Perjalanan dimensi waktu sang genius

 



Bab 31


Detik berikutnya, Jamadi kembali tersadar bahwa perhitungannya salah. Namun, nominal yang ditawarkan sebesar 12.000 gabak itu termasuk cukup menggiurkan.

Budi diam-diam merasa bangga. Sifat Jamadi memang sangat tamak, dia berani melakukan apa pun asalkan diberi imbalan yang setimpal. Saat ini, sebaiknya dia memberikan sejumlah uang kepada Jamadi untuk membereskan pecundang ini. Setelah itu, barulah Budi akan membuat perhitungan pada Jamadi.

Wira melirik Jamadi sekilas dan berkata, "Kamu tergoda?"

"Omong kosong apa? Memangnya aku ini orang yang mementingkan keuntungan?"

Ekspresi Jamadi tampak suram, dia melambaikan tangan sambil berkata, "Budi bersekongkol dengan perampok, bawa dia ke pengadilan daerah!"


"Jamadi, kamu ... kamu ...."


Seketika, Budi tercengang. Entah mengapa sifat Jamadi tiba-tiba berubah. Tanpa berbicara sama sekali, Jamadi hanya tersenyum sinis. Dia memang menyukai uang, tetapi Jamadi bisa membedakan uang mana yang pantas diterimanya.

Budi adalah orang yang licik. Kalau

hari ini Jamadi mengambil uangnya,

cepat atau lambat, Budi pasti akan

membalasnya.

Sementara itu, Wira adalah orang yang murah hati. Dia bahkan memberi uang kepada pencuri, jadi tentu saja tidak masalah jika Budi menerima uangnya. Apalagi, hari ini Jamadi sudah mendapat keuntungan. Masa depan masih panjang, masih banyak kesempatan jika ingin mendapatkan uang!

Budi menatap Wira dengan tak berdaya, dia memohon,

"Tuan Wira, aku bersalah. Asalkan Tuan bersedia melepaskanku, aku tidak akan berani bertentangan dengan Tuan lagi!"


Wira menggeleng sambil berkata,

"Aku tidak percaya denganmu,sebaiknya kamu pergi ke pengadilan saja!"


Selanjutnya, dua orang pengawal berbadan kekar itu membawa Budi pergi.


Lantaran permohonan ampunnya tidak diindahkan, Budi berteriak dengan marah, "Kalian pikir kalian telah mengalahkanku? Asal tahu saja,aku punya antek-antek di daerah ini.Kalian tidak akan berdaya menghadapiku. Cari orang, cepat cari orang!"


Wira melihat kepanikan Budi, tetapi orang lainnya tidak bereaksi sama sekali.

Budi dibawa pergi bersama dengan Lianam, Liteja, dan Gandi ke kota.


Tidak lama kemudian, Doddy, Sony, dan kedua pria kekar itu menahan seorang pencuri dan dua komplotannya. Uang yang dicuri juga telah ditemukan.

Setelah menyewa dua buah kereta dari desa dan Wira menuliskan sebuah surat gugatan, semua orang-orang itu bergegas berangkat.


"Kak Wira!"


Doddy berkata dengan gugup,

"Menurut Kakak, apakah kita akan bertemu dengan pemimpin kabupaten kalau mengajukan gugatan nanti?"


"Belum tentu!"


Semua orang yang berada dalam kedua kereta itu merasa gugup. Tidak ada seorang pun di desa ini yang pernah bertemu dengan pemimpin kabupaten.


Pada dasarnya, memang tidak ada yang ingin bertemu dengannya.Pasalnya, kalau bertemu dengan pemimpin kabupaten, berarti mereka sedang terlibat dalam sebuah gugatan.Jamadi bergumam,


"Tugas pemimpin kabupaten memang adalah mengadili kasus. Namun, kalau kasusnya tidak terlalu besar, dia hanya akan menandatangani surat gugatannya,

kemudian diserahkan pada anak buahnya. Kasus kita ini melibatkan kepala desa, tapi juga tidak termasuk kasus yang besar!"


Sony menjawab,

"Lalu, bagaimana kita harus menyampaikan surat gugatan ini? Apa kita harus menabuhkan gendang di depan pengadilan?"

Ekspresi Jamadi berubah drastis ketika menjelaskan,

"Gendang di depan pengadilan itu tidak boleh ditabuh sembarangan. Gendang itu disebut sebagai Gendang Pengumuman. Kalau pemimpin kabupaten sedang bertugas,petugas pengadilan akan menabuh gendang untuk memberi tahu semua orang. Orang yang ingin mengadu,

bisa mengajukan aduannya pada saat itu."


"Selain itu, kalau pemimpin kabupaten ingin mengumpulkan seluruh petugas pengadilan, gendang ini juga akan ditabuhkan. Hanya saja,suaranya berbeda dengan saat bertugas. Kalau ada rakyat kecil yang ingin mengadu dan menabuh gendang itu, orang itu harus dipukul terlebih dulu sebelum menyuarakan keluhannya.Kalian harus jaga sikap nanti!"


Semua orang mengangguk mendengar penjelasan itu. Di sisi lain, Wira menghela napas.Pada dasarnya, ada beberapa prosedur yang harus dilalui untuk mengajukan sebuah kasus. Dimulai dari tingkat kabupaten, provinsi, dan negara!


Jika ingin melangkahi salah satu prosedur untuk mengajukan gugatan, sang penggugat harus dihukum 40 kali pukulan terlebih dahulu.

Dalam kasus ini, jika tidak ada keterlibatan pegawai kecil di kabupaten, pemimpin kabupaten hanya akan menandatangani surat gugatan tersebut. Sekarang, Jamadi juga tidak yakin apakah kasus ini akan diangkat di pengadilan. Dia sendiri juga tidak ingin bertemu dengan pemimpin kabupaten!


Hanya cendekiawan terpilih yang tidak perlu memberi hormat kepada para pejabat.Ada beberapa cendekiawan yang tidak punya hak istimewa sama sekali.

Seperti rakyat biasa, mereka harus wajib militer, tidak boleh memiliki budak, dan akan tetap dihukum jika masuk penjara.

Setelah gerombolan mereka tiba di kabupaten, Jamadi menunjukkan plakat di pinggangnya kepada penjaga gerbang kota. Setelah itu, mereka pun masuk ke dalam kabupaten.


Begitu memasuki gerbang kota, kereta mereka dihalangi oleh sebuah kereta kuda yang mewah. Di depan kereta terdapat papan kayu berbentuk bulat dengan latar belakang hitam dan huruf emas yang bertuliskan "Silali".

Budi langsung merasa senang melihatnya.









Bab 32


Raut wajah Jamadi berubah drastis.

Di kabupaten, ada tiga keluarga kaya yang terkenal, yaitu Sutedja, Silali, dan Wibowo. Ketiga keluarga ini menguasai industri yang paling menguntungkan, yaitu kain, garam, dan beras. Keluarga Silali adalah pedagang garam terbesar di kabupaten tersebut.

Sebelumnya, Budi mengeklaim memiliki hubungan dengan Keluarga Silali di kabupaten. Saat itu, semua orang menganggap omongannya itu hanyalah bualan belaka. Sekarang, tampaknya omongannya memang benar.

Tirai kereta dibuka, terlihat seorang pemuda yang mengenakan kain penutup kepala dan jubah brokat turun dari kereta tersebut. Dia memberi salam kepada Wira dari kejauhan dengan hormat,


"Saudara Wahyudi, lama tidak bertemu!"

Wahyudi adalah namanya sebelumnya.

Wira membalasnya dengan ekspresi datar,


"Katakan saja langsung apa maumu!"


Mahendra Silali, pewaris Keluarga Silali di kabupaten, memiliki usia yang sama dengan Wira. Mereka berdua lulus sebagai murid sekolah rendah pada saat yang sama. Tahun ini,Mahendra juga berhasil menjadi sarjana tingkat menengah. Dia adalah seorang pemuda berbakat yang

terkenal di kabupaten tersebut.


Saat mereka masih belajar di kabupaten, Mahendra sangat sombong dan meremehkan Wira yang berasal dari desa. Wira menikahi Wulan pada masa lalu. Namun, dalam 3 tahun terakhir, Wira tidak lagi melanjutkan pendidikannya. Oleh karena itu,keduanya tidak terlalu banyak kontak lagi.

Namun, Keluarga Linardi dan Keluarga Silali memiliki hubungan yang baik. Wulan dan Mahendra juga merupakan teman masa kecil.


Selama tiga tahun pernikahan mereka, Mahendra telah beberapa kali mengisyaratkan agar Wira dan Wulan berpisah, dan dia akan memberikan sejumlah uang sebagai kompensasi.

Namun, Wira tidak pernah setuju.


"Saudara Wahyudi benar-benar lugas. Kalau begitu, aku akan langsung berterus terang!"


"Budi adalah paman sepupu jauh Keluarga Silali. Perbuatannya telah melampaui batas dan menyinggung Saudara Wahyudi, jadi aku ingin mewakilinya untuk meminta maaf. Aku harap Saudara Wahyudi bisa memberinya kesempatan, dengan mempertimbangkan reputasi baik Keluarga Silali. Keluarga Silali akan sangat berterima kasih kepada Saudara,"

kata Mahendra sambil menunjuk ke arah Budi.


"Haha!"

Budi mendengus sambil menatap Wira dengan bangga.Keluarga Silali adalah pedagang garam terbesar dan keluarga kaya terkuat di Kabupaten Uswal. Bahkan para pejabat kabupaten sekalipun harus menyegani mereka.


Apakah seorang murid sekolah rendah sepertinya berani berurusan dengan Keluarga Silali?Jamadi segera memberi isyarat kepada Wira dengan harapan agar Wira menyetujuinya.

Keluarga Silali adalah pedagang garam terbesar di Kabupaten Uswal. Mereka tidak hanya kaya, tetapi juga memiliki kekuasaan yang besar.


Di sepanjang jalan dari Kota Pusat Pemerintahan ke Kabupaten Uswal, banyak perampok gunung yang sangat meresahkan. Selama ini, sudah banyak rombongan dagang yang dirampok.


Namun, Keluarga Silali tidak pernah mengalami masalah. Semua pejabat kabupaten, kepala distrik, atau petugas kabupaten yang baru menjabat, pasti akan mengunjungi Keluarga Silali. Bisa dibilang, tanpa dukungan dari Keluarga Silali, para pejabat kabupaten akan mengalami kesulitan yang bertubi-tubi. Bagi Keluarga Silali,menghancurkan seorang pejabat kecil sama mudahnya dengan membalikkan telapak tangan.


Seandainya saja sedari awal mereka mengetahui bahwa Budi memiliki hubungan dengan Keluarga Silali di kabupaten, pasti tidak akan ada yang ingin terlibat dalam kasus ini.


Wira memicingkan matanya sambil berkata,


"Bagaimana kalau aku tidak menyetujuinya?"

Mahendra tersenyum ringan,


"Kalau begitu, kamu tinggal pergi ke pengadilan daerah saja. Aku bertaruh suratmu tidak akan sampai ke hadapan pemimpin kabupaten. Tentu saja, kamu juga bisa menabuh gendang di depan pengadilan. Tapi, aku tidak yakin apakah Saudara Wahyudi sanggup menahan 40 kali pukulan itu."


Mendengar ancamannya, Wira memicingkan mata dan berkata,


"Budi menjebakku untuk menggadaikan Wulan, properti, dan tanahku. Selain itu, dia juga memaksaku menjual diri sebagai budak. Pasti kamu yang ada di balik semua ini, bukan?"


Jangankan status Budi yang hanya merupakan paman sepupu, bahkan kalau Budi adalah paman kandungnya,Keluarga Silali juga tidak mungkin akan mengutus Mahendra untuk menangani masalah ini secara langsung.

Sebagai pewaris Keluarga Silali dan seorang sarjana yang berprestasi, Mahendra masih harus bekerja sebagai pejabat di masa depan.

Jadi, sudah pasti dia tidak boleh terlibat dalam skandal apa pun. Keluarga Silali tidak akan membela seorang pejabat kecil yang terlibat dengan perampokan.


Satu-satunya kemungkinan adalah kedua orang ini berkomplotan, jadi Mahendra takut bahwa Budi akan membocorkan rahasianya ketika dipenjara. Maka dari itu, Mahendra berusaha untuk menyelamatkan Budi.


Satu-satunya orang yang mungkin memengaruhi Mahendra adalah Wulan, yang merupakan teman masa kecilnya.

Budi terkejut melihat Wira. Sejak kapan pecundang ini menjadi begitu hebat?


Dia bahkan mampu membaca isi hati orang Padahal, Budi tidak pernah mengatakan apa pun mengenai hal ini.

Namun, Wira malah mampu menebak hampir keseluruhan kejadian ini hanya dengan melihat kemunculan Mahendra.


"Kamu jadi makin pintar sekarang!" Mahendra juga terkejut mendengar penuturan Wira. Sontak, wajahnya menjadi murung,


"Petani kampungan sepertimu tidak pantas bersanding dengan Wulan. Kalau bukan karena peristiwa Keluarga Silali di masa lalu,kamu bahkan tidak akan punya kesempatan untuk mendekatinya. Aku dan Wulan adalah teman masa kecil, seharusnya dia menjadi milikku. Aku akan memberimu satu kesempatan lagi, Ambil uangnya, lalu tinggalkan Wulan, atau kamu akan menghadapi bencana yang lebih besar di masa depan."










Bab 33


Jamadi terkejut. Dia tidak menyangka ada rencana seperti ini di balik masalah ini.


Budi tersenyum sinis. Jika bukan karena ada dukungan dari Tuan Mahendra, dia tidak akan berani menyusun rencana seperti ini terhadap seorang cendekiawan.

Danu, Doddy, dan Sony mengepalkan tangan mereka sambil menatap marah pada Mahendra.


"Bencana yang lebih besar?"

Wira mengangkat alisnya dan menyipitkan matanya, lalu melayangkan sebuah tinjuan ke wajah Mahendra.

"Apakah ini cukup besar?"


Buk buk buk!


Mahendra terhuyung mundur, setengah wajahnya memerah dan mulutnya berdarah. Jamadi dan Budi terdiam.

Tidak ada yang menyangka bahwa Wira berani memukul Tuan Muda Keluarga Silali di depan umum.


"Berani-beraninya kamu memukulku!" teriak Mahendra dengan tatapan marah.


Kedua pelayan Mahendra buru-buru menghampirinya. Sebelum mereka mendekat, Doddy telah menyerbu kedua pelayan itu.


Wira berkata dengan ekspresi dingin,


"Kamu bukan hanya mengincar istriku, tapi juga bahkan mau menghancurkanku. Memukulmu saja sudah termasuk hukuman ringan."


"Bagus sekali!"

Mahendra menyeka darah di sudut bibirnya.

"Aku akan membalas pukulan ini 100 kali lipat padamu. Di kabupaten ini, belum ada orang yang berani mengusik orang-orang

Keluarga Silali."


"Sekarang sudah ada!" Wira menimpalkan dengan nada dingin,


"Bukan hanya memukulmu, kalau aku mau menghabisimu juga bukan hal yang sulit."

Mahendra tertawa sinis dan berkata,


"Kamu hanya lulusan sekolah rendah, aku adalah sarjana. Kamu hanya orang kampungan, sedangkan aku adalah pewaris tunggal dari Keluarga Silali.

Tingkat pendidikan dan status sosial kita sangat jauh berbeda. Atas dasar apa kamu mau menghancurkanku?"


"Atas dasar perbuatan busukmu ini!"


Wira mencibir,

"Percaya atau tidak,aku akan mencari sekelompok aktor untuk menuliskan semua perbuatan jahatmu menjadi sebuah skenario dan mementaskannya di semua tempat.Setiap kali membuat pertunjukan, aku akan memberi mereka 10.000 gabak.Dalam waktu 3 bulan, reputasimu akan hancur dan kualifikasimu untuk ujian akan dihapus. Kamu tidak akan pernah bisa mengikuti ujian lagi."


"Kamu ... berani-beraninya!"


Dengan tubuh gemetaran, Mahendra berkata,


"Memangnya orang kampungan sepertimu sanggup membayar mereka 10.000 gabak?"

Wira menyipitkan matanya.


"Aku masih punya cara yang lebih hemat.

Setiap hari aku akan menulis lebih dari 10 pengumuman. Dalam 3 bulan, aku akan menulis 1.000 pengumuman. Aku akan menempel 500 lembar di kabupaten, dan 500 lembar di provinsi, Apa menurutmu cara seperti ini akan memiliki efek penyebaran yang lebih baik daripada melakukan pertunjukan di atas panggung?"


Jamadi dan Budi terkesiap mendengar ucapan Wira. Cara ini memang sangat

kejam.Bahkan orang yang paling berbakat sekalipun,jika reputasinya sudah tercemar, mereka akan kehilangan kualifikasi untuk mengikuti ujian kepegawaian.

Dalam waktu sesingkat ini, Wira bisa menemukan 2 cara untuk mencelakakan orang. Sebenarnya selicik apa pikiran orang ini?


Kenapa dulu dia tidak terlihat seperti

orang yang selicik ini? Mahendra menyipitkan matanya untuk menyembunyikan kekejamannya.

"Aku tidak akan mengganggu Wulan dan tidak akan mengurus Budi lagi. Mulai sekarang,kita tidak saling mengganggu lagi!"


Wira menjawab dengan ekspresi datar,

"Semoga kamu menepati janjimu!"


Mahendra berjalan mendekati Budi dan menatapnya dengan beringas.

"Jaga mulutmu di pengadilan nanti.

Kalau tidak, kamu bahkan tidak akan

punya kesempatan jadi tahanan!"


Plak!


Usai mendengar ancamannya ini, Budi hanya bisa terkapar lemas di dalam kereta. Dia telah sepenuhnya putus asa.

Wira menepuk pundak Budi, lalu berkata,


"Ayo kita bicara dulu."


Dalam sekejap, situasi berbalik!

Jamadi dan yang lainnya melihat Wira dengan tatapan ngeri.

Budi segera bangkit.


"Wira, aku menyerah padamu, aku takut padamu. Lepaskan aku, aku akan memberimu 200.000 gabak. Tidak, 300.000 gabak.Aku akan melakukan apa pun yang kamu perintahkan. Aku akan menjadi pesuruhmu!"


"Aku tidak butuh pesuruh!"


Wira menggelengkan kepala.

"Setelah sampai di pengadilan nanti, kamu

suruh Lianam dan Liteja untuk jangan lagi mengungkit masalah Gandi mencuri di rumahku."

Semua orang di atas kereta mendengarnya dengan jelas. Wira berusaha melindungi Gandi. Dengan begitu, Lianam dan Liteja tidak akan

masuk penjara.


Budi menggertakkan giginya.


"Kamu rela melepaskan pencuri itu, tapi tidak bersedia membebaskanku. Kenapa aku harus bekerja sama denganmu?Kalaupun aku dihukum menjadi tahanan kerja paksa, aku akan membawa mereka bersamaku!"

Raut wajah Gandi, Lianam, dan Liteja

tampak seolah-olah mau menerkamnya.

Wira tertawa sinis.


"Kalau begitu,kamu lihat saja sendiri bagaimana mereka akan menghadapimu setelah berada di dalam penjara nanti!"

Ketiga orang itu menggertakkan gigi.


Kalau mereka sampai terseret masalah

ini, mereka pasti akan menghabisi

Budi.Melihat reaksi ketiga orang ini,

Budi bergidik ngeri.


"Aku berjanji. Tapi,kamu juga harus berjanji padaku.Selama aku menjadi tahanan, kamu harus melindungi harta keluargaku."


Begitu kepala keluarga mereka roboh,

maka semua anggota keluarga pasti akan membagi semua harta keluarga mereka.

Wira mengangkat alisnya dan berkata,


"Kalau begitu, kamu harus memberiku 50000 gabak setiap tahun!"


Budi membalas sambil menggertakkan gigi,


"Baik!"


Jamandi menunjukkan tampang serakah. Setelah sibuk seharian, orang yang paling diuntungkan malah Wira.












Bab 34


Wira berbalik dan berkata,


"Jamadi, tugas ini kuserahkan padamu."


"Terima kasih, Tuan Wira!"

ucap Jamadi sambil membungkukkan badan.Tatapan Budi tampak tidak rela. Padahal, ini adalah uangnya.

Namun, Jamadi bahkan tidak meliriknya sama sekali. Pecundang ini benar-benar tahu bagaimana memanfaatkan orang dan licik. Budi harus memperingatkan anggota keluarganya untuk jangan berurusan dengan orang ini.


Mereka semua pergi ke pengadilan daerah, sementara Wira, Gandi, Lianam, dan Liteja tetap tinggal di luar.


Buk!


Gandi bersujud dengan mata berkaca-kaca.


"Tuan Wira, padahal kami bertiga telah mencuri barangmu. Tapi, kamu malah memperlakukan kami sebaik ini, kami sangat malu. Aku berutang nyawa padamu. Kalau kamu butuh bantuan, silakan utus orang untuk memberi tahu kami."


Lianam dan Liteja mendengarkan ucapannya dengan ketakutan. Apakah orang ini bersedia mengorbankan nyawanya demi Wira?


"Sebagai lelaki sejati, kamu tidak pantas bersujud pada siapa pun selain orang tuamu."

Wira memapah Gandi sambil berkata,


"Aku tidak mau nyawamu. Kedepannya, hiduplah dengan baik.Jangan lagi melakukan hal-hal seperti itu. Kalau tidak bisa menetap lagi di rumahmu, datanglah untuk mencariku. Aku akan memberikan.

pekerjaan padamu."


"Baik!"

seru Gandi sambil berlinang air mata.

Lianam dan Liteja juga bersujud dan berkata,

"Tuan Wira, kami juga ingin mengikutimu!"

Wira mengedipkan matanya.


"Kalian harus pikirkan baik-baik. Aku telah

menyinggung orang Keluarga Silali.Kalau ikut denganku, kalian mungkin akan menghadapi bencana besar ke depannya!"


"Ah!" Mengingat kejadian tadi,


Lianam dan Liteja sontak terperanjat.


"Hahaha!" Wira tertawa terbahak-bahak melihat reaksi kedua orang itu.


Banyak sekali orang yang ingin mendekatimu ketika senang, tetapi hanya beberapa orang yang rela menanggung kesusahan bersamamu.


Buk! Gandi kembali berlutut.

"Tidak peduli siapa pun yang Tuan singgung, aku rela melakukan apa pun demi Tuan Wira!"

Wira menepuk-nepuk pundaknya dan memapahnya,

"Aku percaya padamu."


Lianam dan Liteja tertegun melihat

adegan ini, mereka merasa seolah-olah kehilangan sesuatu.Tidak berselang lama, sekelompok orang keluar dari pengadilan daerah dengan bersemangat.


Danu, Doddy, dan Sony sangat antusias melihat pemimpin kabupaten mengadili kasus. Jamadi juga sangat bersemangat karena pemimpin kabupaten memujinya telah menegakkan hukum dengan adil dan tegas.


Di sisi lain, jabatan Budi dicopot dan dihukum kerja paksa selama 3 tahun karena bersekongkol dengan perampok. Kedua komplotan dan pencuri lainnya juga ditahan dan dikirim ke perbatasan.


Hari semakin gelap, gerbang kota juga telah ditutup. Sekelompok orang ini harus menginap di dalam kabupaten.


Wira mengeluarkan 10.000 gabak sambil berkata,

"Jamadi, terima kasih atas kerja kerasmu."


"Mana bisa aku menerima uang ini!"

Meski mulutnya berkata demikian,


gerakan tubuhnya malah berkata lain. Jamadi menerima uang itu dan menyimpannya ke dalam saku.


Empat pemanah dan delapan pemuda lainnya melihatnya dengan iri. Entah berapa banyak yang akan dibagikan

Jamadi kepada mereka.Kemudian, Wira mengeluarkan 10.000 gabak lagi.


"Sony, Danu, kamu bawa Jamadi dan Gandi pergi menginap.Jangan lupa untuk membelikan mereka makan malam yang layak!"

Sony melambaikan tangannya.

"Wira,uangku sudah kembali. Kamu tidak perlu memberiku uang lagi!"


"Uangmu itu adalah untuk membangun rumah dan menikah.Jangan suka keluar untuk bersenang-senang lagi di malam hari!"


Setelah memberikan uangnya dan berpesan kepada mereka, Wira pergi membawa Doddy.


Jamadi bertanya,


"Danu, Sony, apa kalian tahu Wira mau ke mana?"

Danu dan Sony menggeleng.

Wira hanya menyuruh mereka untuk pulang terlebih dahulu dan dirinya akan tinggal di kabupaten selama beberapa

hari.


Jamadi mengelus dagunya sambil

berkata,


"Jangan-jangan, Wira diam-diam pergi ke tempat hiburan?"


Padahal, setelah mendapat uang,Jamadi baru ingin pergi ke tempat hiburan untuk berfoya-foya. Namun,dia takut akan bertemu dengan Wira di sana.


"Tempat hiburan!"

seru para pria itu dengan napas memburu.


Mereka selalu mendengar bahwa gadis-gadis di tempat hiburan sangat cantik dan wangi. Membayangkannya, wajah Danu dan Sony menjadi merah merona.


Selama hidup, mereka masih belum pernah menyentuh wanita mana pun!

Gandi menjadi gelisah,


"Jamadi, jangan bicara sembarangan. Mana mungkin orang baik seperti Tuan Wira pergi ke tempat seperti itu?"

Jamadi tertawa sinis,


"Kamu tidak mengerti apa-apa! Pria mana pun itu,semuanya pasti menyukai tempat

hiburan. Itu tidak ada hubungannya dengan karakter seseorang. Kamu akan mengerti setelah mencobanya sekali."


Di Kediaman Keluarga Silali.


Prang!


Terdengar suara pecahan gelas di lantai.

Kepala Keluarga Silali, Darius Silali, menunjuk Mahendra dan berteriak marah,


"Anak sialan! Wanita itu sudah menikah 3 tahun, tapi kau masih saja bersekongkol dengan orang untuk merebutnya! Lebih parahnya lagi,kamu bahkan dipermalukan di depan umum! Harga diri Keluarga Silali

hancur gara-gara kamu!"


Namun, Mahendra tersenyum sambil

bergumam,

"Ayah, aku juga bukannya tidak pernah bertemu wanita lain.Mana mungkin aku merusak masa depanku hanya demi seorang wanita yang sudah bersuami! Kali ini, aku berusaha merebut Wulan adalah demi masa depan Keluarga Silali!"













Bab 35


Darius memicingkan matanya sambil berkata,

"Boris akan bangkit lagi di dalam istana."

Boris Linardi adalah Kepala Keluarga Linardi, sekaligus ayah Wulan.

Keluarga Silali dan Linardi adalah teman dekat selama bertahun-tahun, sampai ketika Keluarga Linardi mengalami kesulitan.


"Pengamatan Ayah memang jeli!"

Mahendra mengangguk sambil tersenyum tipis,


"Baru-baru ini, ada surat dari istana" Paman Boris telah menjadi teman dekat dengan tokoh terkemuka di istana dan sekarang telah menjabat sebagai Menteri Kiri. Kaisar mendukung adu kekuasaan antara Menteri Kiri dan Menteri Kanan, yang menunjukkan kemungkinan pergantian kekuasaan."


"Kalau Menteri Kiri berhasil mengalahkan Menteri Kanan, Paman Boris pasti akan naik pangkat. Kalau aku menjadi menantu Keluarga Linardi, status Keluarga Silali juga akan ikut naik. Kita akan menjadi keluarga terhormat, bahkan keluarga terkemuka."


"Apa informasi ini akurat?"


Darius berjalan ke sana kemari dengan tangan di belakang punggungnya,


"Boris telah mengalami banyak pasang

surut dalam kariernya selama bertahun-tahun. Dia tidak pernah memegang kekuasaan selama lebih dari 3 tahun. Berapa lama dia bisa bertahan kali ini?Kalau sampai dijatuhkan hukuman

pembantaian oleh Kaisar, Keluarga Silali juga akan ikut hancur."


Mahendra menunjukkan wajah penuh

ambisi ketika berkata,


"Ayah, keberuntungan tidak akan muncul kalau kita tidak berani mengambil risiko. Kalau Anda ingin memimpin Keluarga Silali menjadi keluarga terhormat dan terkemuka, kita harus berani mengambil risiko."


Darius menghela napas dan berkata,

"Keluarga Linardi telah mengalami kesulitan berulang kali dan Keluarga Silali sudah menjauh dengan mereka,ikatan persahabatan di antara kedua keluarga ini sudah habis terkikis."


"Kalau kamu berhasil mendapatkan

Wulan, Keluarga Linardi pasti tidak akan menolakmu karena mereka sangat peduli terhadap Wulan. Tapi,yang menjadi pertanyaan adalah,apakah Wulan akan setuju kalau kamu menghabisi orang itu? Kalau Wulan benar-benar ingin pulang, sedari awal Keluarga Linardi pasti sudah

menjemputnya."


"Saat itu, dia memang tidak mau pulang. Tapi, sekarang dia pasti sudah berubah pikiran!"


"Oh?"


Mahendra bergumam,

"Aku sudah mencari tahu, orang itu sering menyiksanya. Wulan selalu menangis setiap hari, jadi mana mungkin Wulan tidak ingin lepas dari kondisi menyedihkan seperti ini? Lagi pula,kalau orang itu sudah tidak ada, Wulan pasti tetap akan menerimaku. Kami sudah berteman sejak kecil, dia pasti tidak akan menolakku."


"Baiklah, laksanakan saja sesuai rencanamu."

Darius menambahkan,

"Kamu adalah keturunan Keluarga Silali yang berbakat, jadi kamu harus pandai menjaga reputasimu. Lain kali, jangan lakukan hal yang bisa merusak reputasimu lagi, orang di keluarga ini akan membantumu membereskannya."


Selama tiga hari berturut-turut, pintu Toko Besi Keluarga Salim tertutup rapat. Dari dalam, terdengar suara pukulan keras, ledakan, dan suara mesin yang menderu. Namun, tak ada seorang pun yang tahu apa yang sedang berlangsung di dalam sana.


Plak! Wira melemparkan segenggam lumpur ke atas batu.

"Wira, aku menghabiskan waktu seharian dan uang 30.000 gabak untuk membelikanmu sekantong batu grafit,

segerobak tanah liat, sekantong batu kuarsa, sebuah tong, dan sebuah gerobak batu lilin kuning. Ayah menghabiskan lima kantong batu bara dan bekerja keras selama dua hari untuk membakar batu lilin kuning dan kuarsa untukmu,"


"Doddy sampai kelelahan mendorong penggilingan selama tiga hari untuk menggiling semua bahan ini menjadi bubuk, Kamu malah bermain lumpur di sini! Apa kamu tidak merasa bersalah pada kami bertiga? Dasar sepupu pecundang."


Lestari berkacak pinggang. Dadanya bergerak naik turun, wajahnya bersemu merah, dan matanya yang besar memandang tajam ke arah Wira yang sedang bermain dengan lumpur.

Paman Suryadi, berkata dengan ekspresi serius,


"Lestari, kenapa kamu berbicara seperti itu pada sepupumu? Wira pasti punya alasannya tersendiri untuk bermain lumpur. Jangan ganggu dia!"

Sejak kejadian Wira mencampurkan lumpur kuning ke dalam gula merah dan mendapatkan gula putih, dia merasa bahwa setiap gerakan keponakannya ini memiliki makna yang lebih dalam.

Doddy, yang paling lelah dalam tiga hari terakhir, juga berusaha meyakinkan,


"Kak Lestari, kita harus percaya pada Kak Wira. Alasannya bermain lumpur pasti berbeda dengan orang lain!"


"Ya, memang berbeda. Orang lain bermain lumpur tidak perlu menghabiskan uang sepeser pun.Sementara dia ... tanpa menghitung upah tenaga kerja sekalipun, hanya berbagai bahan ini saja sudah

menghabiskan hampir 50.000 gabak!"

ujar Lestari sambil mengerucutkan bibir mungilnya.


Awalnya, setelah kelima bahan tersebut dihaluskan menjadi bubuk,dia juga mengira Wira akan membuat sesuatu! Namun, ternyata Wira malah hanya bermain lumpur di sini sepanjang hari. Menghabiskan 50.000 gabak uang untuk bermain lumpur,sepupunya ini lebih boros daripada sebelumnya.

Wira menjelaskan,


"Aku membuat tungku kecil untuk memurnikan besi cair!"

Lestari mengeluh,


"Untuk memurnikan besi cair, kamu perlu menggunakan tungku besar. Kalau tungku kecil seperti ini bisa digunakan untuk memurnikan besi cair, kelak aku akan melakukan apa pun yang kamu perintahkan!"


Wira membalas sambil tertawa tipis,

"Aku akan mengingat ucapanmu!"

Malam itu, setelah meninggalkan pengadilan daerah, dia tidak pergi ke tempat lain, melainkan langsung pergi ke rumah pamannya.


Setelah mengalami pencurian dan berselisih dengan Keluarga Silali yang kuat, Wira mulai merasa cemas. Dia teringat saat-saat di mana Danu menggunakan tongkat kayu dan kekuatan tempurnya melonjak. Wira bersiap-siap untuk membuat senjata tajam agar ketiga orang itu dapat meningkatkan kekuatan tempur mereka sebanyak mungkin.


Namun, ketika dia bertanya kepada pamannya, Wira baru mengetahui

bahwa teknologi peleburan besi di dunia ini sangat buruk. Orang-orang bahkan belum menemukan teknik untuk melebur baja! Masih memungkinkan jika mereka ingin membuat senjata biasa.

Namun, untuk membuat pedang yang tajam dan kuat,itu adalah sebuah hal yang mustahil!


Jadi, Wira tidak punya pilihan lain selain membuat baja sendiri.Untuk melakukan peleburan baja,diperlukan besi cair. Namun, toko besi mereka tidak memiliki tungku tinggi.Oleh karena itu, mereka perlu

membuat "mortar tanah liat grafit".

Untungnya, bahan pembuatannya ini tidak terlalu rumit dan Wira tahu apa nama bahan-bahan ini.


Bahannya terdiri dari grafit, silikon dioksida, pasir bor, batu kuarsa, dan batu lilin.Membeli bahan-bahan hanyalah langkah pertama. Proses yang paling sulit adalah membakar, menggiling, dan mencampur bahan-bahan tersebut menjadi adukan tanah liat!


Selanjutnya, adukan tanah liat harus dibawa ke tanur, di mana seorang guru pembuat keramik akan membantu dalam proses pengeringan dan pembakaran.

Pekerjaan selanjutnya akan memakan waktu setidaknya 10 hari untuk membuat mortar tanah liat grafit.


Untungnya, Wira hanya perlu mengeluarkan uang untuk melanjutkan semua pekerjaan itu, jadi dia menyerahkan tugas ini kepada sepupunya dan pamannya.

Sambil menyeret tubuhnya yang lelah, Wira meninggalkan Toko Besi Keluarga Salim.













Bab 36


Di gerbang kota, Wira, Doddy, dan penduduk desa penjual ikan Dusun Darmadi berkumpul.


"Kak Wira, hari ini kita berhasil menjual ikan seharga 30.000 gabak. Memang benar, semakin banyak orang, kemampuan kita juga akan semakin besar!" kata Sony dengan semangat.


Selain mendapatkan uangnya kembali, Sony bahkan bertemu dengan pemimpin kabupaten dan menginap di sini. Kalau Sony menceritakan hal ini setelah kembali ke Dusun Darmadi nanti, kepala desa mereka, Agus, juga pasti akan berubah pikiran terhadapnya. Istrinya juga pasti akan lebih hormat padanya lagi.

Tidak akan ada yang memanggilnya Sony lagi. Mereka semua pasti akan memanggilnya Kak Sony. Saat ini, Sony sedang memimpin tim penjual ikan dengan penuh semangat.

Tim penjual ikan terdiri dari 30 orang. Ketika panen besar, mereka bisa menangkap 500 kilogram ikan dalam sehari.

Bahkan di saat kurang beruntung pun, mereka bisa mendapat 250 sampai 300 kilogram.

Sebagian kecil hasil tangkapan mereka dijual di pasar, sementara sebagian besar lainnya dijual di kabupaten.


"Kak Wira, kamu pasti sangat lelah

dalam beberapa hari terakhir ini, 'kan?

"Belasan anggota tim penjual ikan memberi salam kepada Wira dengan tatapan yang penuh syukur.


"Memang agak lelah sih," jawab Wira

sambil mengangguk.


Selama tiga hari terakhir, Doddy dan pamannya melakukan pekerjaan berat,

sedangkan Wira hanya membantu mereka.

Namun, karena kondisi fisiknya yang buruk, dia merasa lelah bahkan saat melakukan pekerjaan ringan. Meskipun merasa lelah, Wira tetap berusaha untuk bertahan. Hanya saja, dia memang hanya bisa berdiri selama 15 menit setiap harinya.


Penduduk desa melirik Doddy dan mengedipkan matanya,

"Doddy, kamu juga pasti lelah, 'kan?"

"Ya, kenapa kalian bisa tahu? Kami berdua sangat lelah selama tiga hari ini!"

Doddy menjawab dengan wajah yang masih kelelahan.

Selama tiga hari terakhir, Doddy menghancurkan batu dan menggerakkan penggilingan. Semua itu adalah pekerjaan berat, sehingga Doddy masih kelelahan sampai sekarang.


"Hehe!" Para penduduk desa tertawa dengan ekspresi yang aneh.


"Sony, apa yang terjadi dengan mereka? Kenapa Danu tidak ikut menjual ikan?" Wira mengerutkan kening saat melihat wajah aneh penduduk desa.

Wira tampak canggung saat menjawab, "Kak Wira, aku tidak tahu siapa yang menyebarkan rumor bahwa malam itu kamu tidak bersama kami karena membawa Doddy ke tempat hiburan. Sekarang kabar itu telah menyebar ke seluruh Desa Pimola.Selama tiga hari ini, semua orang mengatakan bahwa kamu sedang berada di tempat hiburan. Bibi Hani tidak mengizinkan Danu ikut menjual ikan karena takut kamu akan membawanya ke tempat hiburan."


"Sialan...." Ingin sekali rasanya Wira

berkata kasar.


Selama beberapa hari ini, dia berusaha keras memperbaiki citranya dan menjadi pria yang lebih baik.

Namun,kabar bahwa dia menghabiskan tiga hari di tempat hiburan telah menyebar.

Citra buruk sebagai pecundang semakin melekat padanya.Doddy langsung merasa panik,


"Aku ini pria sejati, mana mungkin aku pergi ke tempat hiburan!"


"Doddy, justru karena kamu adalah pria sejati, makanya bisa pergi ke tempat hiburan!" Wira menegaskan.


"Kalau wanita yang ke sana baru tidak ada gunanya!"


"Akui saja, tadi kamu sendiri mengatakan bahwa kamu dan Wira sangat lelah selama tiga hari ini. Kami juga punya istri, kami mengerti!" kata anggota tim yang lain.


"Kalau kalian tidak pergi ke tempat hiburan, lalu ke mana kalian pergi?"


Para penduduk desa itu tidak menyerah untuk mencari tahu.

"Kami...." Doddy tidak bisa

mengatakan alasan sebenarnya.


Wira menegaskan bahwa urusan Toko Besi Keluarga Salim tidak boleh diceritakan kepada siapa pun. Para warga desa menggelengkan kepala mereka dan tersenyum. Kalau tidak bisa menyebutkan alasannya, berarti mereka memang pergi ke tempat hiburan!

Sony melanjutkan,


"Kak Wira, kabar tentang kamu menangkap Budi telah menyebar di seluruh Desa Pimola!"


"Lalu, apa dampaknya?"


"Dampaknya besar! Kak Wira tahu

tidak Budi itu orang seperti apa?"


"Ketika warga desa melihatnya, mereka akan ketakutan dan menghindarinya. Bahkan anak-anak saja akan menangis kalau mendengar namanya. Tapi,kamu malah berhasil menjebloskannya ke penjara.Sekarang, semua orang jadi lebih takut padamu!"


"Uhuk uhuk!"

Sony menambahkan lagi,

"Oh iya, PakAgus juga...."


"Pak Agus kenapa?" tanya Wira.


"Setelah mendengar kamu menjebloskan Budi ke penjara, dia langsung jatuh!"

balas Sony.

Wira berseloroh,


"Itu pasti karena lantainya licin!"


"Hm.... Kak Wira, masih ada satu hal lagi!"


"Apa?"

"Kak Wulan juga sudah dengar rumor tentang kamu pergi ke tempat hiburan!"

Wira berkata dengan kesal,

"Biar kuselidiki manusia berengsek mana yang menyebarkan rumor itu, aku mau menghabisinya! Bodoh sekali kalau aku pergi ke tempat hiburan padahal aku punya istri secantik itu di rumah!"


















Bab 37


Tim penjual ikan telah kembali ke desa!

Anak-anak langsung melarikan diri ketika melihat Wira, beberapa bahkan langsung menangis ketakutan. Para wanita muda yang melihat Wira langsung wajahnya memerah dan berusaha menahan tawa.

Warga desa melihat Wira dengan penuh kagum, sekaligus ketakutan dalam pandangan mereka. Di sisi lain, Agus langsung pergi begitu saja ketika melihat Wira. Dia tidak lagi mencemoohnya seperti sebelumnya.

Setelah makan, tim penangkap ikan langsung mengadakan pertemuan. Tanpa kursi, meja, atau ruang rapat, sekelompok orang itu hanya berdesakan di halaman Wira. Sebagian besar berjongkok, sementara beberapa orang lainnya langsung duduk di tanah.

Wira duduk di depan pintu. Di kedua sisi, duduk empat anggota tim utama, yaitu Hasan, Sony, Danu, dan Doddy. Di posisi yang lebih jauh lagi, ada Sofyan, Said, Surya, Herman, Hamid, dan beberapa paman dari Keluarga Darmadi.

Semakin dekat hubungan mereka, semakin dekat posisi duduknya dengan Wira.


Para warga desa tahu sendiri posisi mereka masing-masing.

Lebih dari 30 warga desa duduk di halaman membentuk lingkaran besar,

dengan beberapa warga desa di luar

halaman yang ingin menyaksikan

keramaian.

Beberapa dari mereka adalah keluarga anggota tim penangkap ikan, sementara yang lain hanya warga desa yang ikut heboh.

Dalam lima hari terakhir, mereka telah menangkap lebih dari 1.500 kilogram dan menjual 1.200 kilogram, dengan total pendapatan 83.000 gabak. Melihat semua orang ini melakukan rapat, warga desa lainnya ikut merasa gembira, tetapi juga merasa tegang. Wira yang sekarang sudah berbeda dengan dirinya yang dulu. Dia adalah orang yang paling kejam di Desa Pimola.


Wira berjalan ke tengah lingkaran dan tersenyum kepada warga desa,


"Selama lima hari ini, kalian semua telah bekerja keras. Kalau ada masalah dalam penangkapan ikan, mari kita bicarakan di sini!" Warga desa saling menatap satu sama lain, tetapi tidak ada yang berani berdiri dan bicara.


"Kita semua adalah keluarga. Kalau ada masalah, harus dibicarakan.Dengan menggabungkan kecerdasan dan kekuatan kita semua, tidak ada hal yang tidak bisa kita selesaikan!"

Wira memberikan semangat dan mulai

memanggil nama-nama,


"Paman Hasan, sebagai ketua tim, silakan

kamu bicara terlebih dulu."


Hasan berdiri dan berjalan ke tengah lingkaran. Melihat wajah-wajah para tetangga yang memandangnya, dia yang tidak pernah gentar menghadapi ribuan tentara, tiba-tiba merasa gugup tanpa alasan. Hasan terdiam sejenak sebelum membuka suara,


"Wira, hidup kami sekarang ini agak kesulitan. Apa kamu bisa memberikan sedikit uang muka kepada kami?"


Seisi halaman yang terdiri dari 30 warga desa itu sontak menahan napas.

Tanpa disadari, mereka memandang

Wira dengan penuh harap.Upah terendah mereka bergabung dalam tim penangkap ikan adalah 1.000 gabak, dan yang tertinggi adalah 2.000 gabak.

Namun, sampai saat ini,mereka belum menerima uang sama sekali sehingga kehidupan mereka tetap sama seperti biasanya. Bahkan,mereka harus makan lebih banyak agar bisa kuat bekerja. Pengeluaran keluarga mereka semakin besar, tetapi istri dan anak mereka malah semakin kekurangan makanan.


Hasan merasa cemas karena tidak yakin bahwa Wira akan setuju dengan usulnya ini.Dia melihat banyak warga desa yang membahas masalah ini secara pribadi. Jadi, Hasan merasa hal ini patut diangkat dalam pertemuan kali ini.

Wira tersenyum sambil berkata,


"Apa semua orang setuju dengan usul

Paman Hasan?"


"Setuju!" teriak para warga desa.


"Lalu, apa lagi yang kita tunggu?Kalau ada usul yang baik, semuanya harus tepuk tangan merayakannya!"

Wira memimpin semua warga untuk bertepuk tangan.


Prok prok prok!


Suara tepuk tangan yang riuh bergema

di dalam halaman.Melihat semua orang bersorak dengan semangat, Hasan merasa sedikit bingung. Sebuah perasaan yang aneh muncul di dalam hatinya. Dia sendiri tidak bisa menjelaskan perasaan ini,tetapi rasanya sangat menyenangkan.


"Danu, Doddy, dan Sony. Masuk ke rumah untuk mengambil uang, lalu bagikan kepada semua orang!"Wira berbalik dan masuk ke dalam rumah.


"Mulai sekarang, gaji bulanan akan dibayar di muka pada awal bulan dan akan diberikan bonus pada akhir bulan. Kita akan gajian dua kali sebulan."


Danu, Doddy, dan Sony segera mengikuti Wira masuk ke rumah dan mulai memindahkan koin perunggu. Para penduduk desa terkejut! Belum pernah ada orang yang membayarkan gaji di muka sebelumnya! Bahkan para bos-bos di luar sana saja sering kali menunda pembayaran gaji untuk pekerjaan yang telah dilakukan.


Wira tidak hanya membayar gaji di muka, tetapi juga berencana memberikan bonus pada akhir bulan.Benar-benar orang yang murah hati! Sementara itu, Agus yang sedang mendengarkan di samping tembok menggelengkan kepalanya dengan frustrasi.


"Dasar pecundang ini sama sekali tidak tahu bagaimana mengendalikan para pekerja. Kalau kamu tidak menahan gaji mereka, mana mungkin mereka akan bekerja keras untukmu?"


Terdengar suara ketiga orang itu yang membagikan gaji para pekerja,

"Kamu dapat 1000 gabak!"


"Gajimu 2.000 gabak!"









Bab 38


Sambil memegang koin perunggu yang berat di tangan mereka, banyak penduduk desa terduduk di tanah sambil berlinang air mata.

Sebagai petani, bahkan setelah bekerja keras sepanjang tahun sekalipun, mereka tidak bisa menghasilkan banyak uang. Kalaupun ingin mencari pekerjaan di kabupaten, mereka tetap kesulitan menemukan pekerjaan yang cocok.

Jika bekerja di rumah bos yang kaya, sering kali mereka hanya diberi makanan tanpa upah. Pekerjaan di kantor pemerintahan setempat bahkan lebih mirip seperti kerja paksa. Bukan hanya tidak mendapatkan upah, mereka bahkan harus membawa makanan sendiri.

Namun sekarang, setelah bekerja beberapa hari untuk Wira, mereka bisa menghasilkan sejumlah besar koin perunggu.


"Ini memang kelalaianku, untung saja ada Paman Hasan yang mengingatkan!"

Wira tersenyum saat berbicara,


"Kalau bukan karena Paman Hasan mengingatkan, malam ini kita pasti tidak jadi membagikan gaji. Oleh karena itu, kalau ada masalah, semua orang harus mengemukakannya agar kita bisa mencari

solusi."


Para penduduk desa dengan cepat menganggukkan kepala dengan semangat, mereka sepenuhnya termotivasi oleh perkataan Wira.


Wira tersenyum dan bertanya,

"Siapa berikutnya?"

"Aku, aku!" Penduduk desa saling berebut untuk berbicara.

Wira menunjuk salah satu pemuda,

lalu berkata,


"Baiklah, Danur, coba kamu katakan usulmu!"


"Aku, aku...."


Pemuda bernama Danur berdiri sambil menggaruk-garuk kepalanya dengan gelisah.

Setelah beberapa saat dia berkata dengan malu-malu,


"Kak Wira, aku belum kepikiran. Tolong beri aku waktu lagi!"

"Hahaha!" Penduduk desa tertawa

terpingkal-pingkal.


"Minggir kamu!" Wira tertawa dan

mengomel,


"Kalian harus pikirkan dulu pertanyaannya, baru bisa maju ke tengah lingkaran ini untuk berbicara.Kalau pertanyaannya bagus, kita akan bertepuk tangan bersama. Kalaupun pertanyaannya tidak bagus, kita juga harus bertepuk tangan untuk menghargai keberaniannya,"


Penduduk desa mengangguk setuju.

"Aku akan mengajukan satu pertanyaan!"

Herman maju ke hadapan semua orang dengan wajah yang memerah.


"Dalam 5 hari sejak dibentuknya tim penangkap ikan, aku melihat bahwa rumput tuton kita semakin sedikit. Dalam setengah bulan lagi, desa kita akan kehabisan rumput itu. Apa yang harus kita lakukan?"


Para warga desa menjadi hening. Meskipun tidak sepenuhnya memahami proses memancing,mereka semua memiliki perkiraan di dalam hati mereka.

Jika akar rumput tuton habis, apa yang akan terjadi pada tim penangkap ikan?

Wira bertepuk tangan dan berkata,


"Ini adalah pertanyaan penting!"


Prok prok prok....


Para warga desa bertepuk tangan dengan antusias.Detak jantung Herman semakin cepat saat dia melihat orang-orang di sekelilingnya. Dia merasakan semangat yang membara.Dalam 28 tahunnya di Dusun Darmadi,dia belum pernah mendapat sorakan semeriah ini.


"Rumput tuton di satu desa memang terbatas, tetapi masih ada banyak desa di sekitar kita."


Wira tersenyum tipis, lalu berkata,

"Tim yang dulu mencabut rumput tuton, akan kita ubah menjadi tim yang bertugas untuk membeli rumput.Kita beli saja rumput basah dengan harga 5 gabak per keranjang dan rumput kering seharga 20 gabak per keranjang."


Seorang warga desa memprotes,


"Bukankah kemahalan 5 gabak per keranjang? Cukup diberi harga 2 gabak per keranjang saja sudah pasti ada yang mau menjualnya!"


"Benar!" sahut warga desa lainnya.


"Harganya tidak boleh terlalu murah.Kita ingin mendapat uang, orang lain juga harus ada untungnya."

Wira berkata dengan nada mantap,

"Berikutnya!"

"Giliranku!"

Danu berdiri di tengah lingkaran dan

berkata,


"Kak Wira, dalam beberapa hari terakhir ini aku tidak pergi ke kabupaten dan bekerja bersama-sama dengan semua orang. Aku lihat,sarapan semua orang di sini adalah bubur, jadi mereka tidak terlalu kuat

bekerja,"


"Tim penangkap ikan hanya bisa menangkap setengah kilogram ikan kecil setiap harinya. Ada yang tidak tega memakannya dan memberikannya semua kepada anak-anak. Ada juga yang menyimpannya secara diam-diam untuk dijual."


"Aku bukannya keberatan kalau kalian mau memberi makan anak-anak, tapi aku ingin mengingatkan semua orang bahwa tubuh kita akan lemah kalau kita tidak makan dengan cukup setiap hari saat melakukan pekerjaan berat seperti ini."


Banyak warga desa yang menunduk seraya melihat tangan dan kaki mereka yang kurus. Semua orang sontak terdiam.

Meskipun mereka telah bergabung dengan tim penangkap ikan dan mendapatkan gaji setiap bulan, tetap saja tidak ada yang berani makan dengan leluasa.


Mereka takut bahwa suatu hari nanti kalau tidak bisa menangkap ikan lagi,mereka tidak akan mendapat gaji. Jadi,semua orang tetap saja hidup dengan sehemat-hematnya.

Wira memimpin dengan tepuk tangan,


"Usulan dari Danu sangat penting!"


Tepukan tangan dari warga desa tidak begitu antusias. Danu tahu bahwa usulannya telah menyinggung beberapa orang, tetapi dia sudah mempersiapkan diri secara mental.Demi kesehatan warga desa, dia tetap harus mengingatkan mereka.












Bab 39


Wira berkata dengan serius,

"Kita harus cukup makan kalau mau kerja berat. Kalau tidak, tubuh tidak akan kuat! Aku mengerti situasi kalian, kalaupun aku memberikan gaji lebih banyak, kalian tetap tidak akan tega untuk membelanjakannya."

Semua warga desa tersenyum canggung.

Hal seperti ini sangat sering terjadi di desa. Meskipun menghasilkan pendapatan lebih dalam sebulan, mereka tetap saja akan hidup hemat. Bahkan di rumah bos kaya sekalipun, mereka hanya makan secukupnya, tidak ada yang makan makanan mewah setiap hari!

Semua uang yang dihasilkan mereka juga akan ditabung.

Wira mulai memikirkan cara,


"Jadi, gaji dan bonus kalian akan tetap sama, kalian juga tetap akan menerima ikan. Tim penangkap ikan akan mengeluarkan uang untuk mendirikan sebuah kantin. Kantin ini akan menyediakan makanan tiga kali sehari. Dijamin kalian akan makan sampai kenyang setiap hari. Saat makan siang akan ada jatah daging untuk setiap orang."


Warga desa terkejut! Disediakan makanan tiga kali sehari, dijamin akan kenyang, bahkan diberi jatah daging.

Bahkan bos besar pun tidak akan

berani memberikan fasilitas seperti itu.

Wira melanjutkan memberi arahan,


"Paman Hasan, cari 5 orang juru masak.

Mulai besok, mereka akan menerima 1000 gabak setiap bulan. Untuk sementara, bangunlah sebuah tenda untuk memasak. Nanti baru pelan-pelan cari orang untuk membangun sebuah tempat. Kamu atur saja detailnya, uangnya bisa diambil

sekarang juga.Hasan menganggukkan kepala dengan terpaku.

Setelah tersadar kembali, banyak sekali warga desa yang matanya berkaca-kaca. Mereka tidak pernah berharap bisa makan daging, bahkan tidak pernah berharap bisa makan nasi sehari tiga kali. Hanya makan bubur saja juga mereka tidak akan keberatan.Wira kembali mengangkat telapak tangannya sambil berkata, "Sekarang, mari kita tepuk tangan untuk Danu lagi!"


Prok prok prok....


Suara tepuk tangan itu sangat riuh.

Kini, penilaian mereka terhadap Danu

telah berbeda.Hati Danu dipenuhi kegembiraan. Dia hanya memberikan saran, tetapi tidak pernah menyangka bahwa Wira akan melakukan hal seperti ini.Memberi makan 30 hingga 40 orang

selama sebulan akan menambah pengeluaran yang cukup banyak.


Padahal, usulannya ini membuat pengeluaran Wira makin bertambah,

tetapi Wira malah tidak menyalahkannya sama sekali!

Dalam lubuk hati Danu, dia benar-benar merasa sangat dihargai!


Selanjutnya, Wira mengangkat tangannya untuk menghentikan suaratepuk tangan,

"Selanjutnya!"


"Aku punya usul!"

Doddy juga maju untuk berkata,


"Tapi,ada dua hal yang ingin aku sampaikan kepada semua orang terlebih dahulu!"

Warga desa menatapnya dengan penasaran, entah apa yang ingin disampaikan Doddy.


"Pertama!"

kata Doddy dengan wajah memerah,

"Aku berani bersumpah bahwa selama tiga hari ini aku dan Kak Wira sedang sibuk bekerja. Kami tidak pernah pergi ke tempat hiburan!"


"Hahaha!"

Warga desa tertawa terbahak-bahak.

Hasan dan Danu menatap Doddy dengan tatapan tajam sambil membatin,

'Dasar bodoh! Kenapa diungkit-ungkit lagi? Apa dia ingin semua orang tahu?'

Wira hanya tersenyum melihat kepolosan Doddy.


"Kedua!" Doddy berkata dengan serius, "Wira mengubah namaku menjadi Zabran. Jadi, jangan panggil aku Doddy lagi, namaku sekarang Zabran."


"Jablay?"


"Jalan?"


"Kenapa aneh sekali namanya!"

Semua penduduk desa keheranan.


"Itu nama yang modern, kalian saja yang tidak tahu tren!"

Doddy beralih ke topik yang serius, '

"Hal yang aku ajukan ini sangat penting. Ketika tim penjual ikan pulang pergi ke kabupaten setiap hari,mereka harus menempuh perjalanan sejauh 40 kilometer. Saat pulang, memang mereka bisa bergantian naik mobil karena kondisi mobil sudah kosong.Tapi, tetap saja mereka harus berjalan sekitar 10 kilometer. Berarti dalam sehari,mereka harus berjalan sejauh 50 kilometer.'

"Menempuh perjalanan panjang dalam waktu lama akan membuat kaki kita kesakitan. Meskipun kita masih bisa bertahan sekarang, tapi kalau dilakukan dalam jangka waktu yang lama, kaki kita pasti akan jadi bermasalah!"


"Doddy, mana ada orang yang kerja tidak lelah? Kami masih bisa bertahan!"

kata beberapa orang.

"Ya, jangan merepotkan Wira lagi.Kami sudah cukup puas dengan semua ini!"


Meskipun kaki mereka sangat sakit saat berjalan, warga desa tidak setuju dengan usul yang diajukan Doddy. Saat ini, mereka semua sudah merasa sangat puas.

Wira mengangkat kedua tangannya, '

"Usul Doddy ini memang untuk kebaikan kita semua. Berjalan sejauh 30 kilometer dalam sehari memang sangat melelahkan! Beri dulu tepuk tangan untuk usul Doddy!"

Jangankan 50 kilometer, berjalan 10 kilometer saja sudah terasa sangat berat bagi Wira.Meskipun warga desa sangat tahan banting, efeknya pasti akan terasa jika diteruskan untuk waktu yang lama. Wira tidak berniat menghasilkan uang dengan usaha keras mereka!












Bab 40


Melihat Wira mendukungnya, Doddy membusungkan dada dengan bangga.


Prok prok prok ....


Kembali terdengar suara tepuk tangan dari warga desa.

Sebenarnya, warga desa tidak setuju dengan usulan tersebut. Bukan karena mereka tidak ingin menikmati hidup, tetapi karena mereka merasa tidak berhak. Selama bisa menghasilkan uang, apa artinya kaki terluka? Bahkan kaki mereka patah pun, mereka tidak akan mengeluh sama sekali.

Wira berpikir sejenak,


"Begini saja, tim penjualan akan ditambah menjadi 30 orang dan dibagi menjadi tiga tim. Setiap hari, satu tim pergi ke kabupaten, satu tim pergi ke pasar, dan satu tim beristirahat di rumah. Dengan begini, mereka pergi ke kabupaten hanya tiga hari sekali."


"Selain itu, jumlah kereta keledai akan ditambah menjadi tiga, dua di antaranya digunakan untuk mengangkut ikan, dan satu kereta akan digunakan bergantian oleh semua orang ketika kembali. Dengan cara ini, perjalanan pulang dapat diperpendek menjadi 15 km, sehingga tidak akan terlalu melelahkan bagi semua orang."


"Tidak, tidak bisa. Ini terlalu santai. Mana ada orang yang bekerja bisa santai-santai begini?"


"Kalau tambah 20 orang, berarti harus menambah pengeluaran lagi. Apa kamu sanggup, Wira?"


"Sebagai orang desa, kami tidak semanja itu. Kami tidak takut kalau harus berjalan beberapa kilometer."

Semua orang menolak usulannya dengan mata berkaca-kaca.

Perlakuan Wira terlalu baik terhadap mereka. Para penduduk desa bahkan tidak pernah membayangkan akan diperlakukan sebaik ini!


"Baiklah, masalah ini ditetapkan begitu saja!"

Wira melambaikan tangannya,lalu berkata,

"Selanjutnya!"

Setelah Hasan, Herman, Danu, dan Doddy mengajukan usulan mereka,para warga desa lainnya juga mulai antusias mengemukakan pendapat mereka. Dari setiap masalah yang diajukan, Wira akan mengumpulkan pendapat penduduk desa, merangkumnya, dan membuat keputusan. Beberapa usulan diterima, sementara beberapa usulan lainnya ditolak.

Semangat penduduk desa semakin meningkat dan membara! Terlepas dari apakah usul mereka diterima atau tidak, Wira selalu berbicara dengan lembut dan bersikap suportif terhadap mereka, kemudian menjadi yang pertama memberikan tepuk tangan.Perasaan dihormati dan diberi semangat ini adalah sesuatu yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Dalam kehidupan sehari-hari mereka, para bos kaya biasanya akan mengejek atau memarahi mereka.Pejabat pemerintah akan menyebut mereka sebagai pengacau, penduduk kabupaten akan menyebut mereka pengemis. Para bangsawan akan

memanggil mereka kampungan. Hanya Wira, orang terpelajar ini, yang benar-benar menganggap mereka sebagai manusia. Perasaan rendah diri, ketakutan, keputusasaan, dan kekakuan yang ada sebelumnya,menghilang begitu saja ketika berada di sini.Semua orang tampak seperti keluarga,tidak ada yang merendahkan siapa pun, dan tidak ada yang merendahkan orang lain!

Beberapa penduduk desa lainnya bahkan rela melakukan apa pun demi Wira.

Pertemuan terus berlanjut! Di luar halaman, banyak penduduk desa yang menyandarkan tubuh mereka pada dinding dan mendengarkan dengan saksama.Halaman itu tidak kedap suara, jadi semua pembahasan dalam pertemuan itu bisa terdengar sampai di luar!Semua penduduk desa menatap mereka dengan mata berbinar-binar dan tampak iri.Kantin yang menyediakan makanan tiga kali sehari dan bahkan diberi jatah daging. Makanan ini bahkan lebih mewah daripada bos pada umumnya.Tim penjual ikan hanya perlu pergi ke kabupaten selama tiga hari sekali, dan bahkan ada kereta kosong yang

dipakai bergantian.Biasanya, hanya orang kaya yang sanggup naik kereta, sejak kapan orang kampungan seperti mereka ini punya kesempatan?

Apalagi, setiap kali ada yang mengajukan pendapat, seisi halaman akan bertepuk tangan untuk menghargainya. Mendengarnya saja sudah membuat orang bersemangat.Para penduduk desa lainnya hanya tersenyum mendengar dari balik tembok. Ada yang mengepalkan tangan mereka dengan antusias, ada yang ikut bertepuk tangan. Seakan-akan, mereka juga berada dalam halaman tersebut.Di antara kerumunan itu juga ada

Gandi, Gavin, dan Ganjar.

Begitu mendengar Wira pulang ke Dusun Darmadi, ketiga bersaudara ini bergegas datang untuk meminta maaf.


Tiga hari yang lalu, Gandi pulang ke rumah dan seluruh keluarga mereka sangat bersyukur. Ibunya bahkan ingin datang untuk memb

erikan penghormatan kepada Wira. Namun,mereka malah mendengar rumor bahwa Wira sedang berada di tempat hiburan.


Ketika mendapat kabar bahwa Wira sudah datang, hari juga sudah malam dan rumah Wira sudah dipenuhi orang. Mereka terpaksa hanya bisa menunggu di luar pintu.Mendengar suara dari halaman rumah Wira, ketiga orang itu sontak

berlinang air mata. Tuan Wira benar-benar orang yang sangat baik.Bisa-bisanya mereka mencuri dari orang sebaik ini, mereka memang pantas masuk neraka! Kini, hati ketiga bersaudara ini diliputi penyesalan yang mendalam. Tangisan mereka mengalir tak terbendung.


"Kalian semua sudah mengajukan begitu banyak pendapat. Sebagai wakil ketua tim penangkap ikan, aku juga mau mengatakan sebuah hal!"


Sony maju dan berkata dengan wajah cemas,


"Kak Wira, tampaknya ada yang tidak beres dengan orang-orang di pasar ikan beberapa hari ini. Ada yang mengincar kita!"











 



 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

71-80 #perjalanandimensiwaktusanggenius

41-60 Perjalanan dimensi waktu sang genius