151-160 #perjalanandimensiwaktusanggenius

 



Bab 151


"Seorang ahli!" Begitu mengingat kehati-hatian Wira, Jamal pun merinding dan berkata,
"Ketua Merika, sebaiknya kita nggak menyinggungnya. Dia sangat cerdik, siapa pun yang menyinggungnya pasti mati!"
Setelah Heru dibunuh dan Kadir ditangkap, Jamal pernah menyelinap ke kota kabupaten untuk mencari tahu tentang Wira. Jadi, dia tahu bahwa Keluarga Silali sudah hancur dan semua orang yang pernah melawan.
Wira juga dijebloskan ke penjara.Meri mendongak, lalu mengangkat pedangnya sambil berkata,

"Orang yang cerdik pasti adalah seorang pelajar. Dalam menghadapi pelajar,nggak usah banyak ngomong dengannya. Langsung saja habisi dia dengan sekali tebas! Dengan begitu, dia nggak bakal bisa mengerahkan satu pun triknya!"

"Iya, iya...." Jamal tersenyum tidak berdaya dan berpikir dalam hati,"

"Tuan Wira begitu hati-hati, mana bisa kamu menghabisinya segampang itu! Sebelum kamu sempat menyerangnya, dia bakal duluan menangkapmu dengan jebakan yang disiapkannya. Waktu hendak menyekap Tuan Wira dulu, aku sudah menyaksikan sendiri jebakan demi jebakan yang disiapkan Tuan Wira."

Tiba-tiba, ada seorang bandit yang masuk ke aula dan melapor,
"Ketua Merika, kami sudah menangkap seorang wanita."

Meri bertanya dengan santai,
"Dia nggak mau bayar tarif jalan?"
"Tarif jalan?" Jamal langsung bersemangat.

Sejak kapan Yispohan mulai memungut tarif jalan? Apakah Aliansi Rute Dagang Asri yang dicetuskan Wira sudah tersebar sampai di sini?

Bandit itu menjawab,
"Sudah bayar."

Meri langsung menjadi cemberut.
"Kalau begitu, kenapa kalian masih menangkapnya? Apa kalian sudah lupa sama peraturan yang kutetapkan?"

Bandit itu terkekeh dan menjawab,
"Wanita itu sangat cantik!"

Meri langsung bersemangat dan bertanya,
"Seberapa cantik? Apa dia secantik wanita tercantik di kota kabupaten kita?"
"Iya!" Bandit itu menjawab sambil tersenyum,
"Dia lebih cantik dari Ketua juga!"
Meri pun mengerutkan keningnya.
"Jangan-jangan dia itu putri pejabat?"
Bandit itu melambaikan tangannya dan berkata,
"Ketua Merika, semua orang tahu mengenai peraturan yang kamu buat. Mana mungkin kami menangkap anggota keluarga pejabat? Kami sudah bertanya, dia itu putri sulung Keluarga Wibowo dari Kabupaten Uswal."

Mata Meri langsung berbinar. Dia mengangkat pedangnya dan memberi perintah,

"Bawa aku menemuinya!Kalau dia memang secantik itu, aku akan membuat pengecualian untuk menangkapnya. Aku mau menjadikannya istri kakakku agar kakakku itu nggak berkeluyuran ke mana-mana atau pergi ke rumah bordil lagi!"

Tiga hari sudah berlalu.

Setelah mempersiapkan semuanya, Wira baru akan berangkat ke Kota Pusat Pemerintahan Jagabu. Dalam tiga hari ini, dia sudah menyelesaikan pesanan gula putih Keluarga Sutedja dan memberi tahu Wulan bagaimana cara mengajari anak-anak untuk membaca dengan lebih mudah. Selain itu, Wira juga membuat 10 buah busur silang dan mengajari para pemuda yang mengikutinya dalam perjalanan kali ini tentang cara penggunaannya. Dia juga menempa 10 buah perisai kombinasi agar bisa mencegah serangan panah bandit. Suryadi sudah menyuruh tim penangkap ikan untuk membawa pulang barang-barang dari toko besinya di kota kabupaten. Kemudian,dia begadang selama dua hari dua malam untuk menempa sembilan bilah Pedang Treksha, yang mana sudah lebih dari cukup untuk diberikan kepada semua orang yang mengikuti Wira dalam perjalanan kali ini.

Hasan juga menciptakan tiga teknik penggunaan pedang berdasarkan karakteristik Pedang Treksha. Setelah itu, dia mengajarkannya kepada semua orang yang ikut dalam perjalanan ke Kota Pusat Pemerintahan Jagabu.
Di sisi lain, Wulan dan Lestari juga melakukan banyak persiapan. Mereka menyiapkan bahan makanan, bumbu masak, ceret, panci, dan peralatan makan agar Wira tidak kelaparan di jalan.  Berhubung khawatir Wira kehujanan, mereka pun menyiapkan jas hujan, payung, dan tenda. Mereka juga menyiapkan berbagai ramuan obat karena khawatir Wira akan sakit atau diracuni orang.
Jika bukan karena kereta kuda sudah hampir penuh, entah apa lagi yang akan disediakan kedua wanita itu.
Barang-barang sudah memenuhi sebagian besar kereta kuda dan hanya menyisakan sedikit ruang gerak untuk satu orang.
Di era ini, bepergian jauh adalah hal besar. Ada banyak orang yang bahkan tidak pernah pergi ke kota kabupaten. Setelah mengetahui Wira akan pergi ke Kota Pusat Pemerintahan Jagabu, semua penduduk dusun berkumpul untuk mengantar kepergiannya.
Di depan kereta kuda, Wulan berpesan,

"Cuaca di gunung sangat dingin, ingat jaga kesehatan. Pastikan untuk selalu makan makanan hangat. Cari penginapan yang lokasinya di kota.

"Umph!"
Berhubung harus berpisah selama sebulan dan mengingat kenikmatan yang dirasakannya selama tiga hari terakhir, Wira langsung memeluk Wulan dan mengecup bibirnya tanpa peduli ada banyak orang yang berada di sekitar mereka.
"Cium! Cium!"

"Kak Wira mencium istrinya!"





Bab 152





"Aduh!"


Melihat kemesraan Wira dan Wulan, anak-anak mulai bersorak dan orang dewasa buru-buru menutup mata mereka. Para wanita memalingkan wajah, tetapi berusaha melirik kedua orang itu dari sudut mata mereka. Di sisi lain, para senior seperti Hasan dan Surya langsung tercengang dan bersikap seolah-olah tidak melihat adegan itu. Sementara itu, sebagian besar anak remaja pun tertawa gembira.

"Ah!" Lestari menutup matanya dengan malu, tetapi mengintip dari sela-sela jarinya. Wira sudah berhubungan intim dengan Wulan setiap malam sehingga Lestari yang menempati kamar sebelah mereka tidak bisa tidur nyenyak. Sekarang,Wira malah mencium Wulan di depan umum. Hal ini sungguh memalukan!
Wulan merasa malu,tetapi juga senang. Setelah Wira melepaskannya, dia buru-buru membenamkan wajahnya dalam pelukan Lestari karena malu. Wira menarik napas dalam-dalam, lalu berkata,
"Paman Suryadi, Paman Hasan, Gavin, kuserahkan Dusun Darmadi kepada kalian."
Ketiga orang itu mengangguk dengan serius.Suryadi sebenarnya sangat mengkhawatirkan Wira dan bermaksud untuk ikut. Namun, dia sudah akan menikah dan juga harus menempa Pedang Treksha.Hasan juga khawatir, tetapi Wira memintanya untuk tinggal dan menangani situasi di Dusun Darmadi.Gavin ingin mendampingi Wira, tetapi Wira menolak karena ada banyak hal yang harus diurus dalam pembentukan tim penjual garam. Lagi pula, Gavin dan kedua saudaranya sudah berkeluarga. Setidaknya, harus ada seorang pria yang tinggal di rumah untuk menjaga mereka.
"Semuanya, tunggulah kepulanganku!" Wira melambaikan tangannya pada penduduk desa, lalu masuk ke kereta kuda. Setelah menutup tirai, dia memberi perintah,
"Danu, ayo jalan!"
Danu mengemudikan kereta kuda. Sementara itu, Doddy, Gandi, Ganjar, Sony, dan Danur menunggang kuda dengan gagah.
Namun, mereka juga tidak berhenti menoleh ke arah dusun dengan enggan. Ada banyak orang yang ingin pergi ke kota pusat pemerintahan, tetapi tidak banyak orang yang memiliki kesempatan itu. Wira sudah memilih mereka. Jadi, mereka sangat senang. Namun, perjalanan mereka akan memakan waktu satu bulan. Oleh karena itu, mereka sedikit banyaknya merasa sedih.

Wulan dan Lestari yang awalnya menatap kepergian kereta kuda dalam diam tiba-tiba melambaikan tangan mereka.
Jadi, para penduduk dusun juga mengikuti mereka melambaikan tangan. Meskipun kereta kuda sudah hilang dari pandangan mereka,

mereka masih tidak bubar.Sebab, orang di dalam kereta kuda itu adalah orang penting yang sangat berpengaruh di Dusun Darmadi. Jarak dari Dusun Darmadi ke Kota Pusat Pemerintahan Jagabu tidak terlalu jauh,hanya sekitar 100 kilometer. Hari ini, kelompok Wira menempuh sekitar 24 kilometer dan tiba di Kabupaten Laria saat hari sudah menjelang malam.
Mereka pun bermalam sehari di kota kabupaten.Keesokan harinya, mereka lanjut menempuh 12 kilometer dan tiba di Pegunungan Dajore.
"Ini Pegunungan Dajore, ada sebuah markas bandit di sini. Jumlah mereka nggak kalah banyak dari Desa Tiga Harimau. Waspadalah!" Di dalam kereta kuda, Wira mengeluarkan peta yang dia gambar berdasarkan ingatannya, lalu mengingatkan dengan serius, "Bandit-bandit itu sedang bersembunyi. Kita nggak boleh lengah!"
Sony memberi usul dengan takut,
"Gimana kalau kita mengeluarkan busur silang?"
Danur juga berkata dengan antusias,
"Benar! Kak Wira, kita nggak perlu takut pada siapa pun dengan adanya busur silang!"
Saat menyerang Desa Tiga Harimau, tidak ada yang menguasai seni bela diri selain Danu, Doddy, Gandi, dan Ganjar. Mereka hanya membantu Wira menyiapkan perangkap dan tidak bertarung langsung. Jadi, mereka merasa agak takut.Saat ini, meskipun memiliki Pedang Treksha dan sudah belajar tiga macam teknik pedang, mereka masih tidak terlalu percaya diri. Di sisi lain,mereka sudah pernah menggunakan busur silang dan mengetahui kehebatan serta kemudahan penggunaannya. Oleh karena itu,mereka lebih memilih untuk menggunakan busur silang.
Wira menggeleng dan menjawab,

"Jangan menggunakan busur silang kalau bukan sedang berada dalam situasi yang sangat membahayakan!"

Setelah mendengar ucapan Wira, semua orang pun mengangguk.









Bab 153


"Buat apa takut? Cuma sekelompok bandit kok! Kalau mereka berani menyerang kita, aku akan membunuh mereka semua sendirian!" seru Doddy yang memimpin di depan.
Dia memegang kendali kuda dengan satu tangan dan menggenggam Pedang Treksha di tangan lainnya. Matanya tidak berhenti mengamati sekelilingnya dengan waspada.
Gandi dan Ganjar berjaga di paling belakang. Mereka juga sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi penyergapan bandit.Sekelompok orang ini melaju dengan lambat.
Di kedua sisi hutan, ada lebih dari 20 bandit yang sudah mengamati kelompok Wira.
"Kak Pitonu, sekelompok orang ini kelihatannya sulit dihadapi. Apa kita sanggup menjatuhkan mereka?" tanya seorang bandit dengan takut. Kelompok itu terdiri dari sebuah kereta kuda dan sepuluh pengawal yang bersenjatakan pedang. Mereka terlihat sangat tangguh.

"Ada aku, untuk apa takut?" Pitonu berkata dengan meremehkan,
"Lihat saja tampang beberapa orang di belakang yang sudah ketakutan itu. Apa gunanya mereka bawa pedang?Kurasa, mereka bahkan nggak berani membunuh seekor ayam! Kayaknya mereka itu orang kaya. Kalau bisa merampok mereka, kita pasti bisa makan enak dan mengunjungi rumah bordil untuk bersenang-senang!"

Melihat Sony, Danur, dan lima pemuda dari tim penjual ikan yang ketakutan, para bandit langsung bersemangat. Begitu orang ketakutan,mereka akan langsung lemas.Bagaimana mungkin mereka masih bisa bertarung?

"Semuanya, ayo bertindak!" Pitonu mengangkat sebuah tombak, lalu memimpin pasukannya menyerbu ke arah kereta kuda sambil berteriak,

"Aku Pitonu dari Pegunungan Dajore. Kalau mau hidup, cepat menyerah dan serahkan kereta kuda, kuda, pedang, dan seluruh harta kalian. Kalau nggak, tamatlah riwayat kalian!"Ada total 28 bandit yang menyerbu turun dari kedua sisi jalan. Mereka semua terlihat sangat garang dan bersenjatakan parang, pedang, dan tombak. Ada jarak sekitar 100 meter dari lereng gunung hingga kaki gunung. Saat ini, para bandit sudah semakin mendekat.

"Bandit!"seru Sonny, Danur, dan lima orang dari tim penjual ikan dengan panik.
"Buat apa panik!"

Begitu melihat para bandit itu tidak memiliki panah, Wira memberi perintah,
"Doddy, Gandi, Ganjar, bunuh para bandit yang bersenjatakan tombak itu!"
"Baik!"
Doddy, Gandi, dan Ganjar langsung turun dari kuda dan menyerang ke arah bandit dengan berani.Wira memberi perintah lagi,

"Sony,Danur, kalian bertujuh hadapi bandit yang bersenjata pedang dan parang.Gunakan teknik pedang yang diajarkan Paman Hasan. Ingat tebas dengan sekuat tenaga. Pedang kita sangat tajam!"

Ketujuh orang itu mengangguk sambil menggertakkan gigi, tetapi seluruh tubuh mereka malah gemetar hebat.Wira mengeluarkan dua buah busur silang, lalu berkata,
"Danu, awasi mereka bertujuh. Langsung bantu siapa pun yang berada dalam bahaya."

Danu menerima kedua busur silang itu. Dia mengerti maksud Wira. Nyali seseorang tidak akan terlatih tanpa pengalaman nyata. Tidak lama kemudian, ketujuh orang itu sudah tidak terlalu gemetar.Mereka menghunuskan Pedang Treksha dan menggenggamnya dengan kedua tangan, lalu menghadapi para bandit di kaki gunung. Pitonu memberi isyarat kepada para bandit untuk membentuk dua kelompok. Satu kelompok bersenjatakan tombak, satu kelompok lagi bersenjatakan pedang dan parang. Kelompok yang bersenjatakan tombak menyerang ke arah Doddy, Gandi, dan Ganjar. Di sisi lain, kelompok yang bersenjatakan pedang dan parang menyerang ke arah ketujuh orang yang tidak menguasai seni bela diri. Kelompok Doddy terlihat jelas menguasai keterampilan bela diri. Jadi, bandit bertombak langsung mengepung mereka.
Sementara itu,orang yang berdiri di dekat kereta kuda terlihat ketakutan. Mereka jelas tidak menguasai keterampilan bela diri. Para bandit yang sudah pernah membunuh orang pasti bisa menghadapi mereka dengan mudah.Sony, Danur, dan kelima orang lainnya sudah ketakutan hingga gemetar dan tidak berani bergerak. Wira pun berteriak,

"Tebasan diagonal!"

Hasan sudah menciptakan tiga teknik pedang untuk membantu sepuluh orang ini, yaitu tebasan diagonal,tebasan horizontal, dan tusukan lurus.Gerakan ketiga teknik ini memang sangat sederhana dan praktis, tetapi juga mematikan.

"Benar! Tebasan diagonal!"
Ketujuh orang itu langsung tersadar, lalu menyerang para bandit yang mendekat dengan tebasan diagonal.

"Dasar pengecut!"

Belasan bandit itu sangat meremehkan kelompok Sony. Tujuh orang di depan melambaikan pedang mereka untuk memblokir serangan kelompok Sony, lalu bersiap-siap untuk menyerang balik.Namun, malah terjadi situasi yang sangat mengejutkan!




Bab 154


Krek, krek....


Pedang para bandit langsung patah, lalu Pedang Treksha menebas dada ketujuh bandit itu. Darah segar menyembur dari dada mereka dan tubuh mereka pun jatuh ke lantai.

"Eh...." Sony, Danur, dan kelima orang lainnya juga terkejut. Mereka tidak menyangka para bandit yang terlihat garang itu begitu mudah dibunuh. Namun, setelah melihat Pedang Treksha di tangan mereka,mereka baru tersadar bahwa itu karena pedang yang diciptakan Wira sangat bagus.

"Mereka punya pedang ajaib!" Lima bandit yang tersisa tidak menyangka sebilah pedang bisa mematahkan pedang lainnya. Mereka langsung ketakutan dan berbalik untuk
melarikan diri.
"Woohoo! Ayo serang!" Danur langsung bersemangat dan mengejar para bandit yang kabur itu. Kemudian,dia menebas ke arah seorang bandit lagi. Kelima orang dari tim penjual ikan juga berseru dan menyerbu bandit lainnya.

"Serang!"

Sony adalah orang terakhir yang tersadar dari keterkejutannya. Dia menahan rasa mual karena melihat darah, lalu mengikuti orang lainnya untuk menyerang para bandit yang tersisa.

Ketujuh orang yang masih ketakutan bagaikan domba tadi seolah-olah sudah berubah menjadi singa yang gagah berani.
"Dasar bandit nggak tahu diri! Beraninya kalian merampok orang dari Dusun Darmadi! Sudah bosan hidup ya!" maki Danur.

Semakin cepat para bandit kabur, semakin berani juga dia mengejar mereka.Orang-orang dari Dusun Darmadi sudah pernah menjatuhkan kepala desa,mengalahkan preman penindas nelayan, menundukkan petugas patroli dan kepala petugas patroli,menghancurkan markas bandit, serta menjatuhkan keluarga kaya. Bahkan pemimpin kabupaten juga bersikap sangat sopan saat mengunjungi dusun mereka. Dari mana datangnya keberanian sekelompok bandit ini untuk merampok mereka?Berhubung tidak bisa melarikan diri,bandit itu tiba-tiba berbalik dan menebaskan pedangnya ke arah Danur.Pedangnya kebetulan menghantam Pedang Treksha milik Danur.

Klontang!

Pedang bandit itu pun patah. Namun, Danur yang tiba-tiba diserang juga tersandung sehingga pedangnya jatuh ke lantai. Melihat situasi ini, mata bandit itu langsung berbinar dan dia hendak mengambil Pedang Treksha milik Danur itu.

Syut!

Dari kejauhan, Danu menembakkan busur silang yang anak panahnya langsung menembus tenggorokan bandit itu. Bandit itu jatuh menimpa Danur dan melumuri seluruh wajah Danur dengan darah.

"Aaah!"

Danur buru-buru mendorong mayat itu dan menebaskan pedangnya ke arah mayat bandit seperti orang gila.
Tidak jauh dari sana, Sonny dan kelima orang lainnya mengejar empat bandit yang sudah ketakutan. Dalam sekejap, keempat bandit itu sudah dihabisi mereka berenam.Begitu pertarungan berakhir, ketujuh orang itu mematung sambil menatap mayat-mayat yang tergeletak di lantai.

"Uwek!"

Sony tiba-tiba muntah.Tidak jauh dari sana, pertarungan masih berlanjut. Doddy, Gandi, dan Ganjar menguasai seni bela diri, juga bersenjatakan Pedang Treksha. Jadi,mereka tentu saja menang telak.Dengan satu tebasan Doddy, tombak yang dipegang Pitonu langsung patah.Saat Pitonu masih terkejut, Doddy sudah menebaskan pedangnya lagi.

Bruk!

Ketua kedua kelompok bandit Pegunungan Dajore itu langsung mati di tempat tanpa sempat melawan.

"Kak Pitonu sudah mati! Gawat, lawan kita sangat hebat! Ayo kabur!"





Bab 155



Bandit yang tersisa buru-buru melarikan diri dengan ketakutan.
Namun, berhubung tadi mereka menyerang kelompok Doddy dengan strategi mengepung, mereka pun langsung lengah begitu berbalik. Doddy, Gandi, dan Ganjar langsung menebaskan pedang mereka dengan cepat. Dalam hitungan detik, belasan bandit itu sudah tergeletak di lantai.
Total 28 bandit sudah dikalahkan dalam sekejap mata.Selain Danur yang sikunya tergores ketika terjatuh, tidak ada satu pun orang yang terluka.
Begitu adrenalin mereka habis, kegelisahan langsung merayap ke dalam hati mereka saat menatap mayat-mayat bandit yang bertebaran di lantai.Peraturan Kerajaan Nuala menetapkan bahwa orang yang membunuh orang lain akan dihukum mati.
Namun,membunuh bandit adalah pengecualian. Jika menyerahkan mayat bandit ke pengadilan daerah Kabupaten Laria,mereka bahkan bisa mendapatkan hadiah.
Namun, mereka hanyalah orang desa. Selain Danu, Doddy, Gandi, dan Ganjar yang pernah membunuh orang di Desa Tiga Harimau, yang lainnya belum pernah membunuh orang sebelumnya.
Jadi, mereka masih merasa sangat terguncang.Wira bersuara,

"Cepat kumpulkan semua senjata bandit-bandit itu!Jangan biarkan orang lain melihat senjata mereka yang patah.Kalau nggak, mereka akan tahu kita memiliki pedang ajaib. Oh iya, tebas lagi mayat bandit yang mati ditembak busur silang dengan pedang supaya penyebab kematian sebenarnya
tersamarkan!"

Sekelompok orang itu buru-buru menjalankan perintah Wira. Setelah itu, mereka baru melanjutkan perjalanan lagi.
Di lereng gunung yang berjarak sekitar 200 meter dari sana, seorang bandit yang sedang berdiri di atas pohon menutupi mulutnya dengan terkejut.

Dia adalah orang yang bertanggung jawab untuk mengawasi jalan dari jauh agar bisa mencegah terjadinya gangguan di sepanjang jalur. Dia juga bertugas untuk memberi laporan kepada pemimpin bandit yang berada di markas.Setelah kereta kuda Wira pergi, dia buru-buru turun ke kaki gunung untuk memeriksa situasinya. Begitu melihat semua orang sudah mati, dia pun kembali ke markas dan melapor,

"Kak Pitono, gawat! Kak Pitonu dan teman-teman lainnya sudah tewas!"
Dua jam kemudian, 50-60 bandit menyerbu ke kaki gunung dan memandang situasinya dengan ekspresi tidak percaya. Sebagai bandit, mereka sudah sering membunuh orang. Namun, mereka belum pernah mengalami situasi seperti ini. Bahkan saat dikepung pihak pemerintah, anggota mereka yang terbunuh paling banyak juga hanya belasan orang.
Sisanya selalu berhasil melarikan diri dan bersembunyi di gunung.

"Pitonu, jangan khawatir, aku pasti akan membalaskan dendammu!"

Setelah menutup mata Pitonu, Pitono bertanya dengan ekspresi suram,

"Siapa sebenarnya yang melakukan hal ini?"Bandit yang melapor itu berpikir sejenak sebelum menjawab,
"Sepertinya, aku mendengar ada yang mengucapkan nama Dusun Darmadi!"
"Dusun Darmadi?" Pitono teringat ucapan Jamal dan bergidik. Namun,dia tidak menunjukkan ketakutannya dan bertanya dengan dingin,

"Apa Kamu melihat bagaimana cara mereka membunuh teman-teman kita?"

"Kayaknya pakai pedang. Tapi jaraknya terlalu jauh, aku nggak lihat jelas!" Bandit ini berada 200 meter jauhnya. Jadi, dia hanya bisa melihat samar kejadian di tempat ini dan tidak mengetahui kehebatan Pedang Treksha.

"Aku nggak peduli siapa mereka. Pokoknya, aku harus membalaskan dendam teman-teman yang tewas!"

Pitono berkata dengan tatapan membunuh,
"Awasi jalur ini dengan baik! Mereka itu orang dari Kabupaten Uswal. Nggak lama lagi, mereka pasti kembali. Kalau bertemu mereka lagi,aku sendiri yang akan memimpin pasukan untuk menghabisi mereka!"

Kelompok Wira melaju ke arah barat dalam diam. Danu, Doddy, Gandi, dan Ganjar merasa biasa-biasa saja.
Namun, Sony, Danur, dan kelima orang lainnya masih merasa gelisah karena ini adalah pertama kalinya mereka membunuh orang. Saat melihat mereka yang kehilangan semangat, Wira membuka tirai kereta kuda dan bertanya dengan lantang,

"Padi, kalau kita nggak membunuh para bandit itu, apa yang akan mereka lakukan?"

Padi adalah nama panggilan Padian Darmadi. Dia diberi nama itu karena ibunya melahirkannya saat bercocok
tanam di ladang padi. Padian adalah orang yang jujur dan gigih.
Padian merenung sejenak, lalu menjawab,
"Mereka pasti akan membunuh kita, lalu merampas barang-barang kita dan merayakannya setelah bersembunyi kembali di pegunungan."

Wira mengangguk, lalu bertanya lagi,
"Kalau begitu, apa yang akan terjadi pada orang tuamu apabila kita dibunuh mereka?"
Padian langsung menangis dan menjawab,
"Kalau aku mati, orang tuaku pasti sangat sedih. Kalau Kak Wira mati, dusun kita akan kembali menjadi seperti dulu.Semua orang harus hidup miskin lagi."
Para pemuda dari tim penjual ikan juga mengangguk. Orang di dusun mereka memang sudah menguasai keterampilan menangkap ikan, membuat sabun,dan memproduksi gula pasir. Namun, apabila terjadi sesuatu pada Wira, semua keterampilan ini pasti akan dirampas oleh keluarga kaya dari kota. Dengan begitu, kehidupan mereka pasti akan kembali menjadi seperti dulu.

Wira bertanya lagi,
"Jadi, apa kita salah dengan membunuh mereka?Tindakan kita itu termasuk baik atau buruk?"

"Nggak salah!" Padian langsung bersemangat dan menjawab,

"Tentu saja itu adalah tindakan baik! Dengan membunuh para bandit itu, mereka nggak bisa merampok kita atau orang lainnya lagi. Kita seharusnya mendapat pahala karena sudah berbuat baik!"

Wira menghela napas, lalu bertanya,

"Kalau begitu, kenapa kalian masih cemberut?"






Bab 156



Semua orang pun tertawa. Kegelisahan mereka sudah berkurang banyak.

"Hari ini, aku menyuruh kalian membunuh para bandit itu untuk melindungi diri dan juga untuk melatih nyali kalian."

Wira berkata dengan tenang,
"Setelah kalian punya nyali, ditambah dengan memiliki Pedang Treksha dan belajar seni bela diri, kalian sudah bisa melindungi diri saat keluar di kemudian hari."

Semua orang pun mengangguk.
Mereka semua tahu bahwa semakin besar bisnis yang dikembangkan Wira,orang yang dibutuhkan untuk keluar dari dusun juga akan semakin banyak.
Wira mengalihkan topik pembicaraan,

"Tapi kalian harus ingat. Dengan membawa senjata tajam, niat membunuh juga tanpa sadar akan timbul di dalam hati. Saat timbul niat membunuh, kalian harus bertanya.
pada diri sendiri apakah orang itu pantas mati? Setelah membunuhnya, apa diri kalian akan dijebloskan ke
penjara?"

"Kalau orang itu nggak seharusnya dibunuh, kalian nggak boleh membunuhnya. Biarpun orang itu pantas mati, kalian juga nggak boleh membunuhnya apabila kalian sendiri akan dijebloskan ke penjara setelah membunuhnya. Dalam situasi seperti ini, kalian harus cari cara lain untuk menyelesaikan masalahnya," jelas Wira.

Semua orang kurang memahami maksud Wira. Namun, Gandi dan Ganjar mengerti. Mereka saling memandang, lalu menunduk secara serempak.Tiba-tiba, Sony berkata,

"Kak Wira,maaf aku sudah mempermalukanmu tadi. Hanya membunuh bandit saja bisa muntah. Haih...."

Sony merupakan anggota inti yang sudah mengikuti Wira dari paling awal.Namun, dia juga merupakan orang yang paling tidak bernyali. Saat memikirkan performanya yang masih kalah dari Danur, dia merasa agak bersalah.
"Ada banyak orang yang begitu kok. Buat apa kamu merasa malu?"

Wira Menghibur,
"Setiap orang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dalam sebuah kelompok,dibutuhkan orang yang sifatnya berbeda-beda. Kelebihanmu bukan di nyali. Jadi, kamu nggak perlu membandingkan dirimu dengan orang lain dalam aspek ini!"

Sony bertanya dengan terkejut,
"Memangnya apa kelebihanku?"

Wira menjawab sambil tersenyum,
"Tebal muka!"
"Hahaha!" Semua orang pun tertawa.

Sony langsung berkata dengan malu,
"Kak Wira, tebal muka itu bukan kelebihan! Jangan bercanda lagi!"

Wira menjelaskan,
"Orang yang tebal muka bisa bergaul dengan orang yang dia kenal ataupun orang asing.Biarpun dikritik, dia juga nggak akan marah. Jadi, orang seperti ini sangat cocok untuk berbisnis. Kenapa itu bukan kelebihan? Coba suruh Doddy yang berbisnis. Begitu diprovokasi, dia sudah hendak menghajar orangnya.Memangnya orang sepertinya bisa berbisnis?"

"Hahaha!" Semua orang tertawa lagi.

Doddy berkata dengan bangga,
"Aku mau pergi ke medan perang untuk membasmi musuh! Siapa bilang aku mau berbisnis?"

Sony yang tadinya masih bersedih pun bersemangat kembali setelah memikirkannya.
"Kak Wira!"

Danur yang wajahnya masih ada bekas darah buru-buru bertanya,

"Apa kelebihanku? Aku cocok melakukan apa?"
Wira menjawab sambil tersenyum,
"Kamu itu pemberani. Jadi, kamu cocok menjadi perintis dan melakukan hal-hal yang membutuhkan perjuangan."
"Pemberani!"

Danur membusungkan dadanya, lalu berkata dengan bangga,
"Pantas saja Kak Wira memberiku nama Bram yang artinya gagah berani!"

Satu per satu orang mendekati kereta kuda dan bertanya,
"Kak Wira, apa kelebihanku?"

Gelak tawa terus berlanjut di sepanjang jalan. Saat langit sudah gelap, kelompok mereka tiba di sebuah desa.

Wira berkata,
"Yang di depan itu Desa Tepon. Di sana ada sebuah penginapan.Pak Regan bilang tempat ini sangat aman. Jadi, simpan saja pedang kalian. Jangan menakuti penduduknya."

Langit sudah gelap. Sekelompok orang berkuda yang membawa pedang pasti akan dianggap sebagai bandit.
Jadi,semua orang pun menyelipkan Pedang Treksha ke dalam kereta kuda.
Kemudian, mereka perlahan-lahan masuk ke Desa Tepon.Saat ini, ada dua jalur utama di dalam desa. Tempat ini adalah tempat bertemunya empat kabupaten dan jauh lebih mewah daripada Desa Pimola.Setiap selang beberapa rumah, ada sebuah toko dan restoran. Namun,sekarang sudah malam. Semua toko sudah tutup dan jalanan juga sepi.Kelompok Wira mengikuti peta hingga ke ujung jalan dan menemukan sebuah penginapan yang bernama Penginapan Zali. Ini adalah sebuah bangunan besar yang memiliki belasan kamar dan sederet kandang kuda. Di depan gerbang juga tergantung dua lentera.Setiap kali Regan melakukan perjalanan ke pusat pemerintahan kota, dia akan menginap di Penginapan Zali.
Dia juga mengatakan bahwa tempat ini sangat aman.Setelah kereta kuda berhenti, Wira turun dari kereta kuda dan disambut oleh pelayan penginapan,

"Tuan, apa kamu mau menginap? Penginapan kami sangat bersih. Kamar terbaik harganya 100 gabak, yang menengah harganya 50 gabak, sedangkan kamar umum 10 gabak per orang.Kalau tinggal di kamar terbaik, makanannya sudah gratis. Selain itu, kami juga akan memberi makan kepada kuda-kudamu."
"Kalau begitu, berikan kami tiga kamar terbaik!"

Wira meregangkan badannya sambil mengamati lingkungan di sekitar. Setelah itu, dia berkata,

"Untuk makanannya, kami mau pesan sendiri jenis makanannya."

"Oke!"

Pelayan itu berteriak,
"Ada Tamu! Cepat siapkan tiga kamar terbaik!"

Kelompok Wira masuk ke penginapan, sedangkan kuda-kuda mereka dibawa ke kandang.Setelah membawa kelompok Wira masuk ke penginapan, pelayan itu masuk ke sebuah kamar di belakang halaman dan bertanya,

"Bos, ada orang kaya yang datang. Apa kita perlu melakukan sesuatu?"








Bab 157




Setelah kuda diikat di dalam kandang dan kereta kuda diparkir di depan pintu penginapan, Wira pun masuk ke dalam kamar.Kamar terbaik ini sebenarnya adalah dua kamar terpisah yang berlantai batu bata. Kamar di bagian luar adalah ruang tamu yang dilengkapi dengan kursi dan meja, sedangkan kamar di bagian dalam dilengkapi dengan tempat tidur dan sebuah meja baca.Penataannya sangat sederhana. Selain itu, tempat tidurnya juga mengeluarkan bau yang aneh.

"Kamar terbaik di desa masih kalah bagus dari yang di kota kabupaten,tapi memang lebih luas."
Danu mengeluarkan kasur dari kereta kuda, lalu mengganti kasur yang disediakan penginapan dengan yang dibawanya.

Ini adalah pesan Wulan.
Wulan mengatakan bahwa kasur penginapan mungkin berkutu. Jadi, dia sudah menyiapkan kasur dari rumah agar Wira tidak terinfeksi kutu.

"Harga tanah di kota lebih mahal, sedangkan di desa lebih murah. Jadi, rumah yang dibangun di desa tentu saja juga lebih besar."

Wira bertanya,
"Sudah atur orang untuk jaga malam?"
Di kereta kuda, masih ada banyak barang lain selain Pedang Treksha, busur silang, dan uang. Jadi, harus ada yang jaga malam secara bergiliran. Danu mengangguk dan menjawab,
"Sudah. Aku dan Gandi akan jaga malam di paruh pertama, Doddy dan Ganjar di paruh kedua."

Wira meregangkan badannya yang terasa sakit, lalu berbaring di atas kasur wangi yang dibawa dari rumah.
Kemudian, dia berkata,

"Kalau makanannya sudah datang, suruh yang lainnya makan dengan kenyang,lalu langsung tidur. Setelah sampai di kota pusat pemerintahan, kita sudah nggak perlu begitu menderita lagi."

Danu menyeringai dan menjawab,
"Kak Wira, ini mana bisa dibilang menderita. Semua orang berkuda dan bukan jalan kaki, setiap kali makan juga ada daging. Keadaan seperti ini sudah jauh lebih baik daripada hidup kami dulu!"

Wira hanya tersenyum getir.
Bagi penduduk desa, perjalanan seperti ini memang tidak melelahkan. Namun,badan Wira sudah sangat sakit. Teknologi peredam kejut dalam pembuatan kereta kuda di era ini masih sangat buruk. Ditambah dengan jalan pegunungan yang tidak rata,bokong Wira tetap sakit meskipun sudah duduk di atas beberapa lapis bantal.
Tidak lama kemudian, Doddy membawa masuk meja dan kursi ke kamar Wira agar bisa makan malam bersama. Mereka memesan dua set makanan. Setiap set memiliki seekor ayam, seekor ikan, sekilo daging, sepiring sayur, dan serabi yang tak terbatas.
Namun, mereka tidak diperbolehkan minum arak.Saat ini, mereka semua sudah melakukan perjalanan seharian dan sangat lapar. Jadi, mereka sangat menantikan makan malam ini.

"Tuan-tuan sekalian, ini makanan pesanan kalian. Aku juga membawakan arak yang kami buat sendiri, gratis kok."

Tidak lama kemudian, pelayan yang menyambut mereka tadi datang bersama dengan dua pelayan lainnya. Kedua pelayan itu masing-masing membawa dua nampan sayur. Kemudian, mereka bertiga menyusun makanan-makanan itu di atas meja. Pelayan yang menyambut mereka tadi melambaikan tangannya untuk mengisyaratkan dua pelayan lainnya pergi.
Namun, dia sendiri masih tinggal di dalam kamar Wira.Begitu melihat hidangan di atas meja,Wira dan yang lainnya sudah tidak sabar untuk mulai makan.Wira melirik pelayan yang masih belum pergi itu dan bertanya,

"Apa kamu masih ada urusan lain?"

Pelayan itu menjawab sambil tersenyum,
"Tuan, kalian adalah tamu terhormat penginapan ini. Jadi, bos menyuruhku untuk melayani kalian dengan baik. Kalau ada apa-apa,silakan beri perintah kepadaku kapan pun itu!"

"Nggak usah. Kami nggak terbiasa makan di hadapan orang asing. Kamu keluar saja," ujar Wira dengan acuh tak acuh.

Kemudian, dia mengangkat sendok dan berkata,
"Ayo makan!"
Danur adalah orang pertama yang mulai makan. Dia mengambil serabi dan sayur lainnya, lalu memakan dengan lahap. Di sisi lain, Danu bangkit dan mendorong pelayan yang tidak terlalu bersedia untuk pergi itu keluar.
Di dalam kamar,hanya Danur sendiri yang makan. Orang lainnya memandang dari samping sambil menelan ludah, termasuk Wira. Ini adalah peraturan yang ditetapkan
Hasan sebelum mereka memulai perjalanan ini. Setelah makanan dihidangkan, seseorang harus mulai makan terlebih dahulu. Setelah 15 menit berlalu dan orang itu baik-baik saja, orang lainnya baru boleh mulai makan.Hal ini dilakukan untuk mencegah semua orang ikut keracunan. Saat ditanya siapa yang bersedia mencoba makanan terlebih dahulu, Danur langsung maju dan menerima tugas itu. Setelah mencoba semua makanan dan waktu 15 menit sudah hampir berlalu, Danur masih terlihat baik-baik saja.

Semua orang menatap ke arah Wira dan menunggu Wira bersuara.
Tiba-tiba, Danur merasa kepalanya sangat berat dan mulai menguap.
"Kak... Wira ... ke ... kepalaku pusing sekali. Aku merasa... sangat...ngantuk. Makanannya...."

Plop!

Sendok yang digenggam Danur jatuh ke lantai. Kemudian, Danur terkapar di atas meja dan kehilangan kesadaran.
Semua orang langsung terkesiap. Perasaan lapar mereka juga sudah hilang. Ada orang yang menaruh obat di makanan mereka! Ternyata, ini adalah penginapan yang dibuka khusus untuk mencelakai tamunya. Dulu,mereka merasa Hasan sudah bereaksi terlalu berlebihan. Sekarang, mereka baru tahu bahwa Hasan sangat bijaksana.

"Danur!"

Setelah memeriksa Danur masih bernapas, Wira baru lega.
Namun, ekspresinya langsung menjadi suram.

Tap, tap, tap....

Tiba-tiba, ekspresi Danu juga langsung berubah. Dia berkata,
"Kak Wira, ada suara langkah kaki sekelompok orang yang semakin mendekat!"
Semua orang langsung pergi ke kamar untuk mengambil Pedang Treksha masing-masing. Kemudian, mereka keluar lagi dengan memancarkan aura membunuh.

Wira berkata dengan serius,

"Sisihkan setengah makanannya, lalu sembunyikan di dalam lemari. Kita semua pura-pura pingsan saja dulu. Mari kita lihat apa mereka hanya mau mencuri barang kita atau sekaligus membunuh kita!"

Jika orang dari penginapan ini hanya ingin mencuri sedikit barang mereka, Wira hanya akan memberikan mereka hukuman ringan. Namun, ceritanya sudah berbeda apabila orang-orang dari penginapan ini juga ingin membunuh mereka.Setelah menyisihkan sebagian makanannya, semua orang pun pura-pura pingsan. Ada yang tengkurap di meja, ada yang tersungkur di lantai,dan ada juga yang berbaring di bangku.

"Tuan, aku membawakan sup untuk kalian. Tolong buka pintunya!"

teriak pelayan itu. Di tangannya, ada semangkuk sup panas. Setelah menunggu sejenak, dia mendorong buka pintu dengan badannya.

"Tuan, kenapa kalian malah ketiduran?"

Saat melihat semua orang di kamar sudah pingsan, pelayan itu.terlihat gembira. Namun, dia tidak langsung bertindak, melainkan menuangkan sup panas itu ke kaki Sony.
Sony menggertakkan giginya sambil menahan rasa sakit. Untungnya, kamar ini sangat gelap sehingga ekspresi kesakitannya tidak terlihat. Setelah lanjut menendang beberapa orang dan tidak ada yang bereaksi,

pelayan itu baru berkata,
"Bos,semuanya sudah pingsan. Kamu sudah boleh masuk!"






Bab 158


"Kerja bagus!"

Terdengar suara seseorang. Kemudian, seorang pria gemuk berjalan masuk diikuti oleh lima pria kekar. Pria gemuk ini bernama Nabil. Dia adalah pemilik Penginapan Zali, juga merupakan tiran lokal Desa Tepon.Pelayan itu bertanya,

"Bos, apa yang harus kita lakukan sekarang?"
Nabil mendengus,
"Ikat mereka semua, lalu bawa ke Pegunungan Dajore. Setelah itu, bunuh mereka semua di sana."

Pelayan itu terkesiap, lalu berkata,
"Bos, jumlah mereka ada 12 orang. Lagian, pemimpin mereka itu kelihatannya kayak putra dari keluarga kaya yang berkuasa."

"Orang kaya apanya!"

Nabil mencibir,
"Kereta kuda mereka terbuat dari kayu berkualitas rendah, belasan pemuda ini juga terlihat kampungan. Begitu dilihat, sudah ketahuan mereka itu orang desa. Dia itu palingan cuma putra seorang tuan tanah. Mana ada anggota keluarga kaya yang keluar tanpa membawa senjata? Lagian,memangnya kenapa kalau dia itu putra orang kaya? Kalau mereka dianggap tewas karena diserang bandit, apa hubungan hal itu dengan kita?"

"Kak Nabil memang cerdas!"
"Benar! Mereka itu dibunuh oleh Pitono dan Pitonu! Bukan kita!"
"Pitono dan Pitonu benar-benar gampang dimanfaatkan! Mereka akan disalahkan lagi atas kejahatan kita ini!"
Sekelompok pelayan mengambil tali, lalu hendak mengikat Wira dan yang lain.Wira yang sedang tidur telentang di
kursi langsung berdiri dan berkata,

"Berhubung kalian ingin merampok dan membunuh kami, nggak ada yang perlu dibicarakan lagi. Semuanya,bangunlah!"

"Ah!" Sony berteriak kesakitan sambil memeluk kakinya yang terbakar. Dia menatap pelayan yang menyambut mereka tadi dengan marah.
Danu, Doddy, Gandi, Ganjar, dan kelima orang dari tim penjual ikan juga berdiri. Mereka memegang Pedang Treksha dengan ekspresi marah, tetapi juga merasa terkejut.Mereka tidak mengerti kenapa orang-orang ini begitu jahat. Orang-orang ini bukan hanya ingin merampok, tetapi juga membunuh orang.
Begitu Wira dan yang lainnya berdiri,ketujuh orang dari penginapan itu langsung terkejut.

"Sialan! Nggak kusangka kalian ternyata cukup cerdas hingga bisa menipuku!"
Namun, Nabil tidak takut. Dia menghunuskan pedangnya dan mencibir,
"Alangkah bagusnya kalau kalian langsung mati dalam tidur.Tapi, kalian malah memilih untuk mati di tanganku."

Kelima pria kekar yang mengikuti Nabil juga mengeluarkan senjata mereka. Senjata mereka sangat beragam, ada parang, kapak, dan pisau dapur. Di sisi lain, pelayan yang menyambut kelompok Wira tadi mengeluarkan belati.Wira memicingkan matanya, lalu berkata,

"Mereka sudah mengeluarkan senjata mereka. Sekarang, giliran kita!"


Syut! Syut! Syut!

Satu demi satu Pedang Treksha dikeluarkan dari sarungnya. Bilah pedang yang mengkilap memancarkan cahaya yang dingin di bawah remang-remang minyak lampu. Orang-orang yang memegang Pedang Treksha menggertakkan gigi dan memancarkan aura membunuh yang kuat.
Saat ini, Wira yang biasanya terlihat tidak berbahaya juga menjadi sangat menakutkan.Ketujuh orang itu langsung terkejut.Pedang Treksha sangat panjang dan tajam. Selain itu, kelompok Wira juga memancarkan aura membunuh yang kuat, sangat jelas bahwa mereka sudah pernah membunuh orang.
"Apa-apaan ini! Jelas-jelas mereka punya pedang bagus, tapi malah menyembunyikannya! Kalau dari awal kalian membawa pedang dan terlihat menakutkan, mana mungkin kami berani mencelakai kalian!' pikir ketujuh orang itu.
"Kawan-kawan sekalian, ayo serang!" teriak Nabil.
Namun, dia malah berbalik dan hendak kabur. Hanya saja, begitu berbalik, dia langsung tercengang. Ternyata keenam pelayan di belakangnya sudah melarikan diri terlebih dahulu.

"Dasar bajingan nggak setia kawan! Siapa yang sudah menghidupi kalian selama ini!" maki Nabil sambil berlari dengan tergesa-gesa.

"Tangkap mereka!" Wira tidak menyangka sekelompok orang itu akan langsung kabur begitu saja tanpa melawan.Doddy, Gandi, dan Ganjar pun menyerbu keluar. Tidak lama kemudian, keenam pelayan sudah tertangkap dan dibawa kembali ke kamar Wira.Doddy berkata sambil mengerutkan kening,

"Kak Wira, bajingan satu lagi sudah kabur. Dia melempar bubuk kapur ke arahku dan hampir membutakanku. Saat ini, langit sudah gelap Aku takut masuk perangkapnya.Jadi, aku nggak lanjut mengejarnya!"

"Keputusanmu benar!" Wira menepuk-nepuk bahu Doddy, lalu bertanya kepada pelayan yang menyambut mereka tadi,

"Racun apa yang kalian taruh ke dalam makanan kami?"
"Obat bius opium!" Pelayan itu melirik ke arah Danur yang masih pingsan, lalu mulai melakukan tawar-menawar dengan Wira,

"Tuan, aku punya obat penawarnya. Kalau kalian melepaskan kami, aku akan memberikannya kepadamu."

Wira mencibir,
"Simpan saja obat penawar itu untuk diri kalian sendiri. Berikan aku akar manis!"

Obat bius opium dapat dibilang cukup ajaib, tetapi sebenarnya hanya terbuat. dari dua bahan, yaitu bunga popi dan ephedra, atau aconitum dan dudaim. Namun, obat penawarnya sangat sederhana, yaitu akar manis. Ada banyak orang di dunia persilatan yang selalu membawa akar manis saat bepergian. Ini juga merupakan pesan Hasan.
Danu mengeluarkan akar manis, lalu memasukkannya ke mulut Danur.
Tidak lama kemudian, Danur pun tersadar.

"Sialan!Beraninya kalian meracuni kami! Aku akan menghabisi kalian!"

Danur yang keracunan sangat murka. Dia menghunuskan pedangnya dan hendak langsung menghabisi pelayan itu.

Bruk!

Pelayan itu langsung berlutut dan berkata,
"Tuan, aku punya ibu yang sudah berumur 80 tahun dan anak yang masih berumur 3 tahun. Aku harap kamu bisa bermurah hati dan mengampuniku!"

Wira menyindir,
"Kamu masih belum berumur 20 tahun, sedangkan ibumu sudah berumur 80 tahun.Sehat sekali ibumu itu hingga bisa melahirkanmu di usia enam puluhan tahun."

Begitu kebohongannya terbongkar, ekspresi pelayan itu langsung berubah. Kemudian, dia berkata lagi,

"Tuan,kamu pasti akan menyesal kalau membunuh kami. Dengarlah nasihatku, segera pergi dan anggap saja semua ini nggak pernah terjadi.Kalau nggak, nanti kalian pasti nggak bisa kabur lagi!"

"Kamu berani mengancam kami lagi?"

Wira tersenyum sinis, lalu melambaikan tangannya dan berkata,

"Danur, kamu masih kecil dan tenagamu juga kurang kuat. Kamu nggak bakal bisa memenggal kepala seseorang dalam sekali tebas. Biarkan saja Danu yang melakukannya!"

Danur menyimpan kembali pedangnya dengan ekspresi sedih. Kemudian,Danu yang berekspresi dingin mendekatkan pedangnya ke leher pelayan itu. Leher pelayan itu pun langsung tergores dan berdarah.

"Ah!"

Pelayan itu langsung tersungkur di lantai dan berteriak dengan ketakutan,
"Jangan bunuh aku! Aku akan memberi tahu kalian semuanya. Kakaknya Kak Nabil adalah seorang inspektur. Dia pasti sudah mencari kakaknya untuk menghadapi kalian.Kalau nggak pergi sekarang, kalian benar-benar nggak akan bisa kabur lagi!"






Bab 159



Wira mencibir,

"Kalau begitu, kami akan tunggu kedatangannya!"
Keenam pelayan itu langsung bertanya dengan terkejut,

"Kalian nggak takut sama inspektur?"
"Kenapa kami harus takut sama inspektur?"

Doddy yang sudah tidak bisa menahan kekesalannya langsung menendang pelayan itu. Orang lainnya hanya melihat situasi ini dengan tatapan dingin. Setelah membasmi Desa Tiga Harimau dan membunuh bandit di Pegunungan Dajore, mereka tentu saja tidak akan takut pada seorang inspektur.
Mereka hanya takut pada status inspektur yang merupakan seorang pejabat.Namun, mereka juga tidak khawatir apabila Wira memilih untuk tinggal.Sampai saat ini, Dusun Darmadi masih belum kalah dalam melawan gugatan di pengadilan daerah. Keenam pelayan itu pun tercengang. Apa sebenarnya latar belakang sekelompok orang ini? Kenapa mereka bahkan tidak takut terhadap seorang inspektur?

Wira menunjuk ke arah pelayan yang menyambut mereka tadi, lalu berkata,

"Bawa keluar orang lainnya selain dia!"

Setelah kelima pelayan lainnya dibawa keluar,pelayan yang tersisa itu langsung gemetar ketakutan. Wira berkata dengan ekspresi suram,

"Sudah berapa lama penginapan ini dibuka? Berapa banyak orang yang sudah kalian celakai? Kamu boleh membohongiku, tapi aku akan menginterogasi orang lainnya lagi. Kalau kamu ketahuan berbohong, aku akan langsung memenggal kepalamu!"

Danu menodong leher pelayan itu dengan Pedang Treksha lagi sehingga lehernya tergores dan berdarah.

"Oke, aku akan menjawabnya."

Kaki pelayan itu sudah gemetar hebat, lalu bau pesing yang menyengat menyerbak ke sekeliling.

Pelayan itu menjawab,
"Penginapan ini sudah berdiri selama 10 tahun.Awalnya, tempat ini adalah milik sepasang suami istri dari desa ini. Tiga tahun yang lalu, Nadim menjebak sepasang suami istri itu dan menyita tempat ini,lalu menyerahkannya kepada Kak Nabil. Biasanya, para pria akan dibunuh, sedangkan para wanita dijual ke rumah bordil. Dalam setahun,kurang lebih ada 10 korban."

Kretek!

Semua orang di dalam kamar ini menggertakkan gigi dan mengepalkan tangan dengan kuat.Mereka sangat ingin langsung membunuh sekelompok orang keji ini.Wira memberi perintah dengan ekspresi kelam,

"Seret dia keluar dan bawa masuk satu orang!"Wira menanyakan pertanyaan yang sama, lalu pelayan itu juga memberikan jawaban yang kurang lebih sama dengan pelayan sebelumnya. Semua orang sudah murka.

"Kak Wira, mereka nggak boleh dibiarkan begitu saja. Kalau nggak, mereka pasti akan mencelakai orang lain lagi!"
Doddy berkata dengan marah,

"Aku pasti akan menemukan Nabil dan menghabisinya!"
Danu yang biasanya bersikap sangat
tenang juga bersuara,

"Kak Wira,tangkap saja mereka, lalu serahkan mereka pada pengadilan daerah Kabupaten Laria. Orang-orang seperti mereka nggak boleh dibiarkan begitu saja."

Gandi dan Ganjar juga mengangguk. Dulu, mereka adalah pencuri. Namun, mereka hanya mencuri sedikit barang untuk menafkahi keluarga mereka.
Di sisi lain, sekelompok orang ini bukan hanya mengincar harta orang lain, tetapi juga membunuh orang dan menyiksa wanita. Perbuatan mereka benar-benar tidak bisa dimaafkan.

"Kak Wira, meskipun harus terlambat sampai ke kota pusat pemerintahan, kita juga nggak boleh melepaskan sekelompok sampah masyarakat ini!"

Danur, Sony, dan pemuda-pemuda lainnya juga bersuara. Sekelompok orang dari penginapan ini bahkan lebih jahat daripada pejabat-pejabat kecil seperti kepala desa yang suka menindas penduduknya.

"Mereka sudah melakukan banyak hal tercela dan pantas mati!"

Ekspresi Wira menjadi suram. Dengan bantuan pasukannya saat ini, dia memang bisa membunuh Nabil dan Nadim dengan mudah. Namun,menyelesaikan masalah setelah membunuh mereka tidaklah mudah.Sebab, kedua orang ini bukan bandit.Nadim bahkan merupakan seorang inspektur.
Pemerintah daerah pasti akan mempertanyakan masalah ini.
Melihat tatapan penuh harap semua orang, Wira merenung sejenak sebelum berkata,

"Bawa masuk pelayan tadi."
"Tuan, semua yang kukatakan itu benar. Aku mohon jangan bunuh aku!"
Begitu masuk, pelayan itu langsung bersujud.Wira bertanya dengan acuh tak acuh,

"Apa desa kalian ada sarjana provinsi atau sarjana kabupaten?"
"Ada!" Pelayan itu menjawab dengan ketakutan,
"Pak Larry sudah menjadi sarjana provinsi dari 10 tahun yang lalu. Dia adalah tuan tanah terbesar di desa kami. Dia tinggal di rumah besar yang terletak di bagian selatan desa ini."

Wira bertanya,
"Apa dia ada di rumah?"
"Ada! Ada!"

Pelayan itu buru-buru mengangguk. Dia sangat bingung kenapa Wira ingin mencari Larry.

Dua jam kemudian, Nabil membawa sekelompok orang kembali ke penginapan. Orang yang memimpin di paling depan mengenakan seragam inspektur. Parasnya lumayan mirip dengan Nabil, tetapi umurnya sedikit lebih tua. Orang itu tidak lain adalah Nadim, inspektur desa ini.

Di belakang Nadim, ada 20 prajurit desa yang setengahnya bersenjatakan tombak dan setengahnya lagi bersenjatakan busur.Setelah tiba di depan penginapan,Nadim melambaikan tangannya untuk mengisyaratkan para prajurit menyerbu masuk ke penginapan.Pada saat ini, penginapan sangat sunyi dan gelap. Tidak ada satu pun sosok yang terlihat.

"Jangan-jangan sekelompok orang desa itu sudah kabur karena tahu Kakak mau datang?"

Nabil melanjutkan sambil mengerutkan kening,

"Entah berapa banyak uang yang mereka bawa. Tapi, kalau belasan kuda dan belasan pedang itu dijual,nilainya juga mencapai ratusan ribu gabak! Tapi, ini sudah malam. Mereka nggak mungkin bisa lari jauh!"







Bab 160


Nadim berkata dengan ekspresi serakah,

"Kalau mereka memang sudah kabur dari penginapan, kita kejar saja. Setelah mereka tertangkap,kita harus habisi mereka semua agar rahasia kita nggak terbongkar!"

Awalnya, Nadim sebenarnya sangat menentang Nabil yang ingin membuka penginapan dengan tujuan jahat seperti ini. Namun, dia akhirnya mendukung Nabil setelah melakukannya beberapa. kali dan berhasil mendapatkan uang yang banyak.Dia bahkan langsung menangkap beberapa pedagang yang sulit dihadapi dengan mengandalkan statusnya di pengadilan daerah.

Setelah itu, dia baru menyerahkan mereka untuk diurus Nabil.Selama tiga tahun ini, kedua bersaudara ini bekerja sama dengan baik sehingga kekayaan mereka sudah bertambah banyak. Namun, Nadim tahu jelas bahwa ini adalah hal yang sangat berisiko. Setiap kali beraksi,mereka akan menyelesaikannya dengan sangat hati-hati.Tepat pada saat mereka berbicara,lampu di kamar terbaik tiba-tiba menyala dan pintunya juga terbuka.Kemudian, terdengar suara

Wira yang dingin,

"Nabil, berani sekali kamu kembali!"

"Bukannya kamu lebih bernyali lagi?Tak kusangka kamu masih belum kabur!"

Nabil menunjuk ke belakangnya dan melanjutkan,
"Dia adalah kakakku. Bawahannya sangat banyak, juga bersenjatakan tombak dan busur. Kalian nggak mungkin bisa melawan! Kalau masih ingin hidup,cepat serahkan harta...."

"Diam!"

Nadim menyela ucapan Nabil, lalu berkata dengan penuh keadilan,

"Ada orang yang melapor kalau kalian bersenjatakan pedang dan terlihat berbahaya. Aku curiga kalian adalah bandit dari Pegunungan Dajore. Segera serahkan pedang kalian, lalu ikut aku pergi ke pengadilan daerah!"

Nabil langsung mengacungkan jempolnya ke arah kakaknya. Dengan mengatakan bahwa kelompok Wira adalah bandit dari Pegunungan Dajore dan menghabisi mereka, Nabil dan Nadim akan mendapatkan hadiah setelah membawa mayat mereka ke pengadilan daerah.Pantas saja Nadim bisa menjadi pejabat. Cara yang digunakannya untuk mendapatkan uang jauh lebih hebat daripada Nabil yang membuka penginapan ini.

Tatapan Wira langsung menjadi dingin, dia berkata,
"Para pelayan sudah bilang kamu itu inspektur desa ini. Kamu bukan hanya membela orang yang membuka penginapan ini, tapi juga membantu mereka melakukan perampokan dan pembunuhan.Awalnya aku masih kurang yakin,sekarang aku sudah percaya!"

"Nggak ada gunanya kamu percaya atau nggak!"

Nadim mencibir,
"Aku curiga kamu itu Pitono atau Pitonu yang turun dari gunung. Sekarang, aku mau membawamu ke pengadilan daerah.Kalau kamu berani menolak, itu artinya kamu takut."

"Kamu kira bisa kabur dengan mengandalkan jumlah orang yang banyak? Nanti, aku akan melapor ke pengadilan daerah agar mereka mengeluarkan surat penangkapan. Lalu, kamu akan diburu di seluruh Kerajaan Nuala! Kalau sekarang kamu berani melawan, aku akan langsung membunuhmu. Pengawal, tangkap dia!"  perintah Nadim.

Sepuluh prajurit sudah bersiap untuk memanah, sedangkan sepuluh prajurit bertombak berjalan di belakang mereka. Para prajurit desa ini perlahan-lahan mendekati kamar Wira.

Nabil merasa sangat bersemangat. Begitu kakaknya bertindak, Wira sudah tidak memiliki peluang untuk melarikan diri. Saat ini, Wira hanya bisa menyerah. Jika tidak, itu artinya dia melawan perintah pihak pemerintah.

'Punya status sebagai pejabat benar-benar berguna! Mau menghabisi penduduk dari luar kabupaten benar-benar gampang!' pikir Nabil.

Wira berpaling ke dalam kamar, lalu berkata,
"Sudah dengar? Dia bukan hanya mau membunuhku, juga menuduhku sebagai bandit."

"Aku sudah dengar.Tak kusangka ternyata ada orang sejahat ini di Desa Tepon!"

Terdengar suara seseorang dari dalam kamar.Ekspresi Nadim langsung berubah. Dia bertanya,
"Si... siapa yang ada di dalam?"

Nabil menjawab dengan bingung,
"Ke... kenapa suara itu sepertinya nggak asing?"
"Nadim, Nabil, bernyali sekali kalian! Ternyata selama ini kalian sudah merampok dan membunuh orang? Sekarang, kalian bahkan berani menargeti Tuan Wira! Kalian semua cepat singkirkan senjata kalian! Kalau kalian berani melukai Tuan Wira, pemimpin kabupaten akan memenggal semua keluarga kalian!"

perintah seorang pria paruh baya sambil berjalan keluar dari kamar. Dia menatap sekelompok orang itu dengan sangat marah.

"Pak Larry!" Seluruh prajurit desa itu langsung terkejut dan buru-buru membuang senjata mereka ke lantai. Larry adalah satu-satunya sarjana provinsi di Desa Tepon. Dia juga merupakan tuan tanah terbesar dan sosok yang memiliki pengaruh yang setara dengan pemimpin kabupaten.

Bahkan orang berstatus setinggi dia juga bersikap begitu hormat terhadap Wira. Siapa Wira sebenarnya?Saat mendengar panggilan Larry terhadap Wira, Nadim langsung berkeringat dingin. Dia berkata,
"Pak Larry, mari kita bicara dulu!"

Larry berjalan keluar dari kamar, lalu berkata dengan dingin,

"Apa kalian masih punya kata-kata terakhir?Cepat katakan, lalu menyerahlah Jangan melawan lagi. Kalau nggak,kalian hanya akan melibatkan keluarga kalian!"

Setelah makan malam, Larry baru saja hendak tidur bersama gundiknya. Namun, dia tiba-tiba menerima undangan dari juri Kompetisi Puisi Naga. Jadi, dia buru-buru datang ke penginapan ini. Saat bertemu dengan Wira, dia sangat terkejut karena tidak menyangka Wira masih begitu muda.

Begitu Larry bertanya kenapa Wira mencarinya,Wira tidak mengatakan apa pun dan menyuruhnya untuk menyaksikan sendiri. Alhasil, apa yang disaksikannya adalah situasi seperti ini. Sebelumnya, Larry sudah pernah mendengar mengenai kelakuan Nabil dan Nadim. Namun, mereka sama sekali tidak berhubungan. Jadi, Larry pun tidak memedulikan mereka.
Nabil menyeka keringat dingin di wajahnya, lalu berkata,

"Pak Larry,jangan menakut-nakuti kami. Siapa dia sebenarnya? Kalau memang diperlukan, kami akan minta maaf!"

"Minta maaf?"

Larry tersenyum dingin dan menjawab, "Kamu kira dia itu cuma orang kaya biasa? Kalian kira begitu aksi kalian gagal, masalahnya bisa diselesaikan hanya dengan meminta maaf? Ada sebagian orang yang nggak mampu kalian singgung.
Kalau sudah menyinggung orang-orang sepertinya, kalian harus membayarnya dengan nyawa!"

Nadim berkata sambil menggertakkan gigi,

"Pak Larry, siapa dia sebenarnya? Kalaupun harus mati, aku juga harus tahu jelas dulu!"

Larry menggeleng dan menjawab,
"Aku nggak tahu dia itu siapa."

Nabil langsung memelototi Larry dan bertanya dengan marah,
"Kalau begitu, kenapa kami harus mati? Apa kamu lagi mempermainkan kami?"








 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

71-80 #perjalanandimensiwaktusanggenius

41-60 Perjalanan dimensi waktu sang genius