111-120 #perjalanandimensiwaktusanggenius

 


Bab 111





Hasan menyimpan pisaunya dan berkata,

"Tujuh Belas, kematian Panglima Dirga adalah kesalahan Kerajaan Nuala, kesalahan raja pada masa itu, dan kesalahan para pejabat. Tapi, masalah ini nggak ada hubungannya dengan para rakyat. Apa kamu tahu betapa sulitnya kehidupan kami?"


Kadir menimpali dengan marah,

"Aku nggak ingin bertempur untuk kerajaan kotor seperti Nuala. Aku terpaksa menjadi bandit karena nggak menguasai keterampilan lain. Kak Hasan, kenapa kamu malah bekerja untuk kerajaan? Kamu sudah lupa siapa yang mencelakai Panglima Dirga?"


"Kata siapa aku bekerja untuk kerajaan? Aku hanya bertani di desaku."

Hasan meneruskan,

"Wira yang ingin kamu bunuh adalah keponakanku!"

"Apa?" seru Kadir dengan terkejut.


Kemudian, dia tersenyum getir seraya berkata,

"Aku benar-benar nggak nyangka, kesepakatan yang kuterima malah berkaitan dengan keluarga Kak Hasan. Tapi, tawaran ini diberikan Keluarga Silali dari kabupaten."


Tatapan Hasan seketika menjadi suram. Dia bertanya,

"Kamu punya hubungan apa dengan mereka?"

Budi menjebak Wira dengan meminjamkan uang kepadanya, juga menghalangi bisnis penjualan sabun Wira. Biang kerok dari semua masalah ini tidak lain adalah Keluarga Silali.

Sekarang, mereka bahkan menyewa orang untuk membunuh Wira!Kadir langsung menjelaskan,


"Tiga tahun lalu, Darius yang merupakan Kepala Keluarga Silali melewati wilayahku. Aku menculiknya, lalu memaksanya menjadi saudara angkatku. Kami bahkan menulis surat perjanjian dan mencap sidik jari. Sejak saat itu, dia diam-diam mengirimkan sandang dan pangan untuk kami. Aku pun nggak merampok Keluarga Silali lagi."


Begitu mendengarnya, tatapan Hasan sontak dipenuhi niat membunuh.

Kadir memejamkan matanya seraya meneruskan,


"Sejak Panglima Dirga tewas, keluargaku dibantai orang biadab. Aku hidup tanpa tujuan, aku benar-benar muak sekarang. Kak Hasan, bunuh saja aku."


Hasan menggeleng dan menyahut,

"Kamu belum boleh mati.Kamu harus membantuku menjatuhkan Keluarga Silali. Aku ingin menghabisi momok yang satu ini!"

Kadir mengernyit sembari bertanya,

"Kamu melakukannya demi keponakanmu?"


Hasan pun mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaannya.

"Kak Hasan, kamu adalah penyelamatku. Aku akan menurutimu.Tapi, kamu harus tahu Keluarga Silali sangat berkuasa di kabupaten. Meski aku bersaksi, mereka belum tentu akan jatuh. Saat itu, aku pasti akan disiksa mati-matian. Tapi, asalkan Kak Hasan yang memerintah, aku pasti akan pergi. Anggap saja untuk membayar utang nyawaku padamu," jelas Kadir sambil mengernyit.


"Bukan Keluarga Silali saja yang punya bawahan di kabupaten, kami juga punya. Kamu tenang saja,Setelah sampai di kabupaten, Wira akan menyuruh orang mengurus semuanya dengan baik. Kamu nggak akan menderita di sana," ujar Hasan dengan sungguh-sungguh.


"Baiklah. Aku tenang kalau begitu."


Kemudian, Kadir mengalihkan topik dengan berkata,

"Aku ingin bertemu dengan keponakanmu itu. Aku ingin tahu seperti apa orang yang bisa membuatmu memilih untuk mengikutinya, padahal kamu pernah menolak tawaran pangeran sebelumnya."


"Bukan itu saja, dia juga berhasil mengelabui Jamal yang begitu cerdas sampai terlihat seperti orang yang kerasukan. Dia bahkan berani membawa para penduduk datang ke Desa Tiga Harimau, padahal pengadilan daerah saja nggak berdaya dibuat kami," lanjut Kadir.


Tatapan Hasan menjadi lembut saat berkata,

"Dia seperti Panglima Dirga yang selalu menemukan jalan keluar di tengah situasi putus asa. Dia selalu memberi kami harapan."


Mendengar ini, Kadir pun mencibir seraya menimpali,

"Kak Hasan,perkataanmu ini agak berlebihan. Di dunia ini, nggak ada orang yang bisa disandingkan dengan Panglima Dirga."


Hasan tidak membantah setelah mendengarnya.

Orang yang tidak berhubungan dengan Wira tentu tidak akan tahu bagaimana dia meraih kesuksesan hari ini tanpa mengandalkan siapa pun.Kadir kembali berkata,


"Kak Hasan,kamu menyuruhku menyerahkan diri.Kalau begitu, uang yang kurampok selama ini nggak bisa kugunakan lagi. Awalnya, aku berniat menggunakan uang ini untuk bertarung melawan Kerajaan Nuala saat terjadi kekacauan. Sekarang, semua uang itu akan menjadi milikmu. Anggap saja untuk membayar utang nyawaku. Uangnya ada di ...."


"Sudahlah, ayo pergi!"sela Hasan langsung.


Dia sudah menyuruh Kadir menyerahkan diri, mana mungkin mengambil uangnya lagi. Hasan tidak akan sanggup melakukan hal seperti ini.

Kadir berseru,


"Kak Hasan, aku mengenalmu dengan baik. Kamu nggak suka mengambil keuntungan dari saudaramu. Begini saja, kamu ambil uang itu dan kasih ke pengadilan supaya aku bisa mati lebih mudah. Aku hanya bisa memohon hal ini kepadamu!"

Hasan terkejut mendengarnya.


Setelah termangu beberapa saat, dia baru menganggukkan kepalanya. Di dalam Desa Tiga Harimau, obor menyala dengan terang. Jenazah para bandit memenuhi halaman. Darah pun mengalir ke mana-mana. Belasan wanita berjalan keluar dari rumah batu. Mereka hanya bisa terperangah saat menatap jenazah para bandit itu. Kemudian, ada yang berteriak sembari menghampiri jenazah. Mereka menendang dan memukul dengan marah seperti orang gila.Ada yang berlinang air mata dan tampak lega.Ada juga yang terbengong-bengong dan tampak kebingungan.

Beberapa wanita ini diculik dari desa sekitar, beberapa lagi ditawan saat melewati wilayah para bandit.Setelah Desa Tiga Harimau diserang dan para bandit dibunuh, mereka pun merasa sangat lega.


"Jenderal, terima kasih sudah menyerang Desa Tiga Harimau dan membantu kami balas dendam."

Begitu melihat Wira yang mengenakan zirah hitam, belasan wanita itu langsung bersujud di hadapannya.


"Aku bukan jenderal."


Wira menarik Sony, lalu bertanya,

"Di mana rumah kalian? Aku akan menyuruhnya mengantar kalian pulang."Wajah Sony seketika memerah.


Ini pertama kalinya dia berinteraksi dengan wanita sehingga jantungnya berdetak sangat kencang.


"Pulang?"













Bab 112


Seorang wanita cantik tersenyum sedih seraya menjawab, "Tuan, kami sudah kehilangan kesucian. Keluarga kami mungkin lebih memilih kami mati daripada kami pulang dan membuat malu keluarga sendiri."


"Huuhuuhuuu ...." Para wanita seketika menangis dengan sedih.


Bukannya mereka tidak memiliki rumah, tetapi mereka tidak bisa pulang. Kepulangan mereka hanya akan mempermalukan keluarga.


Wira termangu melihat situasi ini.


Pada zaman ini, wanita sangat mementingkan reputasi mereka. Itu sebabnya, Wulan tidak bersedia meninggalkan suaminya meskipun sering dipukuli oleh pemilik tubuh sebelumnya.


Jika para wanita ini pulang, pasti ada banyak orang yang bergosip di belakang mereka.


Mereka masih bisa bertahan hidup saat berada di Desa Tiga Harimau. Begitu pulang, hinaan orang-orang akan membuat mereka sangat menderita.


Saat ini juga, Wira pun menyadari betapa jahatnya para bandit ini.


"Kak Wira!" Sony menatap wanita cantik itu seraya berkata dengan tidak tega,


"Gimana kalau kita bawa mereka ke Dusun Darmadi saja?lagi pula,kantin sangat sibuk sekarang karena yang makan makin banyak. Mereka bisa saja membantu."


"Ya, ada bagusnya juga."


Wira mengangguk, lalu berkata kepada para wanita itu,

"Kalau kalian mau pulang,aku akan mengatur orang untuk mengantar kalian. Kalau kalian mau ke Dusun Darmadi, kalian bisa membantu kantin memasak. Gajinya 1.000 gabak per bulan."


"Kami mau!" seru para wanita itu sembari menangis bahagia.


Beberapa hari ini, para bandit terus membicarakan tentang Dusun Darmadi sehingga mereka tahu cukup banyak.Dusun Darmadi menyediakan makanan tiga kali sehari untuk para karyawan. Mereka pun bisa makan daging dan setidaknya mendapatkan 2.000 gabak setiap bulan.

Terutama Tuan Muda Wira yang baik hati itu, dia bahkan mengajari para bandit cara berbisnis.


"Kalau begitu, cepat bereskan barang-barang kalian. Ikut kami turun gunung nanti," ujar Wira sambil melambaikan tangannya.

Begitu mendengar ini, belasan wanita itu langsung pergi berkemas. Tiba-tiba, Panca menghampiri dan melapor dengan lirih,


"Tuan Muda,Ketua Jamal ingin menemuimu."

Wira pun datang ke sebuah rumah batu. Ikatan Jamal sudah dilepas. Dia sudah tidak makan selama 3 hari dan terus disiram dengan darah anjing hitam.

Kini, dia terlihat sangat lemas.


"Tu ... Tuan!" sapa Jamal sambil berlutut begitu melihat Wira.


Ekspresinya tampak sangat panik.Jamal sudah mengetahui segala hal yang terjadi di luar sehingga tahu betapa mengerikannya Wira ini. Saat ini, dia sedang mengkhawatirkan nasibnya.


"Berdirilah."


Wira menariknya untuk bangkit,lalu bertanya,

"Apa rencanamu?"


"Tuan nggak membawaku ke pengadilan daerah? Hadiah penangkapanku sebesar 500.000 gabak," tanya Jamal dengan heran.


Dia merasa sangat gembira saat mengetahui Wira melepaskannya. Wira terkekeh-kekeh, lalu menyahut, "Sepertinya, aku memang rugi besar kalau nggak membawamu ke pengadilan daerah."


"Tuan, maafkan aku, aku sudah salah!"mohon Jamal segera.


Dia tidak berani bercanda dengan Wira lagi.

"Kalau Heru nggak menyerang Dusun Dármadi, kamu kira aku akan datang ke Desa Tiga Harimau?"


Wira memicingkan matanya seraya meneruskan,

"Asalkan kamu nggak membalaskan dendam mereka, maka nggak ada perselisihan di antara kita."


"Aku nggak akan."

Jamal tersenyum canggung sambil berkata,


"Aku nggak takut Tuan menganggapku kurang setia.Meski kami bersumpah menjadi saudara, kami bertiga sama sekali nggak dekat.Kami hanya bekerja sama demi sesuap nasi."


Wira menyipitkan matanya, lalu menimpali,

"Mulai sekarang, kamu akan beralih profesi. Tapi, ada satu hal yang harus kamu ingat."

Jamal menangkupkan tangannya seraya berkata,


"Silakan Tuan katakan."


"Jangan pernah menodai wanita tak bersalah atau aku nggak akan memberimu kesempatan lagi!" pesan Wira dengan tegas.











Bab 113



Suara Wira terdengar sangat rendah. Setelah melihat para wanita itu, dia benar-benar murka dan ingin sekali mencabik-cabik para bandit. Namun, orang seperti Jamal akan lebih bernilai jika dilepaskan daripada dibunuh.


"Tuan, aku nggak tertarik dengan wanita. Yang menodai mereka adalah Kak Kadir dan Kak Heru. Tapi, setelah membentuk tim baru nanti, aku pasti akan menuruti perkataan Tuan," ujar Jamal sembari menangkupkan tangannya.


Kemudian, dia langsung berjalan ke luar ruangan. Langkah kakinya tiba-tiba berhenti saat berada di luar desa.

Jamal melihat Hasan membawa Kadir yang diikat kedua tangannya. Keduanya sama-sama berjalan masuk ke Desa Tiga Harimau.


"Kak Kadir yang begitu hebat saja bisa ditangkap. Bawahan Tuan Wira memang luar biasa!" gumam Jamal.


Setelah itu, Jamal diam-diam menyelinap keluar dari desa. Begitu tiba di tempat dia menguburkan uang, dia langsung mengambilnya dan berlari turun gunung.


"Kamu yang namanya Wira? Aku kira kamu sehebat apa, ternyata hanya seorang cendekiawan muda,"ujar Kadir dengan nada merendahkan.


Dia mengamati Wira dari ujung kaki hingga ujung kepala.Kadir membatin,


'Bocah ini hanya berparas tampan dan sama sekali

nggak berkarisma. Mana mungkin dia bisa dibandingkan dengan Panglima Dirga! Paling-paling, dia hanya cerdik sedikit. Entah apa yang membuat Kak Hasan bersedia mengikutinya!'


"Diam!" tegur Hasan.


Kemudian, dia berkata kepada Wira,

"Dalang di balik semua ini adalah Keluarga Silali. Dia kemari hanya untuk melihat orang yang telah mengalahkannya."


Wira terkekeh-kekeh, lalu menimpali,

"Kamu sudah bertemu denganku sekarang."


"Selain itu, dia bersedia memberikan uang haram yang diperoleh selama bertahun-tahun ini. Dia ingin kamu membantunya supaya bisa mati lebih mudah nanti," lanjut Hasan.


"Oke. Kalau gitu, aku akan mencari Pak Regan besok. Dia akan mengurus semuanya dengan baik," sahut Wira seraya mengangguk.


Wira tahu bahwa Hasan dan Kadir telah menyepakati hal ini.

Bagaimanapun, zirah hitam yang mereka miliki sama.

Mereka pasti memiliki hubungan yang tidak diketahuinya.

setiap orang pasti memiliki rahasia.Jadi, Wira tidak akan bertanya kalau Hasan tidak mengatakannya. Keesokan paginya, Dusun Darmadi sontak gempar.Kabar tentang Wira membawa orang-orang menyerang Desa Tiga Harimau telah tersebar.Anggota tim penangkap ikan yang tersisa tampak murung dan gelisah.Meskipun Wira telah menghabisi Heru, para penduduk tetap merasa tidak yakin. Jamadi dan keempat pemanah itu bahkan tidak bisa tidur semalaman.Mereka menjaga jenazah para bandit yang ada di Dusun Darmadi sambil menunggu dengan cemas.Jika Wira tidak kembali, Jamadi yang bertugas untuk menangkap bandit tentu diuntungkan. Namun, dia juga berharap Wira bisa menghancurkan Desa Tiga Harimau. dengan begini,situasinya akan lebih aman.


"Tuhan memberkati. Semoga Wira baik-baik saja," ucap sekelompok orang tua yang berlutut sambil bersujud.


"Nggak ada gunanya kalian berdoa.Wira nggak akan pulang lagi. Ada 100 bandit di Desa Tiga Harimau. Mereka baru membunuh 20 bandit semalam,yang artinya masih ada 80 orang di atas gunung.Wira cuma membawa 20-an orang. Dia benar-benar cari mati!" ejek Andre saat melihat para penduduk berdoa.


Andre terus diejek orang-orang karena Wira mengusirnya dari tim penangkap ikan.Dia pun berharap Wira dan Hasan tidak kembali lagi supaya dia,bisa menangkap ikan dan menjualnya sesuka hati. Bahkan, dia bisa saja memimpin tim penangkap ikan dan menggantikan posisi Wira.


"Berengsek! Apa yang kamu katakan?"


"Dasar nggak punya hati Nurani!


Keputusan Wira untuk mengusirmu dari tim penangkap ikan memang benar!"

"Ayo, kita hajar bajingan ini! Berani sekali dia mengutuk Wira. Dasar nggak tahu balas budi!"


Para penduduk desa langsung memaki. Mereka menerjang ke depan untuk menghajar Andre.Orang-orang yang pergi ke Desa Tiga Harimau bukan hanya Wira, tetapi masih ada anak-anak mereka. Andre pun melindungi kepalanya sambil berteriak kesakitan,


"Yang kukatakan memang benar. Wira nggak akan bisa pulang lagi. Kalian lihat saja kalau nggak percaya!"


"Tuhan, aku rela mengorbankan 10 tahun usiaku supaya suamiku bisa pulang dalam keadaan selamat,"


gumam Wulan dengan mata berkaca-kaca. Dia mengatupkan kedua tangannya seraya menengadah menatap langit biru.











Bab 114



Tiba-tiba, seseorang berteriak,

"Cepat lihat! Wira dan lainnya sudah pulang!"


Sekelompok orang perlahan-lahan menuju Dusun Darmadi dengan disinari matahari pagi.

Terlihat Wira yang berzirah hitam sedang menunggang kuda. Sosoknya terlihat seperti seorang dewa perang.

Danu, Doddy, Gavin, Gandi, Ganjar, Sony, Danur, Herman, Hamid, Yanuar, dan 23 anggota tim penangkap ikan mengikuti dengan ekspresi angkuh. Mereka bak jenderal yang baru memenangkan pertarungan. Saat ini, tidak terlihat sedikit pun ketakutan pada wajah mereka. Mereka dipenuhi dengan keberanian dan tidak takut menghadapi kesulitan lagi.

Di belakang pasukan, tampak tiga buah kereta kuda. Yang pertama mengangkut belasan wanita, yang kedua mengikat Kadir yang berwajah ganas, sedangkan yang ketiga mengangkut banyak sekali jenazah bandit-bandit.

Wira kembali dengan membawa pulang semua orang yang pergi bersamanya, tidak ada seorang pun yang kurang. Dia bahkan membawa Kadir dan begitu banyak jenazah para bandit. Wira benar-benar meraih kemenangan besar!Para penduduk desa menangis bahagia. Mereka tidak menghajar Andre lagi dan berlari menghampiri kerumunan sambil berteriak.


"Suamiku!" teriak Wulan dengan mata berkaca-kaca.

Dia segera melangkah dan berlari lebih cepat dari semua orang.


"Dia benar-benar berhasil, bahkan membawa Kadir ke dusun.

Ini bukan mimpi, 'kan?" gumam Jamadi seraya mencubit diri sendiri dengan kuat.


Meskipun kesakitan sampai tidak mengantuk lagi,dia tetap sulit memercayai kenyataan ini.


"Ini nggak mungkin!" seru Andre yang terduduk lemas di tanah.


Ekspresinya penuh dengan ketakutan dan keputusasaan.

Dia sudah melontarkan begitu banyak kata-kata yang buruk, tetapi Wira dan lainnya malah pulang. Bagaimana bisa dia hidup di Dusun Darmadi lagi?


"Yang semangat, semuanya! Para penduduk sudah datang untuk menyambut kita!" seru Wira sambil menunggang kudanya ke depan semua orang.


Hasan mengikuti di belakang sembari memegang pisau hitamnya yang penuh dengan lubang.Dia tampak sangat sedih.


"Paman Hasan, jangan begitu murung. Aku akan membuatkan yang lebih bagus untukmu nanti," ujar Wira yang meliriknya dengan tidak berdaya.


Setelah memenangkan pertarungan ini, wajah semua orang berseri-seri sepanjang perjalanan.Hanya Hasan yang terus menatap pisau hitamnya yang berlubang dan tampak sangat sedih.


"Ya...," sahut Hasan sembari memaksakan senyuman.


Pisau hitam ini dihadiahkan oleh Panglima Dirga untuknya. Pisau ini pun telah menemaninya di medan perang selama 10 tahun.Ini adalah Pisau Tempa Seratus yang dibuat oleh perajin terbaik Kerajaan Nuala dengan menggunakan besi terbaik.Bisa dibilang bahwa pengerjaannya sangat langka di dunia ini. Tidak ada pisau yang bisa menandingi Pisau Tempa Seratus ini. Melihat Wulan berlari di paling depan,Wira bergegas melompat turun dari kudanya.


"Sayang!"teriak Wulan sambil melemparkan diri ke pelukan Wira.


Dia memeluk Wira dengan erat tanpa memedulikan orang lainnya.

"Dasar bodoh, cepat lepaskan tanganmu. Zirah ini sangat keras,nanti kamu kesakitan kalau kupeluk,"ujar Wira seraya merentangkan tangannya.

Dia tidak berani memeluk Wulan.


"Nggak akan sakit," sahut Wulan sambil memeluk dengan keras kepala

.

Dia benar-benar lega sekarang. Beberapa hari ini, Wulan sangat khawatir suaminya dibunuh oleh para bandit. Semalam, dia sampai tidak tidur karena takut tidak bisa bertemu dengan Wira lagi.

"Kalau mau bermesra-mesraan,kita pulang dulu.Di sini ada begitu banyak orang. Nanti kamu yang malu," goda Wira.


"Aah!" Wulan seketika tersadarkan.


Dia bergegas bersembunyi di belakang Wira sembari menutup wajahnya yang merah karena malu.











Bab 115



Wulan membatin,


'Duh, aku malu sekali. Aku memeluk suamiku dan bertingkah manja di hadapan begitu banyak orang!'


"Hahaha!" Para penduduk desa seketika tergelak melihat tingkah Wulan.


"Sudah, sudah. Saatnya kita bahas masalah penting," ujar Wira sembari melambaikan tangan sehingga semua orang langsung terdiam.


Kemudian, dia berkata dengan serius,

"Desa Tiga Harimau sudah jatuh. Kita sudah aman sekarang. Total hadiah untuk penangkapan Kadir dan Heru adalah 1,8 juta gabak. Paman Hasan paling berjasa kali ini. Jadi, dia akan mendapat 500 ribu gabak."


Para penduduk desa terkesiap mendengar nominal uang ini.

Wira melanjutkan,

"Danu, Doddy, Gavin, Gandi, dan Ganjar mengejar para bandit semalam. Mereka telah mempertaruhkan nyawa. Jadi, masing-masing akan mendapat 100 ribu gabak."


Danu dan Doddy sangat senang mendengarnya, tetapi mereka tetap menahan diri. Bagaimanapun, ayah mereka mendapat 500 ribu gabak.

Sementara itu, Gavin dan saudaranya tampak sangat bersemangat. Mereka tidak pernah menduga akan mendapat uang sebanyak ini.Para penduduk desa pun menatap kelima orang itu dengan iri.


Wira meneruskan,

"Herman, Hamid,Sony, dan Danur juga sudah membantu. Mereka melawan Heru dan bawahannya,lalu ikut menyerang Desa Tiga Harimau. Jadi, masing-masing mendapat 50 ribu gabak."


Para penduduk desa lagi-lagi menatap mereka berempat dengan iri sambil mengacungkan jempol untuk memuji keberanian mereka. Keempat orang itu merasa gembira sekaligus malu. Faktanya, mereka tidak melakukan banyak hal semalam. Mereka hanya memberi bantuan kecil.

Kemudian, Wira mengalihkan topik dengan berkata,


"Yanuar bukan penduduk Dusun Darmadi. Tapi, dia sangat membantu semalam. Dia juga akan mendapat 50 ribu gabak."


"Terima kasih, Tuan Muda Wira!" ujar Yanuar yang kebingungan.


Dia jelas-jelas tidak melakukan apa pun semalam, hanya menikam seorang bandit dengan tombaknya.Yanuar awalnya hanya berniat memberi informasi kepada Wira.

Namun, dia malah mendapat uang sampai 60 ribu gabak.


Setelah pulang nanti, dia sudah bisa merenovasi rumahnya dan menikah!Saat ini, banyak penduduk desa yang mengamati Yanuar, terutama mereka yang memiliki anak perempuan.


Wira menoleh menatap anggota tim penangkap ikan, lalu berkata,

"Masih ada anggota tim penangkap ikan, yang mengikutiku semalam ada 23 orang. Mereka juga sangat membantu.

Jadi,masing-masing mendapat 10 ribu gabak."

"Terima kasih, Kak Wira!" seru para pemuda itu dengan gembira sekaligus malu.


Meskipun telah memberanikan diri untuk naik gunung, mereka sebenarnya tidak ikut bertarung semalam.Melihat ini, 7 anggota tim penangkap ikan yang tidak berani ikut ke Desa Tiga Harimau sungguh menyesal sekarang.Mereka hanya bisa menundukkan kepala. Para penduduk desa merasa makin iri. Mereka pun bersumpah akan mengikuti Wira jika terjadi masalah di kemudian hari lagi. Jika tidak, mereka akan melewatkan rezeki seperti ini!Jamadi dan keempat pemanah itu menelan air liur. Mereka bahkan berniat untuk mengundurkan diri dari pengadilan dan bekerja untuk Wira.

Di sisi lain, Hasan justru mengernyit.

Jika dihitung-hitung, uang yang didapatkannya jauh lebih banyak dari Wira. Selain itu, dia juga tidak menyuruh orang-orang menggali uang yang disebutkan oleh Kadir sebelumnya. Kadir yang diikat di kereta kuda menyaksikan semua ini dengan dingin. Kemudian, dia menyunggingkan sebuah senyuman. Setelah itu, Wira menarik Wulan yang ada di belakangnya dan menunjuk belasan wanita di kereta kuda.

Dia berkata kepada Wulan,


"Mereka diculik oleh para bandit dan nggak bisa pulang lagi. Kamu dan Bibi Hani atur siapa yang bisa menyediakan tempat tinggal untuk mereka, lalu bayar 500 gabak sebagai uang sewa. Kelak,mereka akan membantu di kantin.Gaji mereka 1.000 gabak per bulan."


Para wanita di Dusun Darmadi pun iri mendengarnya. Mereka saja tidak bekerja di kantin.

"Terima kasih, Tuan." Wanita yang berwajah cantik itu memimpin yang lainnya untuk berlutut dan berterima kasih.


Melihat ini, Wira memberi isyarat mata. Kemudian, Wulan, Hani, dan wanita lainnya bergegas maju untuk memapah mereka.

"Wira melanjutkan dengan serius,Hari ini, tim penangkap ikan dan tim penjualan libur. Semuanya pergi ke pengadilan daerah untuk bawa Kadir,Heru, dan jenazah bandit lainnya. Kita akan meminta keadilan dari pemimpin kabupaten."


"Bukannya para bandit sudah dibunuh? Kenapa harus meminta keadilan lagi?" tanya para penduduk desa dengan heran Mendengar ini.


Hasan,Danu,Doddy,dan Gabrata bersaudara yang merupakan anggota inti seketika memasang ekspresi dingin.










Bab 116





Desa Tiga Harimau memang telah lenyap. Namun, Keluarga Silali dari kabupaten yang merupakan dalang di balik semua ini masih hidup bebas di luar sana.

Tim penangkap ikan dan tim pembelian bergegas mempersiapkan kereta kuda.


"Dia kelihatan galak sekali!"


"Tatapannya bahkan lebih mengerikan dari serigala!"


"Tapi, dia tetap saja berhasil ditaklukkan Kak Wira!"


Banyak penduduk desa mengelilingi Kadir yang diikat di kereta kuda. Mereka pun melihat dari kejauhan sambil bergosip.


"Urus kerjaan kalian sana, jangan berkerumun di sini!" teriak Hasan yang mengusir para penduduk itu.


Kemudian, dia menghampiri Kadir dengan membawa air dan menyuapinya,


"Tujuh Belas, ini salahku."


Hasan tahu, jika bukan karena dirinya, teman lamanya ini pasti lebih memilih untuk langsung mati daripada dipermalukan seperti ini.

"Kak Hasan, untuk apa sesungkan ini? Aku saja nggak keberatan untuk mati, jadi mana mungkin peduli dengan mereka?" sahut Kadir.


Kemudian, dia meneruskan,

"Omong-omong, bocah itu punya sedikit karisma Panglima Dirga. Dia tahu cara menyemangati orang dan memanfaatkan orang. Dia bahkan lebih licik dari Panglima Dirga. Aku sudah tenang karena kamu memilih mengikutinya. Bagaimanapun, orang baik nggak akan hidup terlalu lama."


Di Dusun Gabrata, Gavin pulang ke rumahnya. Istrinya pun segera menyajikan makanan ke atas meja.Ada 2 ekor ikan goreng, 8 roti daging,sepiring tumis sayur, dan sebakul nasi putih. Meskipun terlihat sangat sederhana, hanya keluarga Gavin dan dua saudaranya yang bisa menikmati makanan seperti ini di Dusun Gabrata.


"Ibu, ayo duduk dan makan," ujar Gavin sambil memapah ibunya yang buta.


Kemudian, dia mengambilkan roti daging untuk ibunya, juga membantunya mengupas daging ikan dengan hati-hati.


"Kenapa kita makan roti daging lagi? Gavin, kamu sudah bergaji besar sekarang, tempat kerjamu juga menyediakan makanan untuk karyawan. Tapi, kamu nggak seharusnya membawa makanan itu pulang," nasihat sang ibu begitu memakan roti daging yang lezat.


Sejak ketiga putranya bekerja di Dusun Darmadi, mereka selalu membawa pulang roti daging setiap selang beberapa hari. Wira sudah memberi mereka gaji besar, juga menyediakan makanan untuk mereka.

Sang ibu tentu merasa tidak enak hati kalau anaknya.

membawa pulang makanan karyawan untuknya.


"Ibu, Tuan Wira yang menyuruhku bawa pulang makanan ini. Bukan hanya roti daging, masih ada ikan,"


timpal Gavin sembari menyuapi daging ikan yang telah dikupasnya.


"Kenapa daging ikan ini wangi sekali? Pasti menggunakan banyak rempah kan?" tanya ibu Gavin seraya mencicipinya.


Kemudian, dia berpesan,

"Gavin,Tuan Wira sangat baik pada kita. Kalian harus membalas budinya sebisa mungkin."


"Ya," sahut Gavin sambil mengangguk setelah melirik istri dan anaknya yang makan dengan lahap.


Mereka awalnya miskin hingga tidak punya uang untuk makan lagi. Namun,Wira yang membantu mereka hingga bisa melewati kehidupan sebaik ini.Berkat Wira, istri dan anaknya bisa makan kenyang, bahkan bisa makan daging.Setelah menyuapi ibunya makan, Gavin memanggil Gandi dan Ganjar.

Dia bertanya,


"Menurut kalian, sebaik apa Tuan Wira pada kita?"Gandi pun tergelak, lalu menjawab, '


"Kak, apa ini masih perlu ditanyakan? Tuan Wira sangat baik pada kita, kita nggak akan bisa membalas budinya meski hidup 8 generasi!"


Ganjar turut menyahut,

"Benar. Aku nggak akan pernah ragu kalau ada yang menyuruhku mati untuk Tuan Wira."


Tatapan Gandi seketika menjadi serius saat berkata,

"Oke. Kalau begitu, kita nggak usah ikut ke pengadilan daerah besok."


"Apa?"


Gandi dan Ganjar bertanya dengan bingung,

"Kak, apa yang mau kamu lakukan?"


"Keluarga Silali sangat berkuasa di kabupaten. Mereka sudah berbisnis lama di Kabupaten Uswal, sedangkan pemimpin kabupaten adalah pendatang baru. Meskipun dia mendukung Tuan Wira, dia belum tentu bisa menjatuhkan Keluarga Silali. Kalaupun berhasil, dia belum tentu bisa menangkap biang keroknya." jelas Gavin dengan dingin.


Gandi dan Ganjar mengangguk mendengarnya.

Gandi bertanya,

"Kak, apa rencanamu? Kami akan menurutimu."


Gavin menjawab dengan serius,

"Keluarga Silali menyewa orang membunuh Tuan Wira supaya bisa membawa Nyonya Wulan. Tuan Wira sangat baik pada kita, kita nggak boleh membiarkan mereka menindasnya.

Kalau pengadilan daerah nggak bisa memberinya keadilan, kita yang turun tangan sendiri."


"Ya, kami juga berpikiran seperti itu,"sahut Gandi dan Ganjar.


Sejak awal,mereka sudah sangat murka saat mendengar tentang kejahatan yang dilakukan Keluarga Silali.

Gandi mengernyit seraya melanjutkan,


"Tapi, kita mungkin akan mati. Kalau kalian nggak bersedia, aku juga nggak akan memaksa kalian."







Bab 117




"Kami berdua pasti ikut!" Gandi dan Ganjar meneruskan, "Kami nggak akan menyesal kalau akhirnya harus mati untuk Tuan Wira!"


Di Kediaman Silali yang terletak di kabupaten.

Darius dan Mahendra duduk berhadapan. Di depan mereka, terlihat semangkuk bakso ikan yang berhasil dibeli pelayan setelah mengantre cukup lama.Setelah memakan bakso ikan, Mahendra mengernyit sembari berkata,


"Ayah, Desa Tiga Harimau seharusnya sudah beraksi. Pecundang itu seharusnya juga sudah mati. Tapi, kenapa masih belum ada kabar dari mereka?"


Sesudah meminum kuah, Darius meletakkan mangkuknya. Dia menjawab dengan murung,


"Mahendra, sudah berapa kali kubilang, sarjana Keluarga Silali sepertimu nggak usah menanyakan pekerjaan kotor begini. Aku akan mengurus semuanya dengan baik. Lagi pula, apa yang kamu khawatirkan? Desa Tiga Harimau pasti bisa membunuh pelajar lemah itu dengan mudah."


Mahendra pun mengangguk, lalu menimpali,

"Ya, benar juga. Bagaimanapun, mereka bertiga sangat ganas. Keluarga kaya di kabupaten saja takut pada mereka, apalagi orang kampungan seperti dia."


Kemudian, keduanya pun saling bertatapan dan mengangguk dengan tenang. Tiba-tiba, terdengar teriakan seorang pelayan di luar.

"Tuan Darius, ini gawat!"


"Kenapa?"


Darius menggebrak meja dengan murung, lalu berkata dengan penuh wibawa,


"Yang tenang sedikit. Keluarga Silali nggak akan jatuh di

Kabupaten Uswal yang begitu kecil. Semua masalah bisa kita selesaikan dengan mudah!"


"Ba... baik, Tuan!"


Kepala pelayan mengangguk berulang kali sebelum menjelaskan,

"Tadi, pengadilan mengutus orang untuk menangkap Bos Tanu."


"Apa?" Darius seketika merasakan firasat buruk.


Dia mengernyit seraya bertanya,

"Apa pengadilan memberi tahu alasan penangkapannya?"


Ekspresi Mahendra berubah drastis setelah mendengarnya. Dia tahu bahwa ayahnya mengutus Tanu pergi ke Desa Tiga Harimau untuk menyampaikan pesan.


"Petugas pengadilan bilang, Bos Tanu terlibat dalam kasus menyewa pembunuh bayaran."


Setelah berpikir sejenak, kepala pelayan itu menambahkan,

"Tuan, ada kabar yang tersebar di kabupaten. Katanya, Desa Tiga Harimau sudah dilenyapkan Dusun Darmadi."


"Kadir ditangkap dan dibawa ke kabupaten, sedangkan Heru tewas dengan kepala terpenggal. Bandit yang mati ada 45 orang. Jenazah mereka semua diangkut ke kabupaten dengan beberapa kereta kuda. Banyak orang yang melihat kejadian ini!" lanjut kepala pelayan itu.


Bruk!


Kaki Darius seketika menjadi lemas. Dia terjatuh ke lantai,

sementara wajahnya pucat pasi.Kadir telah ditangkap, begitu juga dengan Tanu. Mereka berdua pasti sudah mengungkapkan beberapa kebenaran.Kalau hubungan mereka juga terungkap,Darius pasti akan mendapatkan sanksi meskipun tidak dihukum mati.


"Ini nggak mungkin!" seru Mahendra yang berdiri sambil mengernyit.


Saat ini, dia pun mondar-mandir saking cemasnya.

Desa Tiga Harimau terkenal akan keganasan mereka.

Keluarga Silali bahkan menderita kerugian besar karena mereka, mana mungkin pecundang itu bisa menjatuhkan mereka?


"Jangan bicara omong kosong lagi. Cepat kemasi barang-barang, kita akan bersembunyi di kota pusat untuk sementara waktu!" perintah Darius seraya memaksakan diri untuk berdiri.


Kemudian, dia menarik putranya untuk pergi.Saat ini, Regan membawa sekelompok bawahan menerobos masuk. Dia bertanya,


"Tuan Darius, kamu mau ke mana? Pemimpin kabupaten mengundangmu ke pengadilan karena ada kasus penting."


"Pak Regan, cepat kembali dan laporkan aku sudah meninggalkan kabupaten. Bilang saja kamu nggak bertemu denganku!"


Darius mengeluarkan dua uang perak, lalu diam-diam memberikannya kepada Regan sambil berkata,

"Uang rokok untuk kalian."


"Lancang sekali! Beraninya kamu menyuap kami!"


Regan melemparkan dua uang perak itu sembari berteriak dengan penuh wibawa,


"Cepat bawa dia ke pengadilan daerah. Tangkap siapa pun yang berani menghalangi!"


Sekelompok petugas keamanan menyerbu ke depan. Mereka pun menangkap Darius, lalu langsung memborgol tangannya.


"Kamu!"


Darius benar-benar tercengang dengan kejadian ini. Dia membatin,


'Para petugas keamanan ini jelas-jelas sangat mata duitan.Kenapa mereka malah tiba-tiba berubah dan nggak mau menerima uangku?'


Regan membatin dengan sorot mata menghina,


'Dasar pelit. Percuma keluarga kaya, tapi hanya bisa menyuap dengan 20 ribu gabak. Tuan Muda Wira bahkan belum menginjakkan kakinya di kabupaten,tapi sudah mengutus orang mengantar uang sebanyak 200 ribu gabak!'


Sekelompok petugas keamanan pun menahan Darius sambil berjalan pergi.Darius bergegas menoleh dan berteriak,


"Mahendra, cepat cari bantuan. Cari Pak Radit, cari jenderal militer!"


Mahendra mengernyit menyaksikan semua ini. Dia membatin,


'Pemimpin kabupaten sangat baik pada pecundang itu.Ayah belum tentu bisa selamat kalau hanya mencari dua orang itu.

Tapi, ada 1 orang yang pasti bisa menyelesaikan masalah ini!"







Bab 118





Sekelompok orang berlutut di aula pengadilan daerah. Terlihat bandit, anggota keluarga kaya, inspektur, petugas patroli, dan penduduk desa. Iqbal duduk di kursi utama. Ketika melihat berbagai bukti yang ada, amarah pun berkecamuk dalam hatinya. Dia sungguh tidak menyangka bahwa Wira bukan hanya memahami sejarah, tetapi juga menguasai cara memerintah negara. Wira bahkan begitu pintar dalam memimpin pasukan. Dia membawa sekelompok penduduk desa untuk melenyapkan Desa Tiga Harimau.

Iqbal yang telah menjabat selama sebulan lebih tentu tahu betapa kejamnya para bandit di Desa Tiga Harimau.

Patut diketahui bahwa Fadil yang merupakan seorang jenderal militer selalu menghabiskan jutaan gabak setiap tahunnya, tetapi masih gagal menjatuhkan Desa Tiga Harimau. Di sisi lain, Wira yang hanya membawa sekelompok penduduk desa justru berhasil memusnahkan mereka dalam semalaman. Dia benar-benar seperti seorang dewa perang!

Kelahiran genius seperti ini di Kerajaan Nuala adalah keberuntungan para rakyat dan istana.

Iqbal berkata dalam hati,


'Aku harus menulis surat untuk penasihat kiri lagi. Aku harus menyuruhnya meminta istana mengundang Tuan Wira. Tuan Wira bisa mengembangkan bakatnya di masa-masa sulit seperti ini.Keluarga Silali ini memang berengsek.Berani sekali mereka mencelakai Tuan Wira. Mereka benar-benar kejam!!'


Jadi, Iqbal pun memutuskan untuk melenyapkan Keluarga Silali demi keselamatan Wira.Interogasi kasus ini berjalan dengan lancar. Supaya tidak disiksa, Kadir menjawab semuanya dengan jujur. Dia hanya meminta agar bisa mati lebih cepat.Pengadilan juga telah memeriksa surat perjanjian yang dibuat Kadir dan Darius. Di atasnya memang terdapat tulisan dan sidik jari Darius.Saksi dan bukti sudah terpampang jelas. Tidak ada yang bisa mengelak lagi sekarang. Tepat ketika Iqbal hendak menjatuhkan hukuman, Radit tiba-tiba memasuki aula pengadilan daerah.

Begitu melihat kedatangan Radit, mata Darius langsung berbinar-binar, seakan-akan telah melihat penyelamatnya.Dia yakin bahwa putranya telah membayar mahal Radit supaya bersedia datang untuk membelanya. Asalkan Radit bisa membujuk Iqbal, Darius pun bisa lolos dari musibah ini meski harus menghabiskan kekayaannya.


Radit menghampiri sambil tersenyum canggung dan berkata,


"Yang Mulia,tolong beri aku waktu untuk bicara sebentar."


Iqbal menyahut dengan dingin,

"Pak Radit, aku sedang menangani kasus. Kalau ada masalah,

kita bicarakan setelah proses persidangan selesai."


Ekspresi Radit agak berubah setelah mendengarnya.

Dia tahu bahwa dia seharusnya pergi sekarang, tetapi Mahendra telah menjanjikan uang 2 juta gabak kepadanya.

Jadi, Radit memberanikan diri untuk maju dan berkata,


"Yang Mulia, tolong lepaskan Keluarga Silali. Mereka akan membayar pajak penuh tahun ini, juga bersedia menyumbang 3 juta gabak untuk pengadilan daerah."


Iqbal langsung memicingkan matanya seraya menimpali,

"Pak Radit, kamu ingin aku melanggar hukum untuk keuntungan pribadi?"


"Bukan begitu," ujar Radit yang ekspresi sontak berubah drastis.


Dia menangkupkan tangan sambil mundur, lalu memberi tatapan pasrah kepada Darius.'Mampuslah aku!' batin Darius sembari memejamkan mata dengan putus asa.


"Sekarang, aku akan membacakan hukuman atas kasus persekongkolan Darius dan Kadir ...," ujar Iqbal seraya mengangkat palunya.


Ketika dia bersiap-siap untuk menjatuhkan hukuman kepada terdakwa, Harsa tiba-tiba berjalan masuk ke aula pengadilan.Dia menyela,


"Kak Iqbal, apa kita bisa bicara sebentar?"


Begitu melihat Harsa, tatapan Darius yang dipenuhi keputusasaan menjadi bersemangat kembali. Mahendra pernah memberitahunya bahwa Harsa dan Iqbal memiliki hubungan yang sangat dekat.


"Harsa, meskipun kita dekat, proses persidangan sedang berlangsung sekarang."


Iqbal melanjutkan dengan ekspresi datar,

"Kalau urusan pekerjaan, langsung katakan sekarang.Kalau bukan, kita bicarakan setelah semua ini selesai."


"Ini menyangkut keduanya."


Harsa menangkupkan tangannya, lalu menjelaskan,

"Aku baru memahami masalah Keluarga Silali barusan.

Mereka memang melanggar hukum Kerajaan Nuala karena memasok barang-barang untuk para bandit. Tapi, mereka juga terpaksa."


"Waktu itu, Paman Darius diculik dan dipaksa bersumpah menjadi saudara angkat dengan Kadir.Dia mengirimkan sandang dan pangan juga karena diancam. Jadi, kuharap Kak Iqbal menyelidikinya dengan teliti dan memberikan hukuman ringan,"lanjut Harsa.


Iqbal bertanya dengan murung,

"Menjadi saudara angkat dengan bandit dan memasok barang-barang memang karena terpaksa. Tapi, dia juga menyuruh Desa Tiga Harimau menyerang Dusun Darmadi pada malam hari dan membunuh Tuan Wira. Bukti sudah terpampang jelas. Bagaimana dengan kejahatan besar ini?"


"Ini... aku nggak tahu tentang ini!"sahut Harsa sambil mengernyit.


Kemudian, dia menangkupkan tangannya dan mundur.Ketika Mahendra mencari Harsa, dia hanya menyebutkan tentang Keluarga Silali yang dipaksa oleh Desa Tiga Harimau waktu itu. Dia sama sekali tidak membahas tentang Desa Tiga Harimau yang ingin membunuh Wira. Meskipun tidak menyukai Wira, Harsa tidak pernah berpikiran untuk mencari orang membunuhnya.

Dia hanya ingin Wira bercerai dengan adiknya.


"Harsa, kamu nggak boleh pergi begitu saja. Gimana nasib Paman nanti? Keluarga Silali dan Linardi adalah teman dekat!" teriak Darius.


Penyelamat yang paling diharapkannya telah pergi.

Darius yang panik pun menangis.










Bab 119



Bam!


Iqbal memukul meja dengan palu di tangannya, lalu berseru, "Berteriak di pengadilan, hukumannya 10 kali tamparan!"


Plak!

Plak!

Plak!


Dua petugas pengadilan bergegas menghampiri dan memukul dengan tongkat sebanyak 10 kali. Mulut Darius seketika berlumuran darah. Dia pun menangis tersedu-sedu seraya mengeluh.


"Hukuman untuk kasus ini adalah ...."


Tepat ketika Iqbal kembali mengangkat palunya dan hendak mengumumkan hukuman, lagi-lagi terjadi sesuatu di luar dugaannya. Seorang pria paruh baya tiba-tiba masuk ke pengadilan daerah. Dia bertubuh tinggi dan tegap, bermata tajam, dan memiliki sebuah golok di pinggangnya.

Orang ini tidak lain adalah Fadil Kaban, Jenderal Militer Kabupaten Uswal. Jenderal militer bertanggung jawab atas keamanan suatu kabupaten. Dia adalah pemimpin dari para petugas keamanan, prajurit, petugas patroli, dan pemanah. Dia memiliki kekuatan terbesar di seluruh kabupaten.

Menangkap perampok dan melenyapkan bandit pun merupakan tugas seorang jenderal militer.


Begitu memasuki aula pengadilan,Fadil langsung menangkupkan tangannya dan berteriak dengan lantang,


"Yang Mulia, ada yang salah dengan kasus ini!"


Darius seketika menghela napas lega. Terlihat secercah harapan terakhir pada sorot matanya.Fadil adalah penyelamat terakhir yang bisa dimintai putranya untuk turun tangan.Jika Fadil tidak bisa menyelamatkan Darius, itu artinya dia benar-benar akan mati mengenaskan.

Iqbal memicingkan matanya, lalu bertanya dengan dingin,


"Apa yang salah?"


Saksi dan bukti sudah lengkap, tetapi orang ini masih ingin mengacau. Iqbal tahu bahwa Fadil sudah disuap Keluarga Silali. Sebagai seorang jenderal militer, Fadil ini sudah gagal menangkap para bandit, tetapi masih membela penjahat.


"Kesalahan besar!"


Fadil menjawab dengan lantang,

"Yang Mulia, Kadir dan Heru menguasai ilmu bela diri.

Bawahan mereka adalah 30 bandit kejam yang sudah pernah membunuh orang."


"Meskipun tidak memimpin pasukan,Yang Mulia pasti tahu orang-orang seperti mereka bisa membunuh para penduduk desa dengan mudah.Sebaliknya, mana mungkin para penduduk itu bisa membunuh mereka?Tapi, mereka malah mengangkut begitu banyak jenazah kemari. Apa Yang Mulia tidak merasa ada yang salah dengan ini?" tanya Fadil.


Sekelompok penduduk desa berhasil menjatuhkan Desa Tiga Harimau. Kejadian ini hanya akan mempermalukan Fadil yang gagal sampai berkali-kali. Jadi, Fadil harus menggagalkan kasus ini. Dengan begini, dia bukan hanya mendapatkan keuntungan dari Keluarga Silali, tetapi juga mempertahankan martabatnya,Mendengar ini, Radit maju dan turut berbicara,


"Yang Mulia, Pak Fadil benar. Ada yang tidak beres. Kalau tidak diselidiki dengan jelas, orang-orang akan kecewa nantinya,"


Iqbal menyahut dengan muram,

"Hasan sudah bilang, mereka menggunakan tipu muslihat untuk memaksa Heru turun dari kuda dan berjalan kaki.

Mereka juga membuat jebakan untuk menghalangi jalan para bandit, lalu membunuh dengan panah.Hal ini sangat masuk akal."


Sebenarnya, Iqbal sendiri juga tidak memercayainya.

Namun, dia tahu bahwa Wira memiliki rahasia. Iqbal juga tidak akan menggali kebenarannya jika Wira tidak mengatakannya. Lagi pula, bukti sudah terpampang jelas.


"Ini tidak masuk akal!"


Fadil memicingkan matanya seraya tersenyum sinis, lalu meneruskan,

"Yang Mulia, jumlah anak panah yang ditembakkan 1 orang sangat terbatas. Mana mungkin penduduk desa sepertinya bisa memanah lebih dari 20 kali secara berturut-turut, bahkan berhasil mengenai para bandit?"


"Selain itu, mereka menyerang Gunung Harimau Hitam pada malam hari, hanya ada cahaya bulan yang remang-remang. Jadi, tidak mungkin semua anak panahnya tepat sasaran.

Orang-orang yang mati itu pasti bermasalah, belum tentu mereka adalah bandit Desa Tiga Harimau."


"Dengan kata lain, penduduk Dusun Darmadi belum tentu adalah pahlawan. Mereka mungkin saja adalah para bandit. Kumohon agar Yang Mulia menunda kasus ini untuk penyelidikan yang lebih ketat. Jangan sampai melepaskan orang jahat ataupun menyalahkan orang baik!" seru Fadil.


Para penduduk Dusun Darmadi sungguh murka mendengarnya. Jenderal militer ini benar-benar pintar memutarbalikkan fakta!


"Yang Mulia, tolong selidiki ulang kasus ini. Hasil seperti ini akan sulit untuk meyakinkan publik. Selain itu,Keluarga Silali bisa mengajukan banding karena ada yang tidak beres dengan kasus ini. Kalau kasus ini dibawa sampai ke kota pusat, masalah akan menjadi rumit nanti," ujar Radit sambil memberi isyarat mata kepada Darius.


"Yang Mulia, aku benar-benar tidak bersalah. Aku bukan penjahat. Aku akan mengajukan banding ke kota pusat!" teriak Darius setelah memahaminya.


Iqbal pun mengernyit melihat situasi ini. Dia tidak menyangka bahwa Fadil yang terlihat lebih berani dan kasar justru lebih sulit dihadapi dari Radit. Untuk sesaat, Iqbal tidak bisa memikirkan cara untuk menjatuhkan hukuman kepada Keluarga Silali.


"Yang Mulia, para bandit ini memang dipanah olehku sendirian."


Hasan yang sedari tadi diam akhirnya bersuara,

"Kalau Yang Mulia tidak percaya, kita bisa mencobanya.Aku bisa memanah 50 kali secara berturut-turut.Meskipun gelap, panahku tidak akan memeleset sedikit pun!"


"Yang Mulia, dia sendiri yang ingin membuktikannya."


Fadil seketika bersemangat. Dia memerintahkan,


"Seseorang, cepat ambilkan busur dan panah kemari. Biar dia menunjukkan kekuatan memanahnya. Kalau tidak tepat sasaran, itu artinya dia berbohong dan ada rahasia besar di balik semua ini!"


Seorang petugas pengadilan mengambilkan busur, lalu memasang papan target di luar pengadilan daerah.


"Tembak!" Radit ikut menimpali,


"Kalau kamu gagal, itu artinya kamu berbohong dan ada masalah besar dalam kasus ini."

Di sisi lain, Darius menyaksikan semua ini dengan gembira. Dia yakin bahwa Hasan hanya membual barusan.










Bab 120



Veteran yang direkrut oleh Iqbal hanya bisa memanah sebanyak 20 kali berturut-turut. Bahkan, panah yang diluncurkannya akan makin lama makin tidak akurat.

Iqbal pun mengernyit melihat situasi ini. Dia tidak mahir dalam urusan militer, tetapi tahu bahwa prajurit elite hanya bisa memanah sebanyak 20 sampai 30 kali.

Lantas, mengapa Hasan ini berani membual seperti itu?

Namun, Iqbal yakin bahwa Wira tidak mungkin mengutus orang ceroboh kemari. Mungkin, Hasan ini memang memiliki kemampuan seperti itu.

Saat ini, Hasan menarik busurnya dan memasang anak panah.

Berr

berr

berr ....


Whoosh

whoosh

whoosh ....


Tali busur bergetar, sedangkan anak panah memelesat di udara. Setiap serangannya tepat mengenai sasaran!

Hasan memanah sebanyak 20 kali, 30 kali, 40 kali, dan akhirnya 50 kali!

Tidak ada satu pun anak panah yang memeleset!

Semua orang yang berada di aula pengadilan daerah tercengang melihat kejadian ini.

Teknik panah dan kekuatan lengan Hasan telah melampaui level orang biasa. Seorang jenderal bahkan tidak bisa memanah seperti ini.Fadil seketika menelan air liurnya. Dia terpikir akan sebuah ide lagi sehingga berkata,


"Kalaupun kamu nggak bohong, bagaimana caranya membuktikan kamu bisa memanah meski gelap? Yang Mulia, kita tunda dulu kasus ini. Setelah membuktikan kemampuan memanahnya di malam hari, baru kita ambil keputusan."


Radit tentu menyetujui saran ini.Asalkan tidak langsung diadili, mereka masih memiliki waktu untuk memanipulasi kasus ini dan menyelamatkan Keluarga Silali.

Tepat ketika Iqbal hendak berbicara,

Hasan tiba-tiba mengeluarkan penutup mata di sakunya sambil berkata,

"Mudah saja. Silakan Yang Mulia melemparkan papan bambu sesuka hati."



Whoosh!



Mendengar ini, Iqbal merasa agak skeptis. Namun, dia tetap melemparkan sebuah papan bambu.Hasan memfokuskan pendengarannya, lalu bergegas berbalik dan menarik busurnya dengan gesit.

Anak panah seketika mengenai papan bambu tersebut, bahkan mendarat di lingkaran kesembilan papan target.

Aula pengadilan menjadi sunyi senyap

karena kejadian ini. Semua orang terperangah melihatnya.


Hanya Kadir yang membatin,

'Teknik memanah Kak Hasan sudah menurun. Ketika menembak benda terbang waktu itu, anak panahnya selalu mengenai lingkaran kesepuluh, nggak pernah lingkaran kesembilan.'


Tiba-tiba, ekspresi Fadil berubah drastis. Dia menghunuskan golok di pinggangnya, lalu membentak,


"Siapa kamu sebenarnya? Di Kerajaan Nuala,hanya beberapa orang yang memiliki keterampilan memanah seperti ini. Tapi, mata-mata yang diutus bangsa Agrel sangat pintar dalam memanah."


Begitu mendengarnya, Radit langsung memuji dalam hati. Fadil menuduh Hasan sebagai mata-mata bangsa Agrel. Tuduhan seperti ini akan sulit untuk dibantah. 2 Kasus ini akan menjadi sangat rumit jika melibatkan bangsa Agrel. Dengan demikian, Keluarga Silali juga akan sulit untuk diadili.

Darius menghela napas lega. Dia merasa dirinya sangat beruntung

 sehingga ekspresinya penuh dengan kegembiraan. Dia pun membatin,

'Pak Fadil benar-benar hebat!"


Iqbal mengernyit seraya berkata,

"Hasan, kenapa keterampilan memanahmu bisa begitu hebat Asalkan penjelasanmu wajar, tidak usah takut orang memfitnahmu."


Hasan menyahut dengan ekspresi sedih,

"Yang Mulia, keterampilan memanahku diajari oleh Panglima Dirga saat aku masih bergabung dengan Pasukan Zirah Hitam."


"Pasukan Zirah Hitam! Panglima Dirga!" gumam Radit dan Fadil dengan terkejut.


Iqbal sontak bangkit dari tempat duduknya. Dia bertanya dengan penuh semangat,

"Panglima Dirga yang mengajarimu? Siapa kamu?"


Mata Hasan seketika berkaca-kaca.Dia memejamkan mata sehingga air matanya berlinang. Kemudian, dia menjawab,


"Aku pengawal pribadi pertama Panglima Dirga."









 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

71-80 #perjalanandimensiwaktusanggenius

41-60 Perjalanan dimensi waktu sang genius