Perjalanan dimensi waktu sang genius
Bab 20
Mereka sudah akan kaya!
Selama sisa tahun ini, mereka sudah tidak perlu kelaparan lagi.
Tahun Baru nanti, mereka juga bisa menyantap daging.
Warga dusun yang berdiri di luar rumah Wira juga sangat terharu hingga menangis.
Begitu masuk akhir tahun yang sering hujan, bahan pangan mereka akan makin menipis sehingga hidup mereka juga akan bertambah sulit.
Ada banyak warga dusun yang saking miskinnya juga bisa mati kelaparan.
Tahun ini, situasi mereka sudah akan membaik. Mereka pasti bisa melewati akhir tahun ini dengan baik.
Agus mengerutkan keningnya dan membatin,
‘Si Pemboros ini mau kasih gaji yang begitu tinggi? Begitu masuk akhir tahun, curah hujan yang tinggi bakal menyulitkan orang-orang untuk tangkap ikan. Meski kamu punya teknik rahasia menangkap ikan, itu juga nggak berguna. Pada saatnya nanti, kekayaanmu yang tersisa juga nggak bakal bisa menutupi gaji sebulan semua orang yang totalnya 60 ribu gabak.'
“Pilih saja dulu orang yang mau berpartisipasi dari tiap keluarga. Nanti kita adakan rapat kecil."
Wira lanjut berkata,
"Sony, keluarkan gula cokelat yang dibeli dari ibu kota provinsi tadi.Bagilah sedikit untuk semua orang bersama Danu dan Doddy."
Pada era ini, gula cokelat masih termasuk makanan mewah.
"Gula cokelat cuman bisa dinikmati orang kaya!"
"Buat apa beli gula cokelat, beli gula mentah saja! Harga gula cokelat sudah 200 gabak per setengah kilo!"
"Sekarang, Wira sudah kaya. Dia pasti makan gula cokelat, dong!"
Warga dusun pun menerima gula dengan gembira.
Danu, Doddy, dan Sony yang sedang membagi gula cokelat juga sangat senang.
Agus juga menebalkan mukanya untuk menerima gula cokelat.
Namun, Doddy tidak memberikannya.
"Gula cokelat itu cuman dikasih ke orang yang membantu, bukan orang yang menyulitkan."
Agus pun pergi dengan marah.
"Huh!Aku juga nggak sudi!"
Melihat kejadian itu, para warga dusun pun tertawa terbahak-bahak.
Tidak ada orang yang memedulikan Agus.
Biasanya, Agus selalu menjilat Budi dan tidak pernah membela warga dusun.
Dulu, warga dusun masih merasa hal itu wajar.
Namun, setelah membandingkannya dengan Wira sekarang, mereka pun merasa kesal.Setelah semua anggota tim penangkap ikan sudah terkumpul, mereka mengadakan sebuah rapat kecil.
Setelah rapat, semua orang pulang dengan bersemangat.Wira dan Hasan juga berdiskusi sebentar secara pribadi sebelum hari yang melelahkan ini berakhir.
Saat ini, Wira yang sedang menikmati pemandangan langit malam pun merasa sedikit lebih tenang.Wulan menatapnya sambil termenung.Suaminya sudah menenangkan warga dusun hanya dengan kata-katanya. Dia juga membentuk tim penangkap ikan untuk membantu warga dusun. Pada saat yang bersamaan, dia juga mempersatukan kekuatan yang bisa menjamin keselamatannya.
Suaminya yang sekarang sepertinya sudah mendapatkan hasil dari semua yang dipelajarinya selama ini dan bisa menjadi sukses.
Setelah menikmati pemandangan langit sebentar, Wira mengeluarkan sebuah kotak dan menghampiri Wulan.
"Wulan, lagi pikirin apa?"
"Ng... nggak kok!"
Wulan berkata dengan tersipu,
"Suamiku, istirahatlah! Aku pergi masak!"
"Nggak usah buru-buru! Coba lihat ini! Suka nggak?"
Wira membuka kotak di tangannya.
Di dalamnya, ada gelang giok putih, gelang emas, jepit rambut giok putih yang dihiasi bunga kuning, dan bedak pemerah pipi.
Wulan langsung terkejut. Dia memeluk Wira dan berkata sambil terisak,
"Makasih, suamiku! Kamu baik banget sama aku. Aku merasa kayak lagi mimpi!"
Setelah menikah selama 3 tahun, ini adalah pertama kalinya suaminya membelikan hadiah untuknya.
"Sini aku bantu pakaikan!"
Wira juga merasa tidak berdaya dalam menghadapi Wulan. Wulan selalu langsung menangis begitu Wira bersikap baik terhadapnya.
Padahal di dunia ini, tidak peduli berapa banyak hadiah yang diberikan kepada para pacar dan istri, mereka akan merasa itu adalah hal yang wajar.
Setelah memakai seluruh perhiasan yang dibelikan Wira, Wulan pun terlihat makin cantik dan anggun.
Dia bertanya dengan lembut,
"Suamiku,cantik nggak?"
"Nggak!"
"Hah?"
"Nggak cuman dikit, tapi cantik banget! Duh, jantungku sudah berdebar nggak karuan! Coba pegang!"
"Hehe.... Suamiku, kamu nakal ya!"
"Suka nggak?"
"Emm!"
"Ayo tidur!"
"Nggak mau makan?"
"Aku mau makan kamu saja!"
"Maaf, suamiku!"
"Kenapa?"
"Aku lagi datang bulan!"
"Kalau gitu, aku buatkan teh talua ya!"
"Hah?"
Saat melihat Wira yang menyiapkan teh untuknya di dapur, hati Wulan pun terasa hangat.Selesai memasak, makan malam, dan mandi, Wira yang sudah lelah pun berbaring di tempat tidur. Dia langsung tertidur sambil memeluk Wulan.
Setelah tertidur sampai tengah malam, Wulan tiba-tiba membangunkannya.
"Su... Suamiku,ada orang yang lagi cungkil pintu!"
Saat mendengar suara Wulan yang ketakutan, Wira pun bangkit dan mendengarkannya dengan saksama.
Memang ada orang yang sedang berusaha membuka gerendel pintu mereka.
Bulu kuduk Wira juga langsung berdiri.
Dia menarik napas dalam-dalam, lalu berkata,
"Jangan takut. Aku pergi lihat dulu."
Bab 21
Wulan berbisik,
“Apa mungkin itu orang dari pengadilan daerah?”
Wira menggeleng.
“Waktu Budi pergi, gerbang kota sudah tutup. Dia nggak mungkin bisa pergi ke pengadilan daerah. Lagian, kalau itu memang orang pengadilan daerah, mereka pasti langsung mendobrak pintu. Ini perampok, tapi aku nggak tahu ada berapa orang. Kamu sembunyi saja di bawah ranjang!”
Wulan menggeleng.
“Walau aku itu perempuan, aku tetap bisa bantu kamu. Nggak ada yang bisa tahan kalau kepalanya dihantam.”
“Oke. Jangan pakai sepatu. Begitu pintunya terbuka, kita langsung hantam kepala mereka!” bisik Wira.
Mereka berdua tidak menghidupkan lampu. Setelah mengeluarkan parang dan tongkat kayu, mereka pun berjalan ke aula utama tanpa alas kaki.
Dengan cahaya bulan dan bintang yang masuk melalui celah pintu, mereka bisa samar-samar melihat ujung pisau yang digunakan perampok untuk membuka gerendel pintu mereka.
Ckit, ckit ....
Gerendel pintu mereka perlahan-lahan terbuka.
Wira dan Wulan pun menjadi tegang.
Wira ingin langsung mengunci kembali gerendel, lalu berteriak untuk menakut-nakuti perampoknya.
Namun, pintu mereka kurang kokoh.
Apabila perampoknya bernyali dan tidak kabur, pintu mereka pasti terbuka begitu didobrak beberapa kali.
Pada saat itu, mereka pasti akan masuk dengan mempersiapkan diri.
Dengan begitu, Wira dan Wulan tidak mungkin bisa mengalahkan mereka lagi.
Jika bisa mengejutkan mereka, Wira dan Wulan paling tidak bisa menjatuhkan dua orang. Asalkan jumlah orangnya tidak banyak, yang lainya mungkin akan langsung kabur.
Jika mereka tidak kabur, Wira dan Wulan juga bisa bertarung melawan mereka.
Klontang!
Gerendel pintu sudah terbuka. Wira dan Wulan pun mengangkat parang dan tongkat kayu masing-masing.
Krek....
Pintu terbuka sedikit demi sedikit.
"Ah!"
Tiba-tiba, ada orang yang berteriak kesakitan di luar pintu.
Kemudian, ada seseorang yang jatuh ke lantai.
Setelah itu, terdengar suara Doddy
berteriak,
"Perampok dari mana yang berani menargeti Kak Wira! Selama ada aku, Zabran Darmadi dari Dusun Darmadi, jangan harap kalian bisa berhasil! Kalian boleh langsung serang bersama!"
"Doddy!"
Setelah mendengar suara Doddy, Wira langsung tenang. Dia menghibur Wulan,
"Kita sudah nggak perlu takut lagi!"
Wulan juga menarik napas lega.
Semalam, dia sudah melihat Doddy yang bisa menghadapi empat orang sendirian.
"Hei, jangan terlalu sombong!"
teriak seseorang di luar pintu.
Kemudian, terdengar suara perkelahian yang tidak berhenti dari luar pintu.
Tidak lama setelahnya, seseorang berteriak,
"Dia sangat kuat! Cepat bawa adik ketiga pergi!"
Beberapa saat kemudian, Doddy berteriak lagi,
"Woi! Kalian bertiga mau kabur ke mana!"
"Doddy!"
Wira langsung membuka pintu dan berteriak,
"Jangan kejar lagi! Hari sudah gelap, aku takut ada jebakan!"
Dengan kemampuan Doddy, dia memang bisa mengalahkan tiga orang biasa dengan gampang.
Namun, lawan juga jago berkelahi dan bersenjatakan pisau. Mereka sangat berbahaya.Di bawah cahaya rembulan, Doddy pun mengelus kepalanya dan berkata dengan malu,
"Kak Wira, maaf sudah membangunkanmu!"
Wira langsung bertanya dengan prihatin,
"Aku sudah bangun dari tadi. Kamu nggak terluka, 'kan?"
"Nggak. Mereka memang cukup hebat, tapi masih belum bisa melukaiku!"
Doddy berkata dengan marah,
"Kalau bukan karena mereka punya pisau, aku pasti nggak biarkan mereka kabur."
"Tapi meski mereka punya pisau, mereka juga nggak bisa apa-apa. Salah satu dari mereka langsung muntah darah begitu kena tinjuku. Terus, aku juga mencakar bahu orang yang lainnya hingga sepotong bajunya juga langsung koyak. Kalau yang satunya lagi, keterampilannya lebih tinggi dan dia juga pegang pisau. Kaburnya juga
lebih cepat!"
Wira menerima sepotong serpihan kain dari Doddy, lalu melihatnya sebentar sebelum menyimpannya.
Kemudian, dia bertanya dengan heran,
"Kenapa kamu tahu ada perampok yang datang ke rumahku?"
Doddy pun menjelaskan,
"Semalam,kamu sudah menunjukkan kekayaanmu. Ayah bilang mungkin bakal ada orang yang cemburu dan datang merampok. Jadi, dia menyuruhku dan Kak Danu bergantian berjaga di sini!"
"Makasih, ya!"
Hati Wira terasa hangat setelah mendengar penjelasanDoddy.
Paman Hasan bukanlah orang yang pintar berkata-kata, dia lebih suka menunjukkan perhatiannya lewat tindakan.
"Kak Wira, untuk apa kamu berterima
kasih! Seharusnya kami yang berterima kasih padamu!"
Doddy berkata dengan mata memerah,
"Semalam, waktu Ayah pulang membawa begitu banyak uang perak dan bilang bisa menghasilkan 10 ribu gabak per bulan ke depannya, Ibu langsung nangis. Dia juga bilang mau datang bersujud padamu!"
Wira berkata sambil tersenyum,
"Kita toh kerabat, untuk apa begitu sungkan? Ayo cepat masuk! Di luar dingin."
Doddy menggeleng dan menjawab,
"Nggak perlu. Aku bisa berlatih di luar!" Wira pun penasaran. "Berlatih apa?"
"Wing Chun!"
Bab 22
Doddy menunjukkan posturnya,
“Ini Wing Chun yang diwariskan jenderal tua kepada Ayah. Jari-jari kaki harus mencengkeram lantai, telapak kaki harus kosong, dan lutut harus sedikit ditekuk. Pantat seperti duduk di kursi, kelangkangnya diangkat, tulang ekornya diturunkan. Lalu otot perut harus ditahan, dada juga harus terbuka. Kedua tangan seperti mau mencengekeram sesuatu, bahunya diturunkan, siku ditekuk. Terus, dagu ditarik masuk dan kepalanya harus kayak lagi menahan sesuatu. Kalau berdiri lama dengan cara begini, kekuatannya bisa bertambah, reaksinya juga bisa jadi cepat. Jadi, satu orang juga bisa langsung lawan beberapa orang.”
Wira pun terkejut. Teknik yang diajarkan Doddy ini mirip pencak silat Atrana Kuno.
Di era di mana informasi tersebar di mana-mana, segala jenis bela diri juga diposting di internet.
Ada banyak orang yang menontonnya, tetapi jarang ada yang mempraktikkannya.
“Kak Wira, ini warisan rahasia. Ayah bahkan nggak kasih tahu kedua pamanku itu!”
Doddy berbisik,
“Ayah bilang tubuhmu lemah. Jadi, dia suruh aku ajarkan Wing Chun ini ke kamu supaya tubuhmu jadi kuat. Tapi kamu nggak boleh sebarin, ya! Ini jurus warisan
keluarga jenderal tua!"
"Kalau gitu, aku mau coba!"
Wira juga mengikuti postur Doddy, tetapi kehilangan fokus pada hal-hal utama.
Setelah berdiri sekitar 5 menit, dia pun tidak tahan lagi.
Doddy mengerutkan keningnya.
"Kak Wira, kalau kayak gini, kamu nggak bakal berhasil! Kamu harus berdiri
sampai benar-benar habis tenaga,baru kekuatanmu bisa mulai bertransformasi. Dulu waktu aku sudah nggak tahan, Ayah selalu pukul aku pakai rotan hingga aku nggak punya pilihan lain selain lanjut berdiri.Aku nggak bakal pukul kamu, biar Ayah saja yang melakukannya besok!"
"Lagi!"
Wira berdiri dengan pose yang diajarkan Doddy lagi.
Dia tidak pernah berpikir untuk berlatih hingga menjadi sehebat Doddy.
Namun, dia harus meningkatkan kebugaran fisiknya.
Pada era ini, ilmu kedokteran masih sangat terbelakang. Bahkan hanya masuk angin dan demam biasa saja sudah bisa membuat orang meninggal.
Apalagi sekarang dia juga sudah punya
seorang istri cantik.
Wira terus berlatih. Pada latihan terakhir kali, Wira sudah bisa bertahan selama 10 menit.
Selesai latihan, langit sudah terang.
Wira pun mencuci wajah dan menyikat giginya. Tiba-tiba, terdengar suara tangisan yang kuat.Sony dan ketiga kakaknya sedang menangis sambil berjalan ke rumah Wira.
Sekelompok warga dusun pun mengikuti mereka.
"Wira, uang perakku hilang! Lima puluh ribu gabakku sudah lenyap! Aku sudah nggak bisa nikah!"
Begitu masuk ke rumah Wira, Sony langsung menangis tersedu-sedu.
Semalam, begitu pulang ke rumah, dia sudah mendapatkan perlakuan istimewa.
Sinta memasakkan empat lauk, Sofyan membawakan setengah botol arak anggur, dan Said membawakan sepotong dendeng untuknya.
Mereka sekeluarga berkumpul untuk merayakan Sony yang menjabat menjadi wakil ketua tim penangkap ikan. Bagaimanapun juga, wakil ketua bisa mendapatkan gaji 3000 gabak sebulan.
Sony sudah mabuk berat, tetapi menolak tawaran kakak iparnya untuk tidur di kamar.
Jadi, dia tetap tidur di kandang sapi.
Begitu bangun tadi pagi, 50 ribu gabaknya sudah hilang!
"Dasar kamu ini! Kenapa nggak kasih tahu kami kalau Wira sudah kasih begitu banyak uang untukmu? Kamu takut kami minta, ya? Suruh kamu tidur di kamar, kamu juga nggak mau.Takut kami curi uangmu? Sekarang,uangmu sudah hilang! Apa kamu sudah puas? Itu 50 ribu gabak, lho!"teriak Sinta sambil menangis.
Sony juga menangis. Dia bukan takut kakak dan kakak iparnya mencuri uang itu. Dia takut mereka akan meminjamnya. Uang itu adalah uang yang diberikan Wira kepadanya agar dia bisa membangun rumah dan menikah.
Sofyan, Said, dan Surya juga ikut menangis. Di pedesaan, 50 ribu gabak adalah jumlah yang besar. Bahkan orang paling kaya di desa sekali pun akan menangis sedih apabila kehilangan begitu banyak uang!
"Aku juga pulang dulu untuk periksa apa rumahku kemalingan apa nggak!"
Wira dan Sony sudah dirampok. Doddy pun terkejut dan buru-buru pulang ke rumah.Para warga desa juga terkejut.
Wira juga memberi uang perak kepada
keluarga Hasan?Mereka berempat baru mengikuti Wira sehari, tetapi sudah mendapat begitu banyak uang.
Jika begitu, orang yang mengikuti Wira bisa kaya!
"Kak Wira, maaf. Aku sudah kehilangan uang yang kamu kasih!"
Sony yang masih terlihat sangat bersemangat kemarin sudah menjadi
lemas hari ini.
Jika uangnya hilang, rumah batu dan istri cantik sudah tidak mungkin didapatkannya.
Dia akan kembali menjadi gelandangan.
Wira berkata dengan tegas,
"Buat apa nangis! Kalau sudah hilang, ya sudah!Toh bukannya nggak bisa dihasilkan kembali! Kamu itu seorang pria
dewasa! Masa nangis-nangis kayak perempuan? Memangnya kamu nggak malu? Cepat berhenti!"
Sony langsung menutup mulutnya.
Dia tidak berani meneteskan air mata lagi.
Sinta, Sofyan, Said, dan Surya juga tidak berani menangis mengeluarkan suara.
Wira menatap semua warga dusun sambil berkata,
"Kalian semua pulanglah. Hari ini tim penangkap ikan sudah mau mulai kerja. Habis makan, tunggu saja perintah dari Paman Hasan. Ini kesempatan kalian mendapatkan uang. Jadi, kalian nggak
boleh ceroboh."
Para warga dusun yang datang menonton keramaian buru-buru mengangguk, lalu pulang ke rumah masing-masing.
Masalah Sony tidak ada hubungannya dengan mereka. Tim penangkap ikan baru bisa menghasilkan uang untuk mereka.
Saudara-saudara Sony tidak pergi.
Mereka sekeluarga seolah-olah sudah kehilangan semangat hidup mereka.
Wira pun menghibur,
"Semangat dikit, dong! Toh cuman uangnya saja yang dicuri. Kalau kita pakai cara yang tepat, kita pasti bisa menemukannya."
Mata Sony langsung berbinar.
"Masih bisa ketemu lagi?"
Ketiga kakak Sony juga menjadi bersemangat.
Wira berkata lagi,
"Tergantung kamu.Kamu sering berkeliaran ke mana-mana, apa kamu tahu ada perampok yang tinggal sekitar 10 kilometer dari sini?"
Kemarin, mereka baru menunjukkan kekayaan mereka.
Malamnya, sudah langsung ada orang yang mau merampok mereka. Pelakunya pasti orang yang tinggal di dekat dusun
mereka.
Dalam waktu yang begitu singkat, informasinya tidak mungkin tersebar jauh. Paling jauh juga 10 kilometer.
Bab 23
Sony buru-buru berkata,
"Tahu. Aku tahu jelas tentang ini!"
Sejak usianya yang ke-13 hingga 19 tahun, dia sudah familier dengan siapa pun pencuri, perampok, dan siapa pun yang dikabarkan sebagai pembunuh di sekitar kota-kota terdekat.
Dulu, ada pencuri yang membawanya masuk ke geng, tetapi Sony tidak cukup berani sehingga tidak jadi bergabung.
Wira yang mendengar detailnya pun bertanya,
"Apakah ada geng yang beranggotakan tiga orang? Mereka bisa bela diri dan menggunakan pisau!"
"Ada!"
Sony memikirkannya sejenak, lalu berujar,
"Di Dusun Gabrata yang jauhnya sekitar tujuh kilometer dari sini, ada Gavin beserta dua saudaranya. Mereka bisa melompati tembok yang setinggi manusia dalam sekejap dan aku pernah melihatnya sekali. Ayah mereka merupakan pasukan yang turun ke medan perang dan mewariskan ke mereka teknik pedang pembunuh milik pasukan. Teknik itu adalah milik orang-orang kejam dari Dusun Gabrata."
Wira pun mengangguk.
Ada kemungkinan bahwa ketiga bersaudara ini pencuri yang dipukuli habis-habisan oleh Doddy kemarin Ada lebih dari belasan pencuri dalam radius 10 kilometer dari tempat ini.
Jadi, sulit menentukan siapa yang menyebarkan kabar tersebut sehingga
pencuri datang.
Siapa pun yang mencuri 50.000 gabak milik Sony akan sulit ditemukan karena ruang lingkupnya cukup besar.
Jadi, ketiga pencuri itu harus ditemukan terlebih dahulu agar bisa menemukan siapa informan mereka.
"Kalau pelakunya benar-benar mereka, kita lebih baik merelakan uang ini. Mereka itu orang keji!"
Surya buru-buru berkata,
"Uang bisa dicari lagi. Sony, kamu sekarang bisa mendapatkan 3000 gabak dalam sebulan.Jadi, kamu bisa mendapatkannya kembali dalam waktu kurang lebih dua tahun. Jangan ambil risiko!"
Kak Sinta dan kedua abangnya juga mengangguk. Melapor petugas resmi harus mengeluarkan uang dan mencari pencuri harus mengorbankan nyawa.
Tidak lama kemudian, Hasan beserta ketiga putranya datang. Lantaran rumah mereka tidak dirampok semalam, Kak Sinta pun berkata dengan tidak bersahabat,
"Paman Hasan, rumah Wira dan kami sudah kemalingan. Kenapa rumahmu nggak?
Sofyan, Said, dan Surya pun menatap
Hasan dengan curiga.Mereka berlima kembali bersama-sama.
Namun, hanya dua rumah yang kemalingan, sedangkan rumahnya Paman Hasan tidak.50000 gabak adalah uang yang sangat besar bagi masyarakat desa.
Jadi, wajar jika orang lain memiliki
pemikiran seperti ini.
Sebelum Hasan dan anak-anaknya
angkat bicara, Sony buru berkata,
"Kak Sinta, omong kosong apa ini?
Paman Hasan buka orang seperti itu!"
Wira pun menjelaskan,
"Kak Sinta,kemarin malam, Doddy sendiri yang bertarung melawan empat orang.
Entah siapa yang ada di sana. Orang yang memberi tahu ke pencuri itu pasti salah satu dari orang yang berada di lokasi dan memberi tahu mereka tentang keahlian Doddy. Kalau pencuri itu bodoh dan tetap berani merampok rumah Paman Hasan, mereka pasti akan dipukul sampai mati."
Sinta langsung tersipu malu. Dia berkata dengan kepala tertunduk,
"Aku ... aku nggak bermaksud begitu!"
"Dasar wanita bodoh! Cuma bisa bicara omong kosong!"Surya memarahi istrinya, lalu meminta maaf kepada Hasan sambil
tersenyum!
Hasan melambaikan tangannya dan berkata,
"Sudahlah. Nggak usah bahas ini lagi. Wira, apa rencanamu?"
Sorot mata Wira pun menjadi murung
dan dia berkata,
"Mencari pelakunya,lalu menyerahkannya ke pihak berwajib!"
Sulit untuk mencegah munculnya pencuri. Jadi, lebih baik tangkap dan hukum pelakunya agar bisa menjadi peringatan bagi orang lain.
Sony bergidik, lalu berkata,
"Apa kita akan langsung pergi ke Dusun Gabrata untuk menangkap Gavin bersaudara?"
"Tentu saja enggak!" ujar Wira sambil menggeleng.Kemudian, dia berkata dengan sungguh-sungguh,
"Kalaupun Gavin bersaudara adalah pencurinya,orang-orang di dusun mereka nggak akan diam saja kalau kita membawa mereka pergi. Sekalipun Danu dan Doddy bisa bela diri, kita tetap bukan tandingan mereka! Cara yang terbaik adalah meminta bantuan kepada Tuan Jamadi agar dia bisa membawa kita untuk menangkap pelaku."
Jamadi Handari adalah hakim daerah yang bertugas menangkap para pencuri. Dia yang memiliki pasukan khusus ini merupakan sosok yang paling ditakuti oleh seluruh penduduk desa.
Penduduk Dusun Gabrata pasti berani mengadang Wira dan lainnya, tetapi tidak dengan Jamadi.
Hasan pun menggeleng seraya berkata, "Aku khawatir Jamadi nggak akan membantu. Kemarin, kamu sudah memukul Budi. Keduanya sudah pasti sekutu karena mereka adalah pejabat daerah."
Mereka semua pun mengangguk.
Hubungan antara kepala desa, hakim daerah, dan pejabat lainnya tidak terlalu baik.
Namun, sikap mereka terhadap penduduk desa malah konsisten dan mereka bersedia bersatu untuk menekan orang yang berani melawan.
"Mari kita bahas lagi setelah bertemu dengannya!"
Wira pun bangkit berdiri dan berkata,
"Paman Hasan, Paman nggak perlu ikut. Ini adalah hari pertama tim penangkap ikan bekerja. Paman harus mengatur semuanya supaya semua berjalan sesuai rencana!"
Hasan pun mengangguk seraya berkata, "Aku pasti akan mengawasi semuanya dengan baik!"
Kemarin malam, keduanya telah mendiskusikan hal ini. Tim penangkap ikan akan dibagi menjadi empat tim.
Tim pertama akan menggali akar tanaman tuba, tim kedua menumbuk akarnya, tim ketiga membawa hasil tumbukan itu dan pergi menangkap ikan, dan tim yang terakhir membawa ikan untuk dijual di pasar kabupaten.
Kerjakan tugas masing-masing dan tak perlu banyak tanya.
Namun, hal ini tidak dapat dirahasiakan selamanya. Beberapa hari ke depan, semua orang pasti akan tahu bagaimana cara menangkap ikan!
Bab 24
Akan ada orang yang melanggar perjanjian kerahasiaan, lalu meninggalkan tim untuk mencari ikan sendiri dan menjualnya.
Namun, karakter seseorang dapat terlihat dengan cara ini.
Orang yang memiliki pemikiran dangkal akan melupakan moralitas demi keuntungan pribadi. Jadi, mereka akan pergi menangkap ikan demi mendapatkan keuntungan sendiri. Sementara itu, orang yang memiliki karakter baik akan menepati janji dan mengajak yang lain untuk menghasilkan uang bersama-sama.
Hanya saja, setelah menerima keuntungan dari ini, mereka berlima tidak akan menganggap serius metode rahasia menangkap ikan lagi.
Setelah menyelesaikan sarapan dengan tergesa-gesa, Wira berganti pakaian dengan jubah sutra, lalu membawa Sony yang mengenakan pakaian satin, serta Danu dan Doddy yang membawa tongkat jujube panjang ke kediaman Jamadi yang 10 kilometer jauhnya.
Tempat tinggal Jamadi di Desa Pimola adalah rumah berbata yang memiliki delapan kamar dan ada dua patung singa menghiasi kedua sisi gerbangnya.
Di pedesaan, hanya tuan tanah atau pejabat yang bisa tinggal di sana.
Kemudian, dua penjaga yang berjaga
di sisi singa batu berlari ke kediaman
dan melapor kepada Jamadi bahwa
Wira dan rombongannya datang
mencarinya.
Tidak lama kemudian, seorang pria paruh baya jangkung yang berjanggut berjalan ke luar dengan ekspresi garang.
Dia mengenakan pakaian yang penuh dengan tulisan dan ada pisau lengkung tergantung di pinggangnya.
Begitu melihat Wira, dia langsung berujar, "Aku dengar kamu memukul Budi?"
Insiden di Desa Damardi kemarin malam telah tersebar. Hubungan Jamadi dengan Budi memang tidak baik, tetapi mereka semua adalah pejabat pemerintahan yang termasuk dalam kelompok kepentingan.
Kemarin, bocah ini berani memukul kepala desa. Di masa depan, pasti akan berani memukul dirinya. Oleh karena itu, Jamadi harus memberi kesan yang garang dan memberi pelajaran kepada Wira agar Wira tidak berani macam-macam dengannya.
Menghadapi Jamadi yang galak ini,Wira pun melambaikan tangannya dan berkata,
"Lebih baik kita bahas masalah Sony terlebih dahulu!"
Sony pun memandang Jamadi dengan
takut-takut, lalu berujar,
"Tuan Jamadi, kemarin malam, ada orang
yang merampok 50.000 gabakku."
"Apa?"
seru Jamadi sembari memandang Sony dengan curiga.Ekspresinya seolah-olah tidak percaya bahwa Sony bisa mendapatkan 50000 gabak.
Alhasil, Sony yang ditatap seperti ini merasa sangat tidak nyaman. Dia pun berkata dengan lantang,
"Tuan Jamadi, ada orang yang merampok
50000 gabakku.Aku ingin kamu membantuku menangkap pencurinya."
"Kalaupun kamu benar-benar kehilangan 50000 gabak, mana bisa aku menemukan pencurinya!" Jamadi memutar bola matanya, lalu berkata,
"Bukannya Tuan Wira kalian sangat cakap? Tuan Budi saja berani dipukulnya. Kenapa kamu nggak memintanya untuk mencari pencurinya?"
Sony yang mendengar ini mengerutkan alisnya dan wajahnya tampak sedih. Dia sudah menyiapkan mental sebelum datang ke sini dan sudah bisa menebak bahwa Jamadi tidak mungkin memedulikan hal ini.
Wira pun berkata,
"Tuan Jamadi, bisakah aku berbicara denganmu sebentar?"
"Katakan saja secara langsung! Jangan berbelit-belit!"
bentak Jamadi dengan raut wajah mencemooh. Dia tahu jelas perkataan semacam ini. Itu adalah perkataan orang yang ingin menyogoknya. Jamadi akan terima jika orang lain yang berkata demikian.
Namun, dia harus bersikap tegas kepada Wira.Di sisi lain, keempat pengikut Jamadi
juga tampak sangat dingin.
Kepala desa saja berani Wira pukul.
Jadi,mereka juga tidak akan sungkan.
Kemudian, Wira berujar tanpa ekspresi,
"Apakah kamu tahu bagaimana Soni bisa mendapatkan 50000 gabak?"
Demi memberi kesan mendalam kepada Wira, Jamadi berencana untuk membalas perkataan Wira dengan garang.
Jadi, dia berkata,
"Nggak ada urusannya denganku!"
Wira memicingkan matanya dan berkata,
"Sony, beri tahu dia."
Meskipun mengabaikan Wira,
Jamadi tetap ingin mendengar. Dari ekspresinya saja, tampak jelas bahwa dia juga penasaran.
Sony mendengus dingin, lalu berkata,
"Tuan Jamadi, aku, Sony, memang nggak punya kemampuan untuk menghasilkan 50000 gabak. Tapi,Tuan Muda Wira bisa. Dia yang memberiku 50000 gabak supaya aku bisa membangun rumah dan menikah.
"Apa?" Seru Jamadi tak percaya.
Dia pun menatap Wira dengan kaget.
Wira si anak tak berguna ini benar-benar memberi 50000 gabak ke Sony
si pengangguran ini?Ini bukan penipuan, ya?
Kedua pengikut Jamadi saling memandang dan berkata,
"Pengangguran seperti itu saja diberikan 50000 gabak, sedangkan kita yang bekerja susah payah selama setahun, 5000 gabak pun nggak punya.
Wira memicingkan matanya dan berujar, "Pak Jamadi, aku adalah orang yang sangat sederhana. Orang yang menjadi saudaraku akan kuberi uang dan orang yang memusuhiku akan kuhabisi.
Bagaimana denganmu?
Mau menjadi teman atau musuhku?"
Bab 25
Sony, Danu, dan Doddy langsung tercengang.
Mereka tak menduga Wira akan begitu berani mengintimidasi Jamadi.
Hakim daerah ini punya pasukan pemanah dan pasukan militer. Selain itu, Jamadi adalah pejabat pemerintah di pedesaan yang bahkan lebih menakutkan dari kepala desa.
Jamadi yang mendengar ini langsung murung. Ada kemarahan yang mencuat di hatinya, tetapi dia bisa menahannya. Dia pun berkata dengan dingin,
"Itu tergantung seberapa tulusnya kamu!"
Perlu diketahui, hakim daerah dan kepala desa berkomplot demi memeras uang masyarakat. Namun, uang yang didapatkan ini masih harus diserahkan ke atasan mereka. Jadi, mereka hanya bisa menikmati sedikit keuntungannya. Jika Wira bisa memberinya manfaat yang menarik, sekedar menyapa Budi bukankah apa-apa.
Wira pun mengeluarkan 2.000 gabak sembari berkata,
"Ambil ini dan traktir pengikutmu untuk makan-makan."
Mata pengikut Jamadi langsung berubah menjadi hijau. Mereka tidak menyangka orang ini akan langsung mengeluarkan 2.000 gabak. Bocah ini benar-benar menghamburkan uang.
Sepasang mata Jamadi berbinar, tetapi
raut wajahnya segera berubah menjadi
datar. Dia berkata,
"Wira, apa kamu sedang mempermalukanku?Memberiku uang lebih sedikit dari pengangguran itu?"
Penduduk desa memberi hadiah berupa induk ayam, daging sapi, atau ikan yang gemuk. Itu semua bahkan tidak sampai 1.000 gabak. Memang, belum pernah ada orang yang memberinya 2.000 gabak.
Namun,uang yang diberikan Wira ini jauh
lebih kecil dari yang diberikan ke Sony,
Di sisi lain, Danu, Doddy, dan Sony yang melihat ini langsung terharu.
Perbedaan seperti ini saja sudah menunjukkan bahwa Wira lebih menganggap penting mereka daripada
Tuan Jamadi.
Wira pun memicingkan matanya seraya berkata,
"Bagaimana kalau Anda mengundurkan diri dari posisi ini, lalu bekerja denganku dari dini sampai malam hari. Dengan begitu,aku juga akan memberimu 50.000
gabak."
"Hehe! Jangan bercanda. Ini cukup,kok!"
Memahami bahwa itu adalah upah kerja, Jamadi pun mengambil uang itu.
Setelah itu, dia melambaikan tangannya seraya berkata,
"Ayo,berkumpul!"
Tidak lama kemudian, empat orang pemanah dan delapan pasukannya bergegas mendekat.
Wira pun memberi tahu Jamadi bahwa mereka harus pergi ke Dusun Gabrata untuk menangkap Gavin bersaudara.
Jamadi yang mendengar ini tidak keberatan sama sekali.
Di pedesaan,kepala daerah otonom adalah senjata yang terkuat. Selain itu, di belakangnya masih ada beberapa pejabat pemerintahan lainnya.
Namun, menangkap pencuri butuh
kecakapan.
"Doddy, apa kamu benar-benar bisa melawan empat orang sekaligus?"
tanya Jamadi yang memandang Doddy dengan curiga.
Satu lawan empat, hanya orang terlatih yang bisa melakukannya.
Dulu, ketika Hasan pensiun dari militer, dia pernah datang untuk merekrutnya karena ingin mengumpulkan orang yang bisa bertarung. Mana tahu Hasan berkata bahwa dirinya adalah prajurit rendahan yang tidak pernah membunuh musuh dalam pertempuran.
Dia bahkan tidak belajar ilmu diri selama di kemiliteran!
Hasan saja tidak bisa bela diri, bagaimana bisa mengajari putranya? Mungkinkah bocah ini sangat berbakat?
"Kalau kamu nggak percaya, kamu boleh menyuruh pengikutmu mengujinya!" ujar Doddy.
Kemudian,sorot matanya menjadi kesal dan dia berkata,
"Masih ada lagi. Kak Wira sudah mengganti namaku menjadi Zabran. Jadi, jangan panggil aku Doddy lagi."
Tugas hakim daerah adalah menangkap para pencuri.
Namun,Jamadi malah dijatuhkan oleh Kak Wira dengan 2.000 gabak. Jadi, Doddy tidak menganggap serius Jamadi.
"Percaya, kok!" jawab Jamadi sambil bergidik.
Dia pun menoleh ke arah Danu dan bertanya,
"Kalau kamu?"
Danu menjawab tanpa ekspresi,
"Satu!,"
Jamadi pun menghela napas lega. Dua anak buah Wira adalah petarung yang cakap. Jika terjadi sesuatu di masa depan, Jamadi yang kemampuannya sedikit ini pasti bisa ditekan.
Di sisi lain Doddy tampak masam.
Orang yang bisa dipukul Danu itu dia
dan ayahnya bisa memukul mereka
berdua.Kemudian, sekelompok orang itu bergegas ke Dusun Gabrata dan Jamadi sudah membuat pengaturan di sepanjang jalan. Dia menginstruksikan Doddy yang bisa bela diri membawa Sony dan seorang pasukan untuk menangkap anak kedua, Gandi.
Sementara Danu yang hanya bisa melawan satu orang akan pergi bersama empat pemanah dan dua pasukan untuk menangkap Ganjar yang terluka. Terakhir, dirinya dan Wira akan membawa pemanah beserta tiga pasukan ke rumah kakak tertua, Gavin.
Ketika mereka masuk ke desa, ada sekelompok warga desa yang langsung mengepung.
Namun, ketika melihat bahwa orang yang datang adalah Jamadi, warga desa langsung ketakutan dan melarikan diri.
Di pedesaan, hakim daerah lebih menakutkan dari kepala desa.
Pada dasarnya, kemunculan mereka hanya untuk menangkap orang. Jadi, para warga ini memilih untuk menonton dari kejauhan.
Bab 26
Setibanya di sebuah kediaman kecil berdinding batako, Jamadi pun mengeluarkan pisau lengkung yang tergantung di pinggangnya dan mengayunkannya.
Dua pasukan yang membawa tongkat pun segera menendang pintu kayu yang bobrok itu. Kemudian, tiga pasukan berjaga di depan dan dua pemanah yang sudah bersiap dengan busur menerobos masuk secara bersamaan.
Di dalam sana, tampak seorang wanita kurus sedang berjalan keluar dari dapur. Dia bertanya,
"Tuan-tuan, ada masalah apa?"
"Gavin, kamu sudah melakukan kejahatan. Cepat keluar!"
Jamadi yang mengabaikan pertanyaan wanita tua itu melambaikan pedang lengkungnya dan lima orang segera menerobos masuk ke dalam rumah.
Brak!
Dua pintu kayu terbanting ke luar dan langsung menjungkirbalikkan mereka berlima. Setelah itu, tampak seorang pemuda bergegas keluar dengan pisau dan langsung menyerang Jamadi.
Wira tercengang. Dia mendapati bahwa sorot mata pemuda ini sangat kuat dan wajahnya memancarkan aura membunuh!
Tak terduga, Jamadi yang bahkan tidak
mengangkat pisau lengkungnya malah
tersenyum dingin dan berkata,
"Gavin,membunuh pejabat sama dengan
pemberontakan dan seluruh kerabatmu akan dibantai. Aku, Jamadi, nggak menyerangmu. Apa kamu berani membunuhku?"
Gavin yang membawa pisau itu terkejut. Setelah itu, dia bergegas lari ke arah tembok halaman. Dia hendak melompati tembok yang setinggi dua meter itu dan melarikan diri.
"Reaksinya cepat sekali, bahkan lebih. cepat dari beberapa pelari tercepat di dunia!"Wira merasa bahwa Gavin telah
melarikan diri.
Namun, sebelum lima pengikut Jamadi memanjat tembok,Jamadi kembali berbalik dengan perlahan dan berkata lagi, "Gavin, apa kamu benar-benar mau melarikan diri? Kamu boleh lari. Tapi, bagaimana dengan istri, anak, dan ibumu? Apa kamu akan membiarkan mereka
semua ditangkap dan dipenjara?"
Pencurian di Nuala pada awalnya memang sangat serius. Jika satu orang
terlibat dalam pencurian, seluruh keluarga dan kerabat akan terkena imbasnya. Hanya saja, ada terlalu banyak kasus pencurian selama masa perang yang telah berlangsung selama bertahun-tahun ini.
Jadi,penanganannya sekarang agak ringan. Asalkan pelaku tertangkap, keluarga tidak akan terlibat.
Namun, jika pelaku kabur, pihak keluarga yang akan dijebloskan ke penjara.
Mendengar ucapan Jamadi, Gavin yang berada di atas tembok terpaku dan ekspresi di wajahnya tidak pasti. Pada akhirnya, dia melompat turun sambil membuang pisau di tangannya. Gavin segera berlutut di tanah sambil mengangkat kedua tangannya dan berkata,
"Tuan, jangan tangkap keluargaku. Aku, Gavin, mengakui kesalahanku dan bersedia menerima hukuman."
Jamadi pun menyimpan pisau lengkungnya dan berkata,
"Kita adalah orang sebangsa. Asalkan kamu nggak mempersulit kami, kami juga nggak akan mempersulit keluargamu.
Pengawal! Ikat dia!"
Kelima pemanah dan pasukannya pun bangkit, lalu membelenggu Gavin.
Di sisi lain, Wira terkejut.
Dia tidak menyangka hukum ternyata lebih berkuasa dari manusia.
Selama 238 tahun Kerajaan Nuala berdiri, hukum raja masih memiliki kekuatan untuk menangkap pencuri.
Gavin menyerahkan diri demi ibu, istri, dan anak-anaknya. Dia bisa dianggap sebagai orang yang bertanggung jawab.
Tidak lama kemudian, Danu, Doddy, lima pemanah, beserta pasukan lainnya membawa paksa Gandi dan Ganjar.
Ketiga bersaudara itu memiliki perawakan yang sama.
Sama-sama berkulit hitam dan kurus. Satu-satunya yang membedakan adalah Ganjar yang pucat.
Dia tampaknya menderita luka yang sangat serius.
Melihat kejadian ini, sekelompok warga desa pun mengerumuni tempat itu.
"Tuan, tolong lepaskan anakku. Dia mencuri demi membelikan obat untukku yang renta ini. Tangkap saja aku!" pinta ibunya Gavin yang bungkuk, kurus, dan berambut putih itu sambil berlutut di depan Wira dan Jamadi.
"Tuan Wira. Tolong, maafkan keluarga kami. Mereka memang salah karena sudah mencuri, tapi mereka juga terpaksa. Ibu mertuaku sakit dan perlu minum obat. Tapi, penghasilan suamiku nggak banyak meski sudah banting tulang dari pagi hingga malam. Dia nggak mungkin mencuri kalau bukan karena keadaan. Tolong berbelas kasihlah dan lepaskan dia. Kami akan bersujud kepadamu!"
kata salah seorang dari ketiga menantu
perempuan. Mereka bahkan mengajak anak-anak mereka untuk berlutut dan memohon belas kasih kepada Wira dan Jamadi.
Wira tidak sanggup melihat pemandangan ini. Jadi, dia ingin segera pergi dari sini. Namun, Jamadi tampak acuh tak acuh.
"Huh!"
Gavin bersaudara adalah orang baik. Kalau tiga tahun yang lalu ayah mereka nggak meninggal, mereka nggak akan mencuri. Sekarang, ibu mereka sakit dan ladang sudah dijual.Ketika petani bagi hasil dan nggak cukup makan pun, mereka nggak akan mencuri. Meskipun mereka menjadi mencuri, mereka nggak pernah mencuri makanan dari desa ini."
"Tuan Jamadi, Tuan Wira, tolong lepaskan mereka. Mereka bertiga itu orang baik."
"Kalau kamu menangkap ketiganya, bagaimana keluarga mereka bisa hidup?"
Satu demi satu penduduk desa mengutarakan pendapat mereka.
"Tolong jaga ibu dan anak-anakku!"
kata salah satu dari tiga bersaudara itu sambil memandang istri masing-masing.
Kemudian, ketiganya bersujud kepada ibu mereka tiga kali tanpa mengatakan apa-apa.Hati Wira perih melihat adegan ini.Sudah bekerja keras, tetapi masih tidak bisa mencukupi kebutuhan ibu, istri, dan anak-anak.
Orang baik benar-benar terpaksa menjadi pencuri! Dunia macam apa ini?
Bab 27
"Diam! Siapa yang berani berkata lagi akan dijebloskan ke penjara juga!"
seru Jamadi dengan nada dingin dan ekspresinya juga tampak tegas.
Dia sering melihat hal seperti itu. Meskipun terlihat menyedihkan, tetap saja ada beberapa pencuri yang terlahir sebagai orang jahat. Jadi, dia tidak tersentuh sedikitpun.
Jika ingin bertahan di dunia yang kacau ini, hati pun harus teguh.
Penduduk desa yang mendengar ini tidak berani mengatakan apa-apa lagi. Sementara itu, Ibunya Gavin beserta ketiga menantunya hanya bisa menyeka air mata dan terisak.
"Gavin, Gandi, Ganjar, kemarin malam, kalian pergi ke kediaman Wira untuk merampok. Ganjar, Doddy memukulmu dari belakang. Gandi, kamu dicakar di bagian bahu. Sekarang, bukti ada di depan mata. Kalian mau mengaku atau nggak?"
Wira pun membuka pakaian mereka berdua, lalu mendapati bekas tinju di punggung Ganjar dan luka gores di bahu Gandi. Selain itu, Wira juga mengeluarkan sobekan pakaian yang ternoda darah. ketiga bersaudara itu saling memandang, lalu mengangguk dan berkata,
"Mengaku!"
Bukti kuat ada di depan mata. Ketiga bersaudara itu tentu tidak bisa menyangkalnya.
Jamadi mengangguk puas, lalu berkata,
"Baguslah kalau kalian mau mengaku. Bagaimana dengan uang yang kalian curi dari Sony?"
"Uang?"
tanya ketiga bersaudara itu bingung. Mereka hanya pergi ke rumah Wira untuk mencuri.
Namun, ketiganya malah dipukuli oleh Doddy sebelum sempat mendapatkan apa pun.Ibunya Gavin dan ketiga menantunya
menyeka air mata, lalu berkata,
"Mereka sama sekali nggak dapat apa-apa. Ganjar bahkan pulang dalam keadaan terluka."
"Sepertinya bukan mereka pelakunya. Orang yang mencuri uang Sony adalah orang lain!"
Jamadi memandang Wira, lalu berujar,
"Tuan Wira, apa yang kamu pikirkan?"
Wira mengangguk dan berkata,
"Gavin, siapa yang memberitahumu kalau keluargaku punya uang?"
Semua penjahat pasti punya informan.
Sebelum mencuri, informan akan terlebih dahulu mengawasi. Jika mereka main asal curi, pasti akan gagal.
"Setiap geng punya peraturan masing-masing. Kami nggak mungkin mengkhianati informan kami!" ucap salah satu ketiga bersaudara itu.
Setelah memandang ibu, istri, dan anak-anak mereka, mereka pun diam seribu bahasa.
Melihat ini, Jamadi memberi isyarat mata ke pengikutnya.
Buk, buk, buk!
Tanpa memedulikan warga di sekitar,
para pemanah dan anggota wajib militer langsung mengepung dan memukul ketiga bersaudara itu seraya berkata,
"Katakan!"
Detik berikutnya, ketiga bersaudara itu sudah bersimbah darah.
Namun, tidak ada seorang pun yang buka mulut!Banyak warga yang memelototkan
mata mereka karena marah, tetapi tidak ada yang berani mengadang.
Wira mengerutkan alisnya, laluberujar,
"Cukup!"
Pemanah dan pasukan pun berhenti.
Jamadi mengerutkan alisnya dan berkata, "Tuan Wira, mereka bersikeras. Kita nggak akan bisa mendapatkan jawabannya. Bagaimana kalau kita membawa mereka ke pengadilan daerah, biarkan mereka yang mengurusnya."
"Nggak usah!"
Wira menggeleng dan berkata,
"Aku saja yang tanya!"
"Kamu?"
tanya Jamadi sambil memandang Wira dengan tatapan menghina. Dia saja tidak bisa mendapatkan jawaban meski sudah menyuruh pengikutnya memukul dan menendang, bagaimana mungkin seorang Wira bisa mendapatkan jawabannya?
Gavin menggertakkan giginya dan berkata, "Kami nggak akan mengkhianati informan kami. Nggak usah buang energimu!"
Wira mengedarkan pandangannya ke
sekeliling, lalu berkata,
"Tuan Jamadi, tolong suruh semua warga desa pergi dan jangan menonton di sini."
Jamadi melihat ke sekeliling dengan galak, begitu juga para pemanah dan
anggota wajib militer yang dibawanya
Kemudian, dia berteriak,
"Persetan! Cepat bubar dan kerjakan urusan kalian masing-masing! Jangan berkumpul di sini!"
Warga desa pun terpaksa bubar.
Setelah itu, Wira memandang ke arah tiga bersaudara itu seraya berkata,
"Kalian nggak berani mengungkapkan
identitas informan itu karena kalian takut waktu kalian di penjara,informan itu akan menyusahkan keluarga kalian, 'kan?"
Gavin, Gandi, dan Ganjar langsung terdiam. Ternyata itu adalah hal yang paling mereka khawatirkan.
Wira yang melihat ekspresi mereka
memicingkan mata dan berkata,
"Kalau begitu, apa kalian pernah memikirkan bagaimana nasib ibu, istri, dan anak-anak kalian ketika kalian masuk penjara? Kalau kalian kekeh seperti ini, apa mereka akan memberi keluarga kalian uang selama kalian di penjara?"
Ketiga bersaudara itu terperanjat. Air mata mereka sontak mengalir dan raut wajah ketiganya tampak putus asa.
Tanah keluarga telah dijual, ibu mereka pun sakit-sakitan.
Jika hanya mengandalkan istri yang menanam sayuran, jangankan membawa ibunya berobat, untuk kebutuhan sehari-hari saja tidak cukup. Mungkin, tidak sampai satu bulan setelah mereka
dipenjara, keluarga ketiganya tidak akan bisa bertahan hidup dan terpaksa
menjual anak-anak mereka.
Mengenai informan, mereka juga tidak tahu mendetail. Jika informan itu ada uang pun, informan itu tidak akan memberi keluarga mereka uang! Sementara orang dibalik informan itu, tidak meminta tip saja sudah membuat mereka bersyukur.
Ketiga bersaudara pun bersujud lagi dan lagi. Salah satu dari antara mereka berkata,
"Tuan Wira, tolonglah. Kami nggak mencuri apa pun. Tolong, ampuni nyawa kami. Kami bersujud padamu. Tolong, berbelas kasihlah dan selamatkan kami. Kalau nggak, keluarga kami akan tercerai-berai!"
Jamadi memandang Wira sembari berpikir bahwa bocah ini ternyata hebat juga. Tiga pencuri ini menolak patuh meski sudah dipukuli, tetapi Wira yang hanya berucap beberapa kata justru bisa membuat mereka menjadi seperti ini.
Wira pun mendongak seraya berkata,
"Tuan Jamadi, aku sepertinya salah ingat. Kemarin malam, bukan tiga orang yang merampok rumahku, tapi satu orang!"
Jamadi yang mendengar ini tidak bisa menahan diri untuk tidak memasang sikap tegas. Dia berkata,
"Tuan Wira, jelas-jelas mereka bertiga pelakunya.Kenapa sekarang malah bilang
pencurinya satu orang? Menangani kasus itu nggak seperti permainan.Aku ini nggak akan memihak!"
Namun, Wira malah menyodorkan 2000 gabak dan berkata dengan serius,
"Benar-benar hanya satu orang. Kalau nggak percaya, coba tanya ke Doddy yang mengusir pencuri itu!"
"Jelas-jelas...!"
ucap Jamadi kebingungan.
Bab 28
Doddy awalnya masih belum bereaksi. Namun, dia langsung menatap ke arah Wira dengan serius begitu dipukul oleh Danu. Doddy pun berkata,
"Ya, ya. Hanya satu pencuri."
"Ya. Tiap orang pasti punya ingatan yang buruk. Syukurlah kalau ingat,"
ujar Jamadi sambil diam-diam mengambil uang itu.
Kemudian, dia melanjutkan,
"Pencurinya ada satu, tapi kita lebih tangkap dua orang. Tuan Wira, apa kamu mau melepaskan mereka?"
Wira memandang ketiga bersaudara itu, lalu berkata,
"Kalian bertiga, pilih sendiri siapa di antara kalian yang akan masuk penjara dan siapa yang akan tinggal untuk mengurus keluarga!"
Tiga bersaudara itu terkejut sejenak, lalu mulai berebut mau masuk penjara.
"Aku adalah yang tertua, aku akan masuk penjara. Kalian berdua, tolong jaga keluarga kita baik-baik!" ujar Gandi.
"Kak, Gandi aku saja yang pergi. Aku sudah terluka dan hidupku nggak lama lagi. Biarkan aku saja yang masuk penjara," celetuk Ganjar.
"Kak Gavin, Ganjar, aku saja yang pergi. Ada bukti sobekan bajuku waktu bahuk tercakar," sahut Gandi.
"Sudahlah!"
ucap Wira sambil melambaikan tangannya. Dia berkata,
"Gandi saja yang masuk penjara. Ada bukti robekan bajunya dan bahunya terluka. Akan mudah memberi penjelasan di pengadilan daerah."
Jamadi pun melirik ke pengikutnya dan dua pasukannya segera melangkah maju untuk melepaskan belenggu Gavin dan Ganjar.
Di sisi lain, tiga bersaudara itu memandang Wira dengan ekspresi yang rumit.Wira yang tidak memasang ekspresi apa pun berkata,
"'Sekarang, beri tahu aku siapa informan itu!"
Namun, ketiga bersaudara tampak ragu-ragu.
"Cepat katakan! Tunggu apa lagi? Apa kalian mau Tuan Wira menjebloskan kalian semua ke penjara?"
Ibu dan ketiga menantunya tampak cemas.Wira telah mengeluarkan 2000 gabak. Jika ketiga putranya tidak mau memberi tahu, takutnya mereka akan dibelenggu lagi.Gavin, kakak tertua, menunduk dan berkata,
"Mereka adalah Lianam dan Liteja!"
Sorot mata Wira pun menjadi muram.
Dia bertanya,
"Apakah mereka ada bilang siapa yang menyuruh mereka datang?"
Lianam dan Liteja, mereka adalah dua dari empat asisten Budi kemarin.
"Nggak ada. Mereka hanya bilang kalau kamu kaya dan banyak uang.Kalau kami mendapatkannya, kami harus membagi uangnya dengan mereka!"
jawab Gavin sambil menunduk kepalanya.
Entah mengapa sorot mata Wira membuatnya takut.
"Bawa Ganjar pergi berobat. Kalau sudah nggak sanggup lagi, pergilah ke kediamanku dan cari aku. Aku akan melupakan kejadian hari ini.
Nanti,aku akan mengeluarkan uang di pengadilan daerah untuk mengurangi penderitaan Gandi!"
Wira kembali mengeluarkan 2000 gabak dan meletakkannya di tangan Gavin. Setelah itu, dia berbalik dan pergi.
Tiga bersaudara ini tercengang.
Wira telah mengetahui siapa informan itu
dan masih memberi mereka uang?
Jika ditotalkan, Wira telah mengeluarkan 4.000 gabak untuk mereka. Hal seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya.
Mana ada korban membantu pencuri? Bahkan, memberi uang kepada pencuri untuk berobat!Wajar jika tiga bersaudara ini tercengang.
"Kalian bertiga benar-benar bajingan. Beraninya kalian mencuri dari orang sebaik ini!" teriak ibunya Gavin.
Ibunya Gavin beserta ketiga menantunya terkejut, lalu terus bersujud ke arah punggung Wira.Gavin, Gandi, dan Ganjar juga menangis sembari bersujud ke tanah
berkali-kali.
Di sisi lain, Jamadi beserta pengikutnya memandang punggung Wira seakan-akan sedang melihat orang bodoh.
Apa otak bocah ini rusak?
Pencuri sudah tertangkap. Namun,Wira tidak hanya mengeluarkan uang untuk melepaskan pencuri-pencuri itu, dia juga memberi uang kepada mereka untuk berobat. Bukankah ini sama saja dengan membuat pencuri ingin merampok rumahnya?
Salah! Masih ada satu yang tidak
dilepaskan.Di sisi lain, Danu, Doddy, dan Sony menghela napas.
Mereka menganggap bahwa Kak Wira ini terlalu baik.
Akhirnya, sekelompok orang pun membawa Gandi pergi ke tempat Budi untuk menangkap Lianam dan Liteja.
Ketika di perjalanan, Jamadi menyipitkan matanya dan berkata,
"Wira, menangkap Lianam dan Liteja bukanlah tujuanmu. Tujuanmu yang sebenarnya adalah Budi, bukan?"
Wira pun tertawa, lalu berujar,
"Bagaimana mungkin?"
"Kenapa nggak?"
Jamadi berkata dengan suara yang tinggi,
"Lianam dan Liteja adalah anak buah Budi. Kamu sudah memukul Budi kemarin. Lalu, Lianam dan Liteja memberi tahu ke Gavin bersaudara malamnya. Sudah pasti Budi yang menginstruksikan mereka."
"Tuan Jamadi, Anda sangat akurat!"
Wira yang kagum memberi hormat,
lalu berujar,
"Karena kamu sudah menemukan dalangnya, ayo, kita tangkap dia!"
Danu, Doddy, dan Sony langsung bergidik. Ketiganya tidak menyangka bahwa tujuan Wira mencari Jamadi hari ini sebenarnya untuk menjatuhkan Budi.
"Jangan bicarakan hal-hal nggak berguna ini. Menjatuhkan Budi bukan hal sepele."
Jamadi berkata dengan ekspresi tak berdaya,
"Kami ini sama-sama pejabat pemerintahan. Apa yang akan dipikirkan oleh rekan-rekankunanti? Bagaimana aku bisa hidup di masa depan nanti?"
"Aku mengambil 2.000 gabak hanya untuk menangkap pencuri, bukan untuk menjatuhkan seorang kepala desa. Aku benar-benar nggak bisa melakukannya!"
"Benar-benar nggak bisa?"
Wira memastikan.
"Ya!" sahut Jamadi dengan tegas.
"Aku akan tambahkan uangnya!"
tawar Wira.
"Hehe, ini bukan masalah uang. Aku, Jamadi, adil dan berintegritas. Aku
menegakkan hukum dan nggak berpihak. Aku nggak akan menyalahkan orang baik atau membebaskan orang jahat! Kamu mau tambah berapa banyak?"
Bab 29
Di Dusun Silali, di sebuah rumah bata. Rumah itu adalah kediaman Budi.
Tampak Budi yang sedang duduk di kursi malas dengan handuk hangat menutupi wajahnya. Wajahnya bengkak karena dipukuli oleh Wira kemarin. Namun, bengkak di wajahnya hari ini makin parah. Dia pun menggertakkan giginya dan berkata,
"Apa ada pencuri yang pergi ke kediaman Wira tadi malam?"
Seorang pelayan berkata,
"Ya. Ada pencuri yang merampok 50000 gabak milik Sony dan bajingan itu menangis sepanjang pagi."
Budi tercengang. Dia berseru,
"Apa anak nggak berguna itu gila? Dia benar-benar memberi pengangguran itu 50000 gabak?"
Pelayan itu mengangguk sembari membatin, orang itu nggak gila, orang itu murah hati. Nggak seperti kamu yang pelit sekali. Aku sudah bekerja keras selama setahun. Tapi, beberapa gabak pun nggak dapat.
Budi menggertakkan giginya, lalu berujar,
"Bagaimana dengan anak nggak berguna itu? Gavin bersaudara sudah pergi ke rumahnya, apa mereka menikamnya? Atau mungkin membunuhnya?"
Pelayan yang mendengar ini menggeleng seraya menjawab,'
"Nggak,"
"Gavin bersaudara gagal. Dengar-dengar mereka dipukul habis-habisan oleh Doddy."
"Doddy bisa mengalahkan mereka bertiga?" Budi terperanjat.
Dia menjadi geram dan berkata,
"Sial.Anak nggak berguna ini bernasib baik."
"Tuan Budi, gawat!"
Tiba-tiba, ada pelayan lain yang berteriak sambil berlari masuk. Dia berkata,
"Aku dapat kabar dari tempat Kak Lianam dan Kak Liteja, mereka bilang Jamadi memimpin para pemanah dan pasukannya untuk menangkap Lianam dan Liteja. Dia juga membawa Wira dan Doddy untuk datang ke Dusun Silali."
Budi langsung bangkit berdiri dari kursi malasnya. Dia berteriak,
"Apa?Jamadi sialan! Beraninya dia datang menangkap Lianam dan Liteja. Apa dia nggak tahu aku ini siapa? Sial! Jamadi pasti sudah disogok oleh Wira si sampah itu. Sekarang, dia datang untuk menangkap Lianam dan Liteja.Ingin melibatkan dirinya? Lihat saja nanti, aku akan memberinya pelajaran yang berat!"
Pelayan pun bertanya dengan cemas,
"Bagaimana ini?"
Budi yang tampak galak itu berkata,
"Rencanaku gagal dan aku sendiri yang kena batunya. Panggil semua pria di desa untuk menghadapi mereka semua. Bunuh Jamadi dengan kejam, lalu tangkap Wira si anak nggak berguna itu dan pukul dia sampai mati!
Dum, dum, dum!
Suara gong dan gendang terdengar.
Kemudian, semua pria di Desa Silali berkumpul.
Dusun Silali ini tidak kecil, populasinya mencapai 400 orang. Disana, ada lebih dari 100 pemuda.Di sisi lain, Wira berjanji bahwa dirinya akan memberikan 2.000 gabak sebagai imbalan menangkap Budi.
Jadi, Jamadi langsung menyatakan bahwa dirinya adalah orang yang adil dan berintegritas, juga akan mengambil risiko untuk menangkap orang-orang yang membahayakan masyarakat.
Sekumpulan orang pun mendatangi kediaman Budi.Lianam dan Liteja bisa ditangkap dengan mudah. Kemarin, keduanya dipukuli oleh Doddy dan membantu Budi mencuri uang. Setelah itu, mereka mengantar surat ke Dusun Gabrata, lalu kembali ke kediaman Budi. Alhasil, keduanya bolak-balik sejauh lima kilometer lebih. Lantaran kelelahan, keduanya pun tidur-tiduran sepanjang siang.Ketika datang untuk menangkap
mereka, Jamadi langsung menodongkan pisau lengkungnya ke leher keduanya. Alhasil, kedua orang itu sampai mengompol saking takutnya. Mereka pun menjelaskan bahwa Budi yang telah menyuruh mereka untuk merekrut pencuri. Selain itu, Budi juga menyuruh mereka berdua untuk memberi tahu ke beberapa pencuri.
Mendengar ini, Jamadi segera mengutus dua pasukannya untuk menemani Doddy dan Sony mengambil kembali uang yang dicuri. Sementara sisanya menangkap Lianam dan Liteja. Setelah itu, mereka langsung pergi ke Dusun Silali untuk menangkap Budi.
Jarak dari tempat Lianam dan Liteja ke Dusun Silali tidak terlalu jauh,jaraknya kurang dari satu kilometer.
Namun, mereka yang baru masuk ke Desa Silali mendengar suara gong dan genderang.
"Gawat!"
Ekspresi Jamadi berubah.Dia berkata,
"Ada orang yang datang lebih awal dari kita dan sudah memberi tahu Budi si bajingan itu!Begitu penduduk desa berkumpul, kita mungkin akan sulit menangkapnya."
Wira memicingkan matanya, lalu bertanya,
"Berapa banyak manfaat yang sudah dia berikan ke warga desa?Akankah warga desa bersedia mati untuknya?"
Jamadi menggeleng, lalu berujar,
"Wira, kamu lahir di keluarga yang berkecukupan. Kamu enggak mengerti penderitaan warga desa. Ada kalanya warga desa menjual nyawa mereka demi uang."
Mendengar penjelasan Jamadi, Gandi yang ditangkap itu langsung tampak sedih. Ketika ibunya sakit parah,mereka bertiga bersedia menjual nyawa ke siapa pun yang memberi mereka uang. Kehidupan manusia benar-benar tidak berharga dibuatnya.Danu, Doddy, dan Sony juga menundukkan kepala tanpa mengatakan apa-apa. Nyawa orang miskin memang tidak berharga. Ada banyak orang yang menjual dirinya untuk dijadikan budak, tetapi uang yang mereka dapatkan pun tidak sampai 5000 gabak. Sementara itu,Wira memberikan 50000 gabak dan belum menyuruh Sony melakukan apa pun.
Mengatakannya ke orang lain pun tidak akan ada yang percaya.
Wira mengangkat alisnya. Dia bertanya, "Kalau begitu, apa dia rela memberi seluruh desa 1.000 gabak?"
"Benar juga. Ayo!" sahut Jamadi
sembari menggertakkan gigi, lalu melambaikan tangannya.
Kedua rombongan itu pun bertemu di depan gerbang desa.Di pihak Wira, ada Jamadi, empat pemanah, enam pasukan, Danu,Gandi, Lianam, dan Liteja.
Jumlah mereka ada 16 orang, di mana 3 orangnya merupakan tahanan.
Sementara di Budi, dia memimpin lebih dari 100 orang. Orang-orang itu membawa tongkat, garpu tanah, garu,tombak, dan pisau besar. Mereka semua tampak sangat ganas!
Budi pun berteriak,
"Jamadi, dasar sialan. Kita sama-sama pejabat daerah, kenapa kamu malah membantu orang luar untuk berurusan denganku? Katakan! Berapa banyak uang yang sudah orang ini berikan padamu!"
"Budi, jangan sembarang menuduh.
Aku, Jamadi, menegakkan hukum tanpa berpihak dan nggak pernahmenerima suap."
Setelah itu, dia memberi isyarat kepada pemanahnya. Keempat pemanah pun menarik busur mereka.
Kemudian, Jamadi yang tak menunjukkan kelemahan sedikit pun berkata,
"Sebaliknya, kamu sebagai kepala desa malah menyuruh pencuri untuk membobol rumah orang dan mencuri. Kamu adalah narapidana yang patut diasingkan!"
"Omong kosong! Mana mungkin aku bergaul dengan pencuri? Aku ini pejabat daerah!"Budi membantah dengan tegas.
Dia menatap Lianam dan Liteja, lalu berujar,
"Lianam, Liteja, apa Jamadi menodongkan pisau di leher kalian dan memaksa kalian mengatakan sesuatu yang nggak pernah kalian lakukan?"
Lianam dan Liteja buru-buru mengangguk. Kepala desa telah membawa banyak orang. Jadi, nyali mereka telah kembali.
Syut!
Pisau lengkung milik Jamadi terhunus
dan terarah ke leher keduanya.
Dia berkata,
"Sialan! Apa yang kalian katakan barusan? Ulangi lagi. Kalau nggak, aku akan memenggal kepala kalian!"
"Benar! Tuan Budi yang menyuruh kami untuk memberi tahu Gavin bersaudara!" seru keduanya.
Dengan adanya pedang yang ditodongkan ke leher, nyali Lianam dan Liteja kembali
menciut.Sorot mata Budi menjadi muram. Dia berkata,
"Jamadi, kamu memaksa orang untuk mengaku. Kamu sengaja berkolusi dengan anak nggak berguna ini untuk merugikanku.Kamu berkomplot demi kepentingan sendiri!
Wira pun tersenyum merendahkan,
lalu berkata,
"Budi, masalah ini, kamu sendiri tahu dengan jelas. Ayo, kita pergi ke pengadilan daerah untuk menemui pemimpin kabupaten. Biar dia yang memutuskan."
"Ada banyak hal yang harus aku urus.Aku nggak punya banyak waktu untuk pergi ke pengadilan daerah bersamamu!"
sahut Budi sambil tersenyum dingin.
Dia melihat Wira sambil menggertakkan giginya dan berujar,
"Hei, anak nggak berguna. Kamu sengaja membuat kegaduhan ini, 'kan?Teman-teman, tangkap bocah ini!"
Warga desa maju dengan perlahan.
Jamadi mengayunkan pedang lengkungnya dan berkata,
"Siapa berani maju? Aku adalah hakim daerah Pimola yang bertugas menangkap pencuri. Aku adalah pejabat. Apa kalian mau menentang hukum raja?"
Bab 30
Warga desa yang mendengar ini langsung menghentikan langkah mereka.
"Jangan dengarkan dia. Aku ini kepala desa. Siapa pun yang bisa menangkap atau memukul anak nggak berguna itu, uang sewa tahun depan akan dibebaskan 10%." Budi menawarkan hadiah.
Ini memang kurang setengah dari yang dijanjikan. Namun, ucapan Budi ini tetap membuat warga desa menggila dan menyerbu ke depan.
"Berhenti! Berhenti! Kalau kalian masih berani maju,aku akan melepaskan panah!" teriak Jamadi dan suaranya melengking.
Namun, warga tidak berhenti sama sekali. Jadi, dia segera berteriak kepada bawahannya untuk bubar dan berkata kepada Wira,
"Wira, nggak bisa. Mereka sudah menggila. Ayo, mundur dulu. Aku nggak akan kenapa-kenapa, tapi kamu bakal dipukul sampai mati!"
Pemanah dan prajurit kekar pun mundur ketakutan!
"Berikan aku busur dan anak panah!"
Wira meraih seorang pemanah, lalu mengambil busur dan anak panah di tangannya. Setelah itu, dia menarik anak panah tersebut.
Wooosh!
Panah bulu meninggalkan tali busur dan memelesat ke arah penduduk desa.
"Aaa!"
Penduduk desa yang menyerbu melihat Wira yang benar-benar melepaskan anak panah. Semuanya pun ketakutan dan langsung berhenti.
"Siapa pun yang berani maju, aku akan langsung menembakkan anak panah ini!"
Melihat kekuatan dari anak panah ini,
Jamadi langsung berhenti dan memanggil tiga pemanah. Tiga pemanah pun bersiap menembak.Wira berkata dengan suara yang dalam,
"Danu, tangkap Budi!"
"Baik, Kak Wira!"
ucap Danu dan dia segera mengambil tongkat yang dibawanya.
Dia pun mengejar Budi bak seekor harimau ganas yang baru turun gunung.
"Bagaimana dua putra Hasan bisa sehebat ini?"
Budi mengingat serangan Doddy yang kemarin, lalu melihat kekuatan Danu yang sekarang.
Alhasil, dia berkeringat dingin dan langsung melarikan diri seraya berkata,
"Adang dia dan biaya sewa tahun depan akan dibebaskan 20%!"
Warga desa yang baru saja kehilangan
nyali langsung bersemangat lagi.
Mereka pun mengacungkan senjata dan menyerbu!
"Orang-orang yang malang ini benar-benar menggila!"
Melihat ini, parapemanah tidak bisa tenang. Jadi,Jamadi buru-buru berkata,
"Wira,cepat suruh Danu kembali. Dia hanya bisa melawan satu orang, bukan
segerombolan orang!"
Wira juga tegang. Bagaimanapun,Paman Hasan pernah mengatakan bahwa dirinya memang bisa melawan 10 orang dengan tangan kosong, tetapi 5 atau 6 orang yang membawa senjata bisa mengepung dan membunuhnya.
Sekarang, Danu dikelilingi oleh ratusan orang dan semuanya membawa senjata!
Namun, tepat ketika Wira ingin memanggil Danu kembali, semua orang menatap ke depan dengan mata yang terbelalak. Tidak ada yang berani memercayai apa yang telah mereka lihat.
Huuusss!
Tongkat milik Danu bergetar sehingga menyebabkan suara raungan yang dahsyat. Akibatnya, semua senjata berupa tongkat, garpu tanah, dan garu langsung terpental.
Kini, tidak ada orang yang berani mendekatinya. Dalam sekejap mata, puluhan warga desa terjengkal ke tanah dan sisanya mundur ketakutan.
"Teknik menembak!"
Gandi tercengang. Ayahnya pernah berkata bahwa ada seorang jenderal yang berpakaian baju zirah dan menunggang kuda sambil membawa senjata besar. Dia bisa membunuh orang di medan perang seperti sedang memotong rumput. Gandi tidak pernah memercayai ini sebelumnya.
Namun, setelah menyaksikan Danu mengayunkan tongkat itu, dia mulai percaya!
"Nak, bukankah anak ini bilang kalau dia hanya bisa melawan satu orang?Kenapa dia sehebat ini?"
tanya Jamadi sambil menelan ludahnya. Kemudian,dia menatap empat pemanahnya dan nyali mereka kembali menjadi kuat.
Tidak peduli seberapa hebatnya kemampuan bela diri orang-orang yang menyerbu ini, selama tidak mengenakan baju zirah, para pemanah ini bisa menembakkan panah mereka.
Wira akhirnya mengerti.
Paman Hasan hanya mengatakan jika pihak lawan membawa senjata, tetapi tidak ada mengatakan jika Danu dan Doddy membawa senjata bisa melawan
berapa orang.
Buk, buk, buk....
Tongkat milik Danu kembali bergetar.
Lantaran tidak ada warga desa yang bisa mengadangnya, dia pun segera mengejar Budi dan menangkapnya.
Setelah itu, Danu membawa Budi kembali dan melemparkannya ke kaki Wira seraya berkata,
"Kak Wira, aku berhasil menangkapnya!"
Budi tampak putus asa.
Kemarin, dia telah dipukul sangat parah. Hari ini,nasibnya tidak perlu dikatakan lagi.
Wira diam saja.
Dia memandang Jamadi sambil berkata,
"Cepat tahan.dia!"
"Cepat belenggu dia!"
perintah Jamadi dengan terburu-buru.
Kedua prajurit kekar pun membelenggu Budi yang gemetaran.
Kepala Desa Pimola benar-benar digulingkan dari jabatannya hari ini.
Di sis
i lain, seluruh warga desa menyaksikan ini dengan ekspresi yang rumit.
Meskipun berasal dari desa yang sama, Budi juga sudah menindas mereka. Namun, tiap kali panen,perkelahian yang terjadi di Dusun Silali lebih sedikit dibanding desa lainnya.
"Kalian berani?" teriak Budi.
Ketika belenggunya dieratkan, dia menatap Jamadi sambil menggertakkan giginya dan berkata,
"Jamadi, kita ini rekan. Kamu benar-benar ingin melakukan ini? Aku akan membayar 2000 gabak dan mentraktir semua orang untuk minum. Jangan bawa aku ke pengadilan daerah!"
"Kamu anggap aku ini apa? Kamu pikir bisa membeliku dengan 2000
gabak? Aku, Jamadi, adil dan berintegritas. Aku nggak mementingkan diri sendiri. Mana mungkin aku melanggar hukum demi mendapat keuntungan pribadi? Bawa dia!"
Namun, Jamadi mengutuk diam-diam.
Cuih, dasar pelit. Sudah ditangkap hanya memberiku 2000 gabak?
Wira saja memberiku 6000 gabak.
"Kurang?" Melihat ekspresi Jamadi,
Budi akhirnya mengerti.
Dia pun memandang ke arah Wira sambil menggertakkan giginya, lalu berkata,
"Nggak peduli seberapa banyak uang yang dia berikan padamu, aku akan menggandakannya. Cepat lepaskan aku!" Mendengar ini, mata Jamadi langsung berbinar. Dua kali lipat dari 6000 gabak? Itu artinya 12000 gabak!
Komentar
Posting Komentar