhasil masuk dalam ujian kedua, dan 300 orang sarjana yang berhasil masuk dalam ujian ketiga. Orang yang berhasil masuk dalam ujian kedua adalah orang yang memiliki bakat dan keahlian dalam politik.
Wira mengikuti mereka dengan enggan. Dia tidak berniat untuk mengikuti ujian negara lagi. Apa gunanya menjadi juara pertama jika pada akhirnya dia harus membungkuk kepada pemimpin negara? Dia tidak tertarik menjadi seorang "penjilat".
Lebih baik dia mengembangkan teknologi, melatih tubuhnya, dan menikmati kebersamaan dengan istri cantik.
Bukankah itu lebih menyenangkan?
Ketiga orang itu sampai di depan pintu. Di depan kereta kuda yang tua, berdiri seorang pria paruh baya dengan baju yang terbuat dari kain katun.
Harsa buru-buru menuruni tangga dan membungkuk sambil menyapa,
"Tuan Indra, lama tidak bertemu!"
Tuan Indra memberikan salam balik,
"Tuan Harsa, senang bertemu denganmu!"
Mahendra membungkuk dengan hormat.
"Namaku Mahendra, aku adalah salah satu sarjana tingkat tinggi. Selain itu, aku adalah putra sulung Keluarga Silali di kabupaten ini. Keluarga Silali dan Keluarga Linardi memiliki hubungan yang erat. Sudah lama aku ingin bertemu dengan Tuan Indra."
Tuan Indra tersenyum dan menganggukkan kepala,
"Tuan Mahendra, senang bertemu denganmu!"
Wira berdiri di atas tangga dan melihat-lihat. Dia tidak berniat ikut campur karena lingkungan mereka berbeda!
Namun, tak disangka, Mahendra malah berbalik dan berteriak,
"Wira,padahal kamu juga seorang sarjana, tapi kamu sama sekali tidak mengerti etika. Tuan Indra adalah seorang sarjana yang berhasil lulus dalam dua kali ujian negara. Kak Harsa saja turun dari tangga untuk menyambutnya.Kamu yang notabene hanya seorang murid kecil malah berani berdiri di atas tangga,kamu benar-benar tidak sopan!"
Dia berhenti sejenak dan kemudian berkata lagi,
"Tuan Indra jangan perhitungan dengannya. Dia adalah seorang penduduk desa yang hanya belajar beberapa tahun dan beruntung menjadi sarjana tingkat rendah.
Aku mewakilinya minta maaf karena dia tidak tahu sopan santun."
Bab 55
Wira tidak tahan lagi, dia langsung memaki,
"Atas dasar apa kamu mewakiliku? Kalau di zaman kuno, ada anak yang masuk ke kemiliteran untuk menggantikan ayah mereka dan melunasi utang ayah. Kalau kamu mau mewakiliku minta maaf, bagaimana kalau kamu bersujud padaku dan memanggilku ayah?"
Mahendra marah besar,
"Kamu!"
Tuan Indra tersenyum ringan,
"Tuan Harsa, orang ini cukup menarik. Kamu tidak mau memperkenalkannya?"
Sebagai orang yang sudah lama berkecimpung dalam dunia politik, Indra sangat jelas bahwa Mahendra sedang mencari kesempatan untuk menghina orang.Indra sendiri juga tidak menyukai perilaku orang yang menghina dan memuja seseorang secara berlebihan.
"Orang ini ... haeh!"
Setelah melirik Wira, Harsa menggelengkan kepala. Dia tidak bisa mengucapkan kata "adik ipar" secara terang-terangan.
Mahendra melanjutkan,
"Tuan Indra, dia ini seorang pemalas. Dia tidak masuk sekolah selama tiga tahun dan menghabiskan semua harta keluarganya. Baru-baru ini, dia bahkan menggadaikan istrinya,tanah pertanian, dan tanah leluhur sebagai jaminan Hampir saja juga, dia menjual dirinya sebagai budak."
Tuan Indra mengerutkan keningnya dan berkata,
"Tuan Mahendra, hati-hati dengan ucapanmul Aku tidak terlalu mengenal orang ini, tapi dia sepertinya bukan tipe orang seperti itu."
Indra memiliki kemampuan untuk mengamati orang. Setiap orang memiliki karakter dan aura yang berbeda.Dari sekilas, pemuda ini hanya terlihat tampan.
Namun, setelah diperhatikan dengan saksama, sebenarnya dia memiliki aura yang luar biasa.Seseorang dengan aura seperti ini,biasanya memiliki kekuasaan besar atau pengetahuan yang luas.
Mahendra menjadi gelisah,
"Tuan Indra, semua ucapanku itu benar. Anda bisa menanyakannya kepada Tuan Harsa!"
Tuan Indra langsung berbalik. Harsa mengangkat tangannya seraya berkata, "Tuan Indra, apa yang dikatakan oleh Tuan Mahendra memang fakta. Ceritanya panjang, lain kali baru aku ceritakan kepadamu!"
"Oh!"
Setelah itu, Indra memasuki kediaman Keluarga Linardi. Ketika berpapasan dengan Wira, dia mengangkat tangan dan berkata,
"Anak Muda, aku yakin bahwa aku tidak akan salah menilai seseorang. Kalau Anda benar-benar seperti yang mereka katakan, pasti ada cerita yang tersembunyi di baliknya!"
"Terima kasih!"
Lantaran Indra begitu menghargainya, Wira juga terpaksa ikut masuk dengan mereka.Wira juga tidak menyangka bahwa penilaian Tuan Indra ini ternyata sehebat itu. Sifat Wira sama sekali berbeda dengan pemilik tubuh. sebelumnya, jadi dia tidak mungkin melakukan hal seperti itu. Keempat orang itu masuk ke ruang utama dan duduk sesuai urutan sebagai tuan rumah dan tamu.
Selagi pelayan Keluarga Linardi menyiapkan teh, para tuan rumah dan tamu saling bertegur sapa terlebih dahulu. Indra tiba-tiba mengalihkan topik,
"Dalam beberapa tahun terakhir, masalah perbatasan semakin sering terjadi. Keuangan pemerintah semakin sulit dan peningkatan pajak di setiap kabupaten menjadi makin tinggi. Apakah kalian punya strategi yang baik?"
Mahendra bergumam,
'Tuan Indra berniat menguji wawasanku dan si pecundang ini dengan masalah politik. Aku harus menjawabnya dengan baik untuk menekan pecundang ini.'
Mahendra terlebih dahulu memberikan usul,
"Kalau ingin meningkatkan pajak, tidak lain adalah melalui sektor pertanian dan perdagangan. Dari sektor perdagangan, kita bisa meningkatkan pengawasan di pos pemeriksaan dan
mengawasi transaksi barang.Fungsinya adalah untuk mencegah penyelundupan dan pelarian pajak.Dengan begini, pasti bisa meningkatkan penerimaan pajak."
"Dari sektor pertanian, kita bisa mengirim lebih banyak petugas ke desa untuk melakukan pengawasan pencatatan penduduk dan penangkapan para pengungsi gelap.
Begitu pencatatan setiap rumah tangga meningkat, maka penerimaan pajak juga pasti akan meningkat."
Harsa menggelengkan kepala. Kedua poin itu adalah omong kosong yang sudah sering didiskusikan. Semua kantor pemerintahan kabupaten menjalankan sistem yang sama, tetapi tidak ada hasil yang nyata.
Jika benar-benar ingin menaikkan pajak, mereka hanya bisa turun tangan pada tuan tanah, kaum bangsawan, kelompok berpengaruh, dan keluarga terhormat.
Namun, Mahendra malah tidak menyebutkan satu pun dari semua itu.
"Hehe, lumayan juga!"
Tuan Indra mengangguk dengan senyum tipis, lalu berpaling kepada Wira.
"Apakah Anda punya strategi yang baik, Nak?"
"Ini adalah urusan negara, mana mungkin anak muda sepertiku bisa mengerti? Aku tidak ingin terlihat sok hebat di hadapan ahlinya!"
ucap Wira Seraya menggelengkan kepalanya.
Dia hanya berniat untuk duduk sebentar demi menghargai kakak iparnya. Setelah ini,diam lalu pergi menjual sabun.
Apa gunanya sekelompok kutu buku ini hanya membicarakan teori politik? Indra tetap membujuknya,
"Anak Muda, kalau tidak mau membicarakan masalah negara, bagaimana kalau kita mengobrol santai saja!"
Mahendra mencemooh,
"Tuan Indra,dia hanya seorang pelajar kecil yang bahkan tidak bisa lulus ujian kenegaraan. Mana mungkin dia paham soal pajak negara?"
Sebelum Wira berkata apa-apa, Indra sudah menatap Mahendra dengan wajah dingin,
"Anak Muda, prestasi bukanlah pengetahuan, itu hanya menunjukkan bahwa Anda bisa lulus ujian. Tokoh-tokoh pahlawan zaman dulu juga tidak lulus ujian negara, lalu apa kamu berani mengatakan mereka tidak mengerti urusan negara?"
"Tuan Indra, maafkan kelancanganku!"
Ekspresi Mahendra langsung berubah.
Dia segera meminta maaf dengan keringat dingin yang mengucur dari dahinya.Tokoh zaman dahulu memang banyak yang memiliki pengaruh besar dalam pemerintahan. Mungkin Tuan Indra juga merupakan salah satu murid dari tokoh-tokoh besar itu. Indra bahkan tidak lagi memanggil Mahendra dengan sebutan
"Tuan". Hal ini menandakan bahwa Indra menganggapnya hanya pemuda yang tidak tahu apa-apa.
Bab 56
Tuan Indra mengarahkan pandangannya kembali kepada Wira,
"Anak Muda, mari kita bicara tentang hal lain!"
"Sepertinya, kalau aku tidak mengatakan sesuatu hari ini, Tuan Indra tidak akan membiarkanku pergi!"
Wira berkata dengan putus asa,
"Aku memang tidak mengerti tentang pajak, tapi aku bisa membahas tentang menghasilkan uang!"
"Menghasilkan uang!"
Tatapan Tuan Indra menjadi berbinar ketika berkata,
"Silakan ceritakan!"
Mengumpulkan pajak memang berarti menghasilkan uang. Cara Wira menyebut hal ini sangat unik!
Harsa memandang tajam ke arah Wira dan membatin,
'Dia menganggap urusan negara seperti urusan biasa!'
Mahendra menghela napas ringan.
Dia tidak akan percaya bahwa seorang petani desa bisa memiliki pemahaman yang lebih baik tentang pajak.
Wira mengangkat alisnya, lalu melanjutkan,
"Kalau mau menghasilkan uang, tentu saja harus dari orang yang kaya. Kalau targetnya cuma rakyat biasa yang hidupnya menderita, malah menghabiskan waktu dan tenaga saja, tapi tidak bisa dapat banyak untung."
Tuan Indra tertawa terbahak-bahak,
lalu berkata,
"Hebat sekali, Anak Muda! Tapi, mau bagaimana mendapat uang dari mereka?"
Harsa dan Mahendra merasakan hawa dingin yang menjalar dari punggung mereka. Sebab, mereka berdua adalah orang kaya.
Wira berkata,
"Menghancurkan tembok antara pasar-pasar kota, sehingga tidak ada lagi pembatasan wilayah perdagangan. Setiap tempat bisa dipakai untuk berbisnis."
Sistem kota dan pasar yang ada saat ini adalah memisahkan wilayah tempat tinggal dan wilayah bisnis dengan tembok tinggi yang memisahkan pasar-pasar.Terdapat tembok tinggi yang memisahkan pasar-pasar kota. Pagi hari, ketika pasar dibuka dan matahari terbenam saat pasar ditutup,
pemerintah akan memukul gendang dan menutup pintu besar pasar.Keuntungannya adalah pemerintah dapat dengan mudah mengendalikan kota, tetapi kerugiannya adalah perdagangan menjadi tidak nyaman.
Dari sejarah yang diketahuinya, setelah dihapuskan sistem pasar kota,bisnis menjadi berkembang pesat,pemasukan pemerintah meningkat drastis, dan tidak ada lagi masalah kekurangan uang.
Tuan Indra mengangguk sambil berkata, Wira berkata,
"Menghancurkan tembok antara pasar-pasar kota, sehingga tidak ada lagi pembatasan wilayah perdagangan. Setiap tempat bisa dipakai untuk berbisnis."
Sistem kota dan pasar yang ada saat ini adalah memisahkan wilayah tempat tinggal dan wilayah bisnis dengan tembok tinggi yang memisahkan pasar-pasar.Terdapat tembok tinggi yang memisahkan pasar-pasar kota. Pagi hari, ketika pasar dibuka dan matahari terbenam saat pasar ditutup,
pemerintah akan memukul gendang dan menutup pintu besar pasar.Keuntungannya adalah pemerintah dapat dengan mudah mengendalikan kota, tetapi kerugiannya adalah perdagangan menjadi tidak nyaman.
Dari sejarah yang diketahuinya, setelah dihapuskan sistem pasar kota,bisnis menjadi berkembang pesat,pemasukan pemerintah meningkat drastis, dan tidak ada lagi masalah kekurangan uang.
Tuan Indra mengangguk sambil berkata, "Ini memang berguna!"
Kalau di setiap sudut kota terdapat toko-toko, pembelian dan penjualan akan menjadi lebih mudah, dan pajak tentunya juga akan meningkat.
Wira menambahkan,
"Hancurkan tembok saja tidak cukup, kita juga perlu menciptakan ekonomi malam!"
"Izin bertanya,apa itu ekonomi malam?" tanya Tuan Indra dengan hormat.
Wira mengangkat bahunya dengan frustrasi dan menjelaskan,
"Mengizinkan bisnis beroperasi di malam hari, seperti grup teater dan festival lampu. Hiburan ini akan mengundang orang untuk keluar dan bermain di malam hari, serta menjual makanan ringan di tepi jalan. Dengan begitu, orang tidak akan tinggal di rumah pada malam hari, mereka semua akan keluar untuk jalan-jalan."
"Orang kaya akan berbelanja atau menikmati hiburan, sementara orang miskin akan mulai mencari nafkah. Seluruh kabupaten ini akan menjadi lebih meriah."
Meskipun pemilik tanah, bangsawan, dan orang-orang kaya memiliki uang, tetapi tidak ada terlalu banyak tempat untuk menghabiskannya.Tuan Indra menyipitkan matanya dan berkata dengan antusias,
"Pandangan Anda sangat bagus!"
Di zaman dahulu, masih diberlakukan jam malam. Orang-orang dilarang keluar pada malam hari, semuanya harus tetap di rumah. Baik orang kaya maupun miskin, tidak ada kesenangan di rumah, sehingga membuat mereka merasa bosan.Jika bisnis dapat berjalan pada siang hari dan juga pada malam hari,pemasukan pajak akan semakin meningkat.
Harsa melihat Wira seolah-olah tidak mengenalinya lagi, merasa bahwa
"adik iparnya" ini telah berubah.
Wira mengerucutkan bibirnya, padahal ini bukan ide yang brilian!
"Di seluruh daerah akan ada toko-toko dan malam hari akan menjadi pemandangan yang lebih hidup.Semua ini akan menjadi buah bibir bagi semua orang!"
Mahendra menggelengkan kepalanya dan menentang,
"Tuan Indra, setiap hal pasti ada pro dan kontranya. Dengan menghancurkan tembok pasar kota dan melanggar larangan malam,jumlah perampok dan penjahat akan meningkat pesat. Rencana ini mungkin terlihat baik, tetapi memiliki risiko yang sangat besar!"
"Anak Kecil, kita bisa mengirim lebih banyak polisi untuk menghadapi pencuri. Tidak boleh menahan langkah hanya karena takut terjebak dalam situasi yang buruk."
Setelah melemparkan sekilas pandang kepada Mahendra, Tuan Indra memandang Wira sambil membungkuk,
"Silakan lanjutkan!"
Mahendra merasa marah.
Tuan Indra memanggilnya "Anak Kecil", tapi dia malah memanggil Wira
"Anak Muda".
Posisi Mahendra tidak bisa menandingi Wira di dalam hati Indra.
Wira berdiri dan berkata,
"Asalkan hal.itu bisa dijalankan saja sudah cukup.Selama suasana kota tetap meriah, jumlah penduduk yang mencari mata pencaharian akan bertambah. Para tuan tanah dan bangsawan dari desa-desa akan pindah ke kota, permintaan akan rumah di kota akan meningkat.Pemerintah bisa menjual tanah dan membangun rumah, memberikan mata pencaharian lebih banyak untuk rakyat."
"Ini adalah usul yang baik!"
Tuan Indra berdiri dan berkata,
"Sekarang aku akan kembali ke istana dan mengajukan proposal untuk menjelaskan manfaat menghancurkan tembok pasar kota!"
"Tuan Indra, berhati-hatilah!"
Dengan ekspresi cemas, Harsa mencoba menghalanginya,
"Sistem pasar kota adalah peraturan pemerintah, siapa pun yang berani mengusulkan penghapusan pasti akan menghadapi kecaman. Terlebih lagi, Anda sendiri!"
Tuan Indra mengernyit memikirkan hal ini. Dia tidak mendapatkan simpati dari Kaisar saat ini dan telah diasingkan ke tempat ini, bahkan saran dari dirinya mungkin juga tidak akan dihiraukan.
Wira berjalan keluar, sambil menimpalkan,
"Benar, langkah ini pasti akan menimbulkan kontroversi! Namun, keberadaan kita sebagai para sarjana adalah untuk mengabdikan diri kepada negara. Kita harus menetapkan tujuan hidup bagi rakyat, melanjutkan warisan para orang bijak terdahulu,dan menciptakan perdamaian abadi.Kita harus melakukan sesuatu."
Bab 57
Bum!
Perkataan Wira yang sederhana itu memberi dampak yang sangat kuat, mengguncangkan hati dan menggetarkan jiwa ketiga orang tersebut.
Dia mengungkapkan misi para sarjana di seluruh dunia, memungkinkan setiap orang yang berhasrat menemukan tempat yang tepat!
Dengan empat baris kalimat ini, kita dapat mencapai ketenaran di seluruh dunia, dikenang selama berabad-abad, dan meninggalkan jejak dalam sejarah!
Mahendra merasa iri.
"Kenapa kalimat-kalimat ini bisa keluar dari mulutnya!"
Ekspresi Harsa tampak rumit. Meskipun empat baris kalimat ini dapat membuat mereka memperoleh ketenaran, tanpa gelar kehormatan dalam ujian negara, Wira tidak akan mendapatkan pengakuan sosial dan tidak dapat menjadi menantu Keluarga Linardi.
"Mendedikasikan hati untuk negara, menetapkan tujuan hidup untuk rakyat, melanjutkan warisan para bijak terdahulu, dan membawa perdamaian ke seluruh dunia!"
Dengan suara gemetar dan air mata mengalir di pipinya, Tuan Indra bangkit dari kursinya dan mengejar keluar.Dia berteriak memanggil Wira,
"Tunggu aku, Tuan!"
Mahendra dan Harsa juga mengikutinya dari belakang. Namun,ketika mereka keluar, Wira dan kereta kudanya telah menghilang! Tuan Indra terkejut sejenak dan berkata,
"Tuan Harsa, apa hubungan Anda dengan Tuan itu? Apakah Anda tahu di mana dia tinggal? Aku ingin mengunjunginya!"
Mahendra menggigit bibirnya.
Panggilannya berubah dari
"Anak Muda" menjadi "Tuan", Tuan Indra terlalu memuja pria itu.Harsa menghela napas, lalu berkata,
"Hubungan kami cukup rumit, lebih baik tidak usah diceritakan. Kalau kamu ingin mengunjunginya, pergilah ke Desa Pimola, Dusun Darmadi,carilah yang namanya Wira!"
Hanya dengan empat kalimat itu saja masih belum cukup untuk membuat Keluarga Linardi mengakuinya sebagai menantu. Jika ingin menjadi menantu Keluarga Linardi, setidaknya harus mendapat gelar sarjana. Kalau tidak, hal ini akan membuat ayah mereka malu.Bagaimana mungkin keluarga sarjana bisa menerima menantu yang biasa-biasa saja!
"Desa Pimola, Dusun Darmadi!"
Tuan Indra mendengarnya dengan.mata berbinar, seolah-olah dia pernah mendengar tempat-tempat ini sebelumnya.
Drap drap drap!
Tiba-tiba, terdengar suara derap langkah kaki kuda. Seorang pengirim pesan membungkuk kepada Tuan Indra dan berkata,
"Tuan Besar, seorang pengacau Bernama Danur melaporkan kepada kantor kabupaten bahwa petugas keamanan dan polisi bekerja sama dan menyalahgunakan kekuasaan mereka!"
"Oh?"
Tuan Indra memicingkan matanya dan berbalik untuk memberi hormat kepada kedua orang itu.
"Tuan Harsa,Tuan Mahendra, sampai jumpa lagi!"
Kedua orang itu juga menangkupkan tangan untuk memberi hormat. Ketika Tuan Indra pergi, Mahendra baru berkata,
"Tak kusangka dia adalah Iqbal, Bupati yang baru menjabat?"
Harsa tersenyum ringan,
"Dia menggunakan nama samaran Indra, kamu seharusnya sudah menyadari itu sejak awal."
Mahendra menggerutu dengan tidak
acuh,
"Bukankah pecundang itu juga tidak kepikiran!"
Melihat kepergian kereta kuda itu,Harsa berkata,
"Sayangnya, meski dia lulus di ujian negara tingkat kedua, selama 5 tahun ini dia terus diturunkan jabatannya hingga menjadi bupati. Untung saja, semangatnya tidak berubah. Dia masih tetap ingin mengabdi kepada rakyat."
Mahendra berpamitan dengan Harsa dengan perasaan enggan dalam hatinya.Sekelompok orang kampungan itu sudah ditakdirkan untuk menjadi miskin. Siapa pun yang berjuang untuk mereka juga tidak ada gunanya! Harsa kembali ke kediamannya.
Istrinya membawa sebungkus gula putih dan sebatang sabun sambil berkata kepadanya dengan senang,
"Sayang, lihatlah dua benda ini. Ini seperti gula kristal yang laris di kota dan sabun ini lebih harum dan bersih daripada sabun biasanya. Kata Wulan, ini semua dibuat oleh Wira. Hebat juga dia!"
Harsa berkata dengan tidak acuh,
"Semua ini tidak pantas ditempatkan di ruang yang berkelas. Kalaupun semua ini adalah buatannya, apa gunanya kalau tidak bisa menghasilkan banyak uang seperti generasi ketiga Keluarga Silali yang berdagang garam?"
Wanita itu membuka mulutnya, tetapi.tidak mengatakan apa-apa.Sahabatnya di kota pernah memberitahunya bahwa gula kristal seperti ini sangat laris di sana. Jika gula kristal ini benar-benar buatan Wira, berarti dia tidak kalah dengan Keluarga Silali yang berdagang garam!Namun, dia juga tahu bahwa suaminya tidak suka dengan bisnis. Oleh karena itu, dia pun tidak banyak bicara lagi. Harsa berkata dengan suara berat,
"Nasihatilah Wulan, aku dan Ayah melakukan semua ini juga demi kebaikannya. Kalau dia memang bersikeras, beri tahu dia, Keluarga Linardi tidak akan mengakui suaminya itu kecuali dia menjadi sarjana. Keluarga Linardi adalah keluarga sarjana dari generasi ke generasi. Kami tidak akan membiarkan seorang menantu pelajar kecil mempermalukan nama keluarga."
Sambil menunjuk posisi kereta kuda Wira, tatapan Mahendra berkilat tajam ketika berkata,"Apa kamu tahu ke mana perginya orang itu?"
Ayahnya telah mempersiapkan sebuah perangkap untuk menjebloskan pecundang ini ke penjara!Kedua kereta berhenti di depan pintu, dan seorang pelayan Keluarga Silali segera berkata,
"Menjawab Tuan Muda, sepertinya dia pergi ke toko.
kelontong di jalan barat kota. Katanya, dia ingin menjual sesuatu yang disebut sabun!"
Mahendra memicingkan matanya sambil mendengus,
"Memangnya kenapa kalau orang kampungan itu bisa menyebutkan sajak terkenal?Bukankah sekarang dia tetap melakukan perdagangan rendahan untuk mendapat uang? Beri tahu semua toko di jalanan itu, siapa pun yang berani membeli sabunnya, berarti bertentangan dengan Keluarga Silali!"
"Baik, Tuan Muda!" ucap pelayan itu,lalu dia berbalik dan berlari kecil.
Mahendra memasang wajah kejam dan berkata,
"Pecundang, aku akan membuatmu ditolak di mana-mana.
Sampai pada akhirnya, kamu hanya bisa berlutut memohon padaku dan merelakan Wulan menjadi wanitaku!"
Dalam hierarki masyarakat zaman dahulu, meskipun pedagang memiliki banyak uang, tetap saja tidak ada kekuasaan.Hal ini juga yang menjadi alasan baginya untuk mengikuti ujian kenegaraan dan bahkan berusaha mendekati Keluarga Linardi dengan menikahi putrinya melalui pernikahan kedua.Lebih baik berkuasa daripada kaya!Danu mengendarai kereta ke pasar barat. Sepanjang perjalanan, wajahnya terlihat serius dan cemas.
Dia pernah pergi ke pengadilan bersama Doddy dan Sony untuk mengajukan gugatan. Tuan Indra tadi itu terlihat mirip sekali dengan Bupati.Namun, sepertinya juga ada yang berbeda.Sebagai seorang pejabat, Bupati seharusnya mengenakan jubah sutra brokat. Namun, Tuan Indra tadi itu hanya mengenakan pakaian katun.
Bab 58
Wira tersenyum tipis dan bergumam,
"Tuan Indra, menarik juga!"
Kereta kudanya tiba di Pasar Barat. Setelah menemukan sebuah toko kelontong yang cukup besar, Wira berjalan masuk ke toko itu.
"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?"
Melihat pakaian dan aura Wira yang luar biasa, penjaga toko itu keluar menyambutnya dengan tersenyum.
"Bawakan sebaskom air, aku akan menunjukkan sebuah kesempatan mendapatkan uang untukmu!" ucap Wira dengan nada sombong seraya meletakkan kedua tangannya di belakang punggung.
Dalam menjalankan bisnis, tidak hanya melulu soal keuntungan, tetapi juga harus mengandalkan aura. Jika tidak, kita malah akan jadi yang dikendalikan!
Penjaga toko itu ragu-ragu sejenak. Namun, melihat penampilan Wira yang mewah, dia menyuruh pelayan untuk membawakan air untuk Wira.
Wira mengeluarkan sabun itu dan mengajari pelayannya mencuci tangan. Dalam seketika, tangannya yang kotor itu langsung menjadi bersih!
Mata penjaga toko itu langsung berbinar. Dia mengambil sabun itu dan mencobanya,lalu mencium wanginya.
"Nama saya Suryono. Kalau boleh tahu, siapa nama Anda?"
Wira melambaikan tangannya dan berkata,
"Namaku Wira. Tuan Suryono, sebaiknya kita bahas soal bisnis!"
Suryono melihat sabun itu sekilas, lalu berkata sambil tersenyum,
"Tuan Wira, terus terang saja, sabun ini sangat wangi dan bersih.Para bangsawan dan nona-nona dari keluarga kaya pasti akan menyukainya. Kalau boleh tahu,Anda mau menjualnya dengan harga berapa?"
Wira mengangkat alisnya dan berkata,
"Aku membawa 1.000 buah sabun dan tidak berencana akan menjualnya secara eceran. Kalau Tuan Suryono mau, aku akan menjualnya dengan harga 1.000 gabak per potong! Dalam waktu 3 bulan ini, aku tidak akan menjualkannya lagi kepada orang lain. Eksklusif hanya untukmu!"
"Eksklusif ya. Boleh juga kalau 1.000 gabak per potong."
Penjaga toko itu merenung sejenak,
lalu menyetujuinya,
"Tapi, mohon Tuan tunggu sebentar. Uang 1.000 gabak itu bukan jumlah kecil, kami butuh waktu 2 jam untuk mempersiapkannya."
Wira tersenyum dan mengangguk.
"Boleh!"
Penjaga toko ini cukup cerdas dan berani. Melihat sabun ini adalah barang baru, dia berani mempertaruhkannya dengan uang 1.000 gabak!Keberanian seperti ini sangat langka di zaman ini!
Namun, benda yang semakin langka akan semakin berharga. Jika sudah punya langganan, benda ini akan bisa terjual dengan mudah.
Setelah keluar dari toko beberapa saat, penjaga toko.itu kembali dengan ekspresi yang buruk.
"Tuan Wira, saya tidak jadi membeli sabunmu. Mohon maaf!"
"Tuan Suryono tidak perlu merasa bersalah. Masalah jual beli memang harus kesepakatan dari kedua belah pihak. Lagi pula, kita juga tidak buat kontrak!"
Wira menyipitkan matanya dan berkata,
"Hanya saja, aku merasa cocok ketika pertama kali bertemu dengan Anda. Jadi, aku ingin tahu alasannya."
Penjaga toko itu menjawab dengan lirih,
"Tuan Wira, barang-barangmu memang bagus dan aku memang sangat menginginkannya.
Aku juga bisa mengumpulkan uangnya, tetapi toko ini disewa dari Keluarga Silali!"
"Aku mengerti!"
Emosi Wira langsung memuncak.
Namun, dia menahan amarahnya dan berkata,
"Tuan Suryono, apa toko kelontong di jalanan ini semuanya adalah milik Keluarga Silali?"
Mahendra sialan ini terus-menerus mencari masalah dengannya. Jika semua toko kelontong di jalanan ini adalah milik mereka, berarti dia tidak akan bisa menjual sabun ini lagi.
"Tidak semuanya!"
Penjaga toko itu berkata dengan suara rendah,
"Di seluruh jalanan ini, selain ada toko Keluarga Silali, ada juga milik Keluarga Wibowo dan Keluarga Sutedja. Tapi, ketiga keluarga ini saling menghormati satu sama lain.Kalau Tuan Wira ingin menjual sabun,Anda harus mencari orang dari Keluarga Silali untuk meredakan ketegangan."
"Terima kasih atas saran Tuan Suryono!"Wira mengeluarkan dua potong sabun dan meletakkannya di meja.
"Aku ingin tahu, toko mana yang merupakan milik Keluarga Silali, toko mana yang milik Keluarga Wibowo dan Sutedja!"
Penjaga toko menyimpan sabun itu dan membisikkannya kepada Wira.Setelah mencatatnya, Wira berjalan keluar.
Di pintu, Danu yang mengendarai kereta datang dan berkata,
"Kak Wira,apakah bisnisnya berhasil? Baru saja,pengemudi Keluarga Silali menemui Tuan Suryono dan melarangnya berbisnis dengan kita. Kalau tidak, mereka akan merebut toko miliknya!"
"Aku tahu, kita ke toko lain saja!"
Mereka menghindari toko-toko Keluarga Silali dan menuju toko-toko Keluarga Wibowo dan Sutedja.
Begitu memasuki toko kelontong Keluarga Sutedja, Wira mengeluarkan sabunnya dan berkata,
"Penjaga toko....!"
Sebelum Wira selesai bicara, penjaga toko itu langsung menangkupkan tinjunya.
"Tuan, jangan mempersulit aku. Tadi orang Keluarga Silali sudah memperingatkan bahwa siapa pun yang berani membeli barangmu,berarti bertentangan dengan Keluarga Silali!"
Wira mengernyit dan berkata,
"Bukannya tokomu ini milik Keluarga Sutedja?"
Penjaga toko itu tersenyum canggung dan berkata,
"Memang toko ini milik Keluarga Sutedja, tapi Keluarga Silali adalah keluarga yang kuat di kabupaten. Mana mungkin keluarga kecil seperti kami bisa menyinggung mereka? Tuan, mohon Anda maklumi."
"Maaf mengganggu!"
Wira tidak lagi mempersulit mereka dan berbalik keluar dari toko itu.
Keempat toko yang dikunjunginya selanjutnya adalah milik Keluarga Sutedja dan Wibowo.
Tanpa terkecuali, semuanya takut menyinggung Keluarga Silali dan tidak berani membeli sabunnya.
Danu yang selama ini bersikap tenang,
kini juga menjadi marah hingga wajahnya memerah.
Wira menghabiskan modal sekitar 150.000 gabak untuk memproduksi sabun ini.
Jika semuanya tidak bisa terjual, ini akan menjadi kerugian besar!
Mahendra sialan ini terus berulang kali mencari gara-gara dengan Kak Wira! Ingin sekali rasanya Danu menghajarnya sampai mati!
Danu, tenangkan dirimu. Kita ke toko selanjutnya saja. Uang akan bisa mengubah hati seseorang. Pasti akan ada orang yang berani melawan tekanan dari Keluarga Silali dan membeli sabun kita!"
Wira menghibur Danu dan dirinya sendiri, lalu berjalan ke toko berikutnya.
Sebelum Wira berbicara, penjaga toko itu langsung berkata,
"Tuan,kami tidak sanggup menyinggung Keluarga Silali. Jadi, kami tidak bisa membeli barangmu. Kamu cari saja pembeli lainnya!"
"Maaf mengganggu!"
Ketika Wira baru saja hendak pergi, tiba-tiba terdengar sebuah suara dari belakangnya,
"Dik Wira, jangan pergi dulu!"
Bab 59
Tuan Muda Ketiga Keluarga Sutedja yang bernama Hendra berjalan keluar dari toko kelontong.
Wira merasa terkejut dan berkata,Tuan Hendra, kenapa kamu di sini?"
Hendra tersenyum sambil berkata,
"Ini adalah toko kelontong Keluarga Sutedja, aku sedang memeriksa keuangan di belakang sana! Begitu mendengar suaramu, aku kira aku yang salah dengar. Ternyata benar-benar kamu ya. Apa sudah ada gula kristal lagi?"
Gula sebanyak 10 kilogram itu dijualnya sampai ke kota provinsi.Dengan harga beli 30.000 gabak persetengah kilogram, dijualnya kembali dengan harga 100.000 gabak persetengah kilogram. Namun,dalam sekejap mata, gula itu sudah habis terjual.
Kaum pejabat dan bangsawan yang pernah mencicipi gula ini memujinya sebagai gula terenak di dunia ini. Bahkan, ada orang yang membuat puisi untuk memuji cita rasa gula ini.
Sekarang, jika Anda meminta bantuan seseorang di kota provinsi,mengirimkan beberapa ratus ribu gabak tidak akan membuahkan hasil.
Namun, jika Anda memberikan setengah kilogram gula kristal, tugas akan segera diselesaikan dan hasilnya jauh lebih efektif daripada mengeluarkan ribuan gabak.
Kini, dia baru mengerti apa yang dimaksud dengan semakin langka sebuah barang, semakin berharga pula nilainya.
Pedagang gula di kota provinsi bahkan menawarkan 20.000 hingga 30.000 gabak per setengah kilogram gula kristal. Bisa dibilang, harganya sudah setinggi langit!
Gula kristal tidak lagi sebatas gula biasa, tetapi kini telah menjadi buah tangan ketika berkunjung ke rumah pejabat.
"Tidak ada gula kristal!"
Wira mengeluarkan sabunnya dan berkata,
"Tapi, aku punya benda baru,ini namanya sabun. Efek membersihkannya.lebih bagus daripada sabun biasa dan wanginya juga banyak pilihan. Dijamin para nona-nona keluarga pejabat akan menyukainya!"
"Oh!"
Setelah meliriknya sejenak, Hendra kembali mengalihkan topik,
"Dik Wira, kalau ada gula kristal, keluarkan saja,jangan disembunyikan lagi. Aku akan menaikkan harganya menjadi 40.000 gabak per setengah kilogram, jadi tolong bawakan lagi barangnya.
Sekarang ini aku sudah hampir gila didesak oleh pedagang gula di kota."
"Mereka terus mengirimkan surat untuk mencari gula kristal ke kakakku.
Kalau aku tidak bisa mengeluarkan stok barangnya lagi, kakakku akan menghukumku. Dik Wira, tolonglah aku!"
"Tuan Hendra, aku benar-benar tidak punya gula kristal!"
Tidak mengindahkan permohonannya, Wira terus mempromosikan, "Sabun ini juga sangat istimewa. Kalau kamu bisa menjualnya dengan baik,keuntungannya tidak akan kalah dari gula kristal!"
"Bukankah itu cuma sabun? Sebersih apa pun khasiatnya, itu hanya benda untuk para wanita. Tidak banyak pejabat dan bangsawan yang akan tertarik!"
Hendra meliriknya sekilas, lalu melambaikan tangannya,
"Dik, benda-benda ini hanya bisa dijual di toko kelontong!
Asalkan kamu bisa mengeluarkan gula kristalnya, aku akan membeli semua sabunmu. Gula kristal adalah bisnis besar yang paling nyata!"
Wira membuka kedua tangannya dan berkata,
"Tim penjual gula belum tiba di kota!"
Hendra memicingkan matanya dan berkata, "Dik, terus terang saja, gula tidak mudah untuk disimpan. Gula yang kamu berikan kepadaku tidak terlihat ada tanda-tanda terkena panas atau lembap. Seolah-olah gula itu baru selesai dibuat!"
Wira tersenyum canggung.
"Tuan Hendra, setelah bertahun-tahun berkecimpung dalam bisnis gula, seharusnya Anda tahu tentang penggunaan selimut katun untuk menghalangi cahaya dan arang kayu untuk menyerap kelembapan selama penyimpanan gula, bukan?" Hendra tetap tidak menyerah.
"Dik,reputasi Keluarga Sutedja sangat tinggi. Kalau kamu benar-benar bisa membuat gula, kerja sama saja dengan keluarga kami. Kamu yang urus produksinya dan kami yang akan menjualnya. Kita pasti bisa menghasilkan banyak uang!"
Wira mengangkat-sabunnya dan berkata,
"Tuan Hendra, kalau aku bisa buat gula kristal, apa aku masih perlu menjual barang wanita seperti ini?
Kalau kamu mau kerja sama, kita coba lagi kali ini. Kalau kamu tidak mau,aku mau pergi untuk jualan sabun dulu!
Ternyata si licik ini kembali mengujinya lagi.
Setelah kerja sama mereka yang terakhir kali, jika Keluarga Sutedja tidak menyuruh orang untuk membuntutinya, mereka bisa melanjutkan kerja sama. Namun, jika Keluarga Sutedja mengawasinya, itu berarti si licik ini mungkin memiliki motif tersembunyi.
Dengan kemampuannya yang terbatas, sudah cukup sulit bagi Wira untuk berurusan dengan Keluarga Silali sendirian.
Apalagi, sekarang Keluarga Sutedja juga mengalihkan perhatiannya.Tanpa menstabilkan kedudukannya di Kabupaten Uswal, Wira tidak akan membawa gula kristal untuk dijual lagi!
"Kalau begitu, kamu sibuk saja dulu.Aku tidak tertarik dengan barang ini!"Hendra melambaikan tangannya seraya berkata, "Ingat cari aku kalau sudah ada gula kristal!"Wira berbalik dan pergi.
"Haeh!"
Hendra menghela napas dan berbalik melihat penjaga toko kelontong sekilas. "Kenapa Keluarga Silali menyuruh semua toko kelontong di jalanan ini tidak boleh membeli barangnya?"
Penjaga toko itu tersenyum, lalu menjelaskan,
"Kabarnya, dia menyinggung Tuan Muda Keluarga Silali."
"Kenapa dia bisa menyinggungnya?
Jangan-jangan, mereka kenal?"
Hendra menyipitkan matanya danberkata,
"Jangan-jangan dia orang yang bermasalah dengan Tuan Mahendra? Nanti harus kutanyakan kalau bertemu dengan Tuan Mahendra,aku akan cari tahu dari mana datangnya gula kristal itu!"
Wira dan Danu kembali mengunjungi 3 toko lainnya.
Namun, mereka tetap ditolak oleh semua toko.Danu terlihat kecewa dan putus asa.
Padahal sudah ditolak berkali-kali,kenapa Kak Wira masih saja bersikeras.
"Danu, di mana ada kemauan, di situ ada jalan. Orang yang kuat tidak akan pernah menyerah!" ujar Wira menyemangatinya.
Danu benar-benar mengagumi Wira.
Dia benar-benar pejuang yang sangat tangguh.
Padahal sabunnya tidak laku sepotong pun, tapi dia malah tidak menyerah sama sekali.Kedua orang itu memasuki toko kelontong terakhir.
"Tuan...."
"Keluar, keluar! Padahal sudah diusir semua toko, kenapa kalian masih saja tidak peka? Tidak ada yang berani menyinggung Keluarga Silali!" Kedua orang itu berdiri terpaku dijalanan.
"Kak Wira!" Danu yang baru saja menghimpun semangatnya, kini malah hancur lagi.
Pengawal dari Keluarga Silali yang mengintai di seberang jalan, menghina mereka sambil tertawa.
Padahal hanya orang kampungan, tapi berani-beraninya dia melawan Tuan Muda kami. Cukup satu kalimat dari Keluarga Silali saja sudah bisa menghancurkanmu.
"Teruskan!" ucap Wira sambil menggertakkan gigi dengan marah.Wira terlalu meremehkan pengaruh keluarga besar di kabupaten ini.
Namun,sabun itu tetap harus dijualnya. Kalau tidak, dia akan rugi besar.
Tim pembuat sabun yang baru didirikannya juga akan sangat terpukul.
Jika mau pergi ke kota atau kabupaten lain, dia tetap harus menghadapi preman setempat.
Jadi, Wira harus memulai pasarnya di kabupaten ini.
Bahkan jika harus melakukan promosi secara langsung ke pelanggan juga tidak masalah.Danu berbisik,
"Kak Wira, bagaimana kalau kita pulang saja? Tidak ada yang berani membelinya!"
Wira melihat ke sekeliling, tiba-tiba matanya berbinar. Dia berjalan ke arah sebuah kereta kuda yang indah.
Empat pelayan yang berdiri belakang kereta langsung mengadang Wira dengan wajah penuh waspada.Mau apa kamu?"
Danu buru-buru menghampiri mereka dan melindungi Wira di belakangnya sambil menatap keempat pelayan itu dengan waswas.Keempat orang itu adalah seniman bela diri. Kalau mereka benar-benar berkelahi, kekuatan keempat orang itu tidak kalah dari Gabrata tiga bersaudara.Wira mengeluarkan dua potong sabun sambil berkata,
"Saya tidak berniat buruk.Saya lihat, di dalam kereta ini adalah wanita semua. Sabunku ini khusus dibuat untuk wanita.Khasiatnya untuk memutihkan,meremajakan kulit, menghilangkan keriput, membersihkan, detoksifikasi,dan mewangikan. Dijamin 100 kali lipat lebih bagus daripada sabun biasa!Wanita di dalam kereta ini boleh mencobanya secara gratis!"
Danu terbelalak melihatnya. Dia tidak menyangka Wira akan berani mempromosikan produknya dengan cara seperti ini.
Salah satu pelayan itu berkata dengan suara keras,
"Nona kami tidak akan menggunakan produk yang asal-usulnya tidak jelas. Minggir sana!"
Melihat tidak ada tanggapan dari dalam kereta, Wira berbalik sambil mengerutkan dahinya.
Cara promosi seperti ini gagal.Tampaknya, orang di zaman ini masih belum bisa menerima cara promosi barang yang terlalu
unik ini.
"Tunggu!"
Tiba-tiba, terdengar suara dari dalam kereta. Muncul sebuah tangan yang putih dan ramping dari kereta itu. "Ambilkan sebaskom air, aku mau coba sabun yang dijualnya."
Bab 60
Salah seorang pelayannya berlari ke sebuah toko kelontong di pinggir jalan dan mengambil sebaskom air ke dalam kereta itu.
Syur ....
Suara air yang membasuh tangannya terdengar ke luar kereta.Danu menahan napas karena gugup.Entah wanita di dalam kereta itu akan membeli sabun Wira atau tidak?Kalaupun dia membelinya, memangnya bisa seberapa banyak yang sanggup dibeli oleh seorang pelanggan? Wira juga menjadi panik. Dia sudah mengatakan khasiat untuk meremajakan kulit, memutihkan kulit,menghilangkan keriput, dan mewangikan tubuh. Dia sangat yakin bahwa wanita bertangan putih halus ini pasti akan membelinya. Tidak ada seorang wanita pun yang bisa menolak iklan seperti itu.
Hanya saja, entah berapa banyak sabun yang akan dibelinya. Apakah wanita ini akan menyebarkan sabun ini ke kalangan sahabat-sahabatnya?Sebenarnya, pasar utama yang diincar untuk penjualan sabun ini adalah kalangan wanita kaya. Orang biasa juga tidak akan sanggup membelinya.Tidak lama kemudian, dari dalam kereta terdengar suara,
"Berapa harganya sabun ini per potong?"
Wira menjawab, "Kalau dijual eceran, harganya 1.200 gabak. Tapi, kalau beli banyak ada diskon!"Danu dan keempat pelayan lainnya terbelalak mendengarnya!
Uang 2.000 gabak itu sudah cukup untuk menghidupi keluarga mereka selama sebulan. Siapa yang mau menghabiskan uang itu untuk membeli sabun cuci tangan?Kemudian, terdengar kembali suara di dalam kereta, "Lalu, kenapa kamu tidak menjualnya di toko saja, sampal harus menjualnya dengan cara mencegat orang seperti ini? Penjaga toko kelontong juga banyak yang bisa menilai barang bagus!"
Wira menghela napas sambil berkata,Ada orang licik yang menghalangiku!"
"Oh!"
Suara yang dingin itu kembali terdengar, "Panggil penjaga toko kelontong Keluarga Wibowo!"Salah satu pelayannya masuk ke sebuah toko kelontong dan kembali dengan membawa penjaga tokonya.
Penjaga toko itu memberi hormat,
"Salam, Nona Besar!"
Wira terkejut. Dia tak menduga bahwa kereta kuda yang dicegatnya ini ternyata penumpangnya adalah Putri Keluarga Wibowo. Di antara tiga keluarga terkemuka di kota ini, yaitu Keluarga Sutedja, Keluarga Silali, dan Keluarga Wibowo, mereka mengendalikan bisnis yang paling menguntungkan seperti kain, garam,dan gandum.
Di antara mereka, Keluarga Wibowo memiliki pengaruh terbesar sebagai pedagang gandum.Nona Keluarga Wibowo itu mengulurkan sabun keluar dari tirai kereta dengan tangannya yang mulus seraya bertanya,
"Apakah tadi ada yang menjual sabun ini di toko kelontong?"
"Ada!"
Penjaga toko melihat Wira dan berkata, "Tuan ini baru saja datang.Tapi, Tuan Muda Keluarga Silali mengirim seseorang untuk menyampaikan pesan menyuruh Keluarga Wibowo untuk berpihak pada mereka. Aku khawatir hal ini akan menimbulkan konflik antara kedua keluarga, jadi aku tidak membeli barang dari tuan ini."
Wanita di dalam kereta kuda itu berkata dengan suara ketus, "Kamu ini orang Keluarga Silali atau Keluarga Wibowo? Mereka mengutus orang untuk menyampaikan pesan seperti itu, lantas keluargaku harus menyia-nyiakan kesempatan bisnis ini?"
Duk!
Penjaga toko langsung berlutut dan keringat dingin mengucur dari dahinya. Suara dingin dari dalam kereta terdengar tanpa emosi, "Serahkan catatan toko kelontong ini,lalu kamu ke desa saja untuk mengumpulkan sewa. Kalau kerjamu bagus, masih ada kesempatan untuk kembali ke kota!"
"Terima kasih atas kemurahan hati Nona Besar!"
Penjaga toko meninggalkan tempat itu dengan rasa hormat dan syukur.Mata Wira berbinar melihat adegan ini. Wanita ini jelas memahami seni mengendalikan orang lain. Meskipun sedang memberi hukuman, dia tetap tidak membuat orang putus asa. Dia masih memberikan harapan, sehingga membuat orang tidak berani menjadi malas dan tetap harus bekerja keras.Wanita itu kembali berkata,
"Tuan,berapa banyak sabun yang kamu punya?"
"Seribu potong!"
"Bagaimana harganya kalau aku membeli semuanya?"
"Per potong 1.000 gabak!"
"Baik!"
Wanita itu kembali berkata dengan suara dingin, "Tapi, aku punya satu syarat. Kamu hanya boleh menjual sabun ini kepadaku seorang di Provinsi Jawali ini."
Wanita ini bahkan mengerti praktik monopoli, Wira menjadi makin tertarik.
"Kamu mau jadi agen di Provinsi Jawali?"
"Agen?"
Setelah jeda sejenak, wanita itu kembali berkata,
"Istilah yang menarik. Aku mau jadi agen."
Wira tersenyum ringan.
"Kalau Anda benar-benar ingin menjadi agen, bawa 1.000 buah sabun ini dan jual ke setiap kabupaten di Provinsi Jawali dalamwaktu tiga bulan. Kalau Anda berhasil,kita bisa membahasnya lagi nanti."
Provinsi Jawali membentang sejauh 500 km dari utara ke selatan, dengan 8 kabupaten dan ratusan desa. Jarak yang jauh dan medan yang sulit membuat siapa pun, bahkan keluarga-keluarga berpengaruh di tingkat kabupaten atau provinsi, untuk memasarkan produk mereka di seluruh wilayah.
"Baik!"
Terdengar suara yang dingin itu mengiakan persetujuan ini. Wanita itu mengulurkan tangannya dan memberikan sebuah kotak kayu.
"Sebulan kemudian, aku akan menunggu Tuan di Kediaman Keluarga Wibowo."
Begitu membuka kotak itu, ternyata isinya adalah 10 batang emas yang tampak berkilau.Napas Danu langsung memburu menyaksikan hal tersebut. Ternyata perkataan Kak Wira memang benar. Di mana ada kemauan, di situ ada jalan! Setelah selesai transaksi, kereta kuda yang indah itu pun melaju perlahan-lahan. Sementara itu,
Wira masih merasa takjub. Bisnisnya sudah selesai, tapi dia malah belum bertemu dengan orangnya!
Kelanjutannya ditunggu min, terimakasih sebelumnya.
BalasHapusAda yang tau kelanjutannya?
BalasHapus