171-180 #perjalanandimensiwaktusanggenius
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Bab 181
Wira membuka botol air, lalu berkata,
"Nih, cuci tangan!"
"Ah, makasih, Tuan!"
Dian mengulurkan tangannya dengan malu,tetapi juga gembira. Dia merasa Wira sangat mengerti tentang wanita. Para wanita biasanya sangat memperhatikan kebersihan.
Jadi, Dian memang sudah ingin mencuci tangan,tetapi takut ditegur karena menyia-nyiakan air.
Kemudian, mereka berdua pun kembali ke kereta kuda. Setelah melihat mereka kembali, Danu baru merasa lega.
Di sisi lain, Meri malah berkata dengan kesal,
"Dasar bajingan!Beraninya kamu merebut kakak iparku! Nanti, aku pasti akan memperhitungkannya denganmu!"
Kretek!
Wira yang berada di dalam kereta kuda sudah kesal dan sangat ingin keluar untuk menghukum wanita bandit itu.
Namun, Dian hanya berkata dengan malu,
"Tuan, jangan dengar omong kosongnya! Ayo istirahat!"
Setelah itu, kedua orang itu pun tidur.
Di malam hari, cuaca di gunung sangat dingin. Kedua orang yang sudah tertidur itu merasa kedinginan dan tanpa sadar mendekat dengan satu sama lain. Keesokan paginya, kedua orang itu sudah saling berpelukan untuk mencari kehangatan.
"Aaah!"
Wira terbangun, lalu melihat wanita di dalam pelukannya dengan hati berdebar. Dia dengan hati-hati melepaskan tangannya dan menggeser tubuhnya, lalu turun dari kereta kuda.Setelah itu, dia baru merasa lega.Di dalam kereta kuda, Dian juga mengembuskan napas panjang.Kedua tangannya menutupi wajahnya yang terasa panas.
Setelah memasak dan sarapan, semua orang pun melanjutkan perjalanan. Dua jam kemudian, mereka tiba di kota pusat penjualan yang berjarak 50 kilometer dari Yispohan. Ini adalah tempat di mana mereka berjanji akan melepaskan Meri. Wira tidak menunda ataupun mengingkari janjinya. Dia langsung menyuruh Doddy melepaskan Meri.
Setelah bebas kembali, Meri meregangkan kaki dan tangannya. Kemudian, dia memelototi Wira dengan marah. Dalam satu hari satu malam ini, Meri merasa sangat terhina dan sangat ingin langsung membunuh Wira.
Wira berbalik dan berkata dengan acuh tak acuh,
"Ketua Merika, terima kasih sudah mengantarku sampai di sini.Kamu sudah boleh kembali!"
Dian menahan tawa dan merasa Wira sangat usil.
"Woi! Kenapa kamu begitu nggak tahu malu! Siapa yang mengantarmu?"
Meri memaki,
"Tunggu saja! Kalau kamu lewat Yispohan lagi, aku pasti akan menangkapmu, lalu menelanjangimu dan menggantungmu di jalan supaya semua orang yang lewat melihat tampangmu yang memalukan!"
Ekspresi Wira langsung menjadi muram.
Dia memberi perintah,
"Doddy, tangkap dia kembali, lalu telanjangi dia dan tinggalkan dia di pinggir jalan!"
Doddy langsung turun dari kuda dan hendak mendekati Meri.
"Aaah! Aku cuma bercanda! Kamu sudah bilang akan melepaskanku. Nggak boleh ingkar janji!"
Ekspresi Meri langsung berubah. Dia buru-buru naik ke kudanya dan bergegas pergi ke arah bandit yang berada tidak jauh dari sana.
"Doddy, kembali!"
Wira berteriak,
"Aku cuma bercanda denganmu. Nggak kuSangka kamu langsung ketakutan.Begitu pengecut masih berani jadi bandit! Sebaiknya kamu cepat menikah!"
Kelompok Wira langsung tertawa terbahak-bahak dan melanjutkan perjalanan mereka.
"Aaaah! Dasar pria busuk, tak tahu malu, dan menyebalkan! Cepat atau lambat, aku pasti akan membayar semua penghinaan yang kuterima hari ini dengan berkali-kali lipat!" teriak Meri dengan histeris.
Kemudian,dia memberi perintah kepada sekelompok bandit itu,
"Ayo pulang! Beli baju zirah besi dan siapkan alat pelempar batu!Waktu dia kembali nanti, aku harus menghabisinya! Pokoknya, aku nggak akan melepaskannya!"
Seorang bandit berkata dengan sedih,
"Ketua Merika, nggak bisa begitu!"
Meri memelototinya dan bertanya dengan tidak senang,
"Kenapa nggak bisa?"
Bandit itu menjawab dengan berlinang air mata,
"Semua uang kita sudah dipakai untuk menebusmu. Semua orang bahkan sudah mengeluarkan uang simpanannya.Ketua Suliman bilang kita bahkan akan kesulitan melewati akhir tahun. Kita mana punya uang untuk beli baju zirah besi yang mahal, apalagi alat pelempar batu!"
Bab 182
Meri tertegun sejenak, lalu berkata dengan marah,
"Kalau begitu, tebang pohon dan buat perisai kayu besar. Nggak peduli dengan cara apa pun itu, aku harus menghabisi Wira!"
"Kak Wira!"
Sony yang berada di luar kereta kuda bertanya,
"Kalau kita lepasin bandit wanita itu sekarang, gimana saat kita kembali nanti? Dia nggak mungkin melepaskan kita!" Orang lainnya juga agak khawatir.
Sejujurnya, kali ini mereka memang sudah mengalahkan bandit dari Yispohan dan mendapatkan banyak keuntungan.
Namun, mereka semua tahu seberapa berbahayanya kondisi mereka. Lagi pula, metode yang sudah mereka gunakan sebelumnya tidak mungkin bisa digunakan lagi. Apa yang harus mereka lakukan dalam perjalanan kembali?
Wira menjawab,
"Kalian harus ingat,menepati janji bisa menambah kredibilitas seseorang. Kalau mau mempertahankan kredibilitas yang bagus, kalian harus menepati janji meskipun itu adalah janji dengan musuh. Apabila kamu bisa menepati janji dengan musuh, nggak akan ada orang yang meragukan kredibilitasmu.Dalam berbisnis, yang terpenting adalah memiliki kredibilitas. Itu adalah modal kita untuk bertahan dan berkembang."
Sekelompok orang itu mengangguk, entah mengerti atau tidak.Dian terlihat agak terkejut. Dia tidak menyangka Wira begitu mengerti tentang bisnis.
Wira melanjutkan,
"Mengenai perjalanan kembali nanti, kita bisa mencari cara lain. Kalau nggak bisa, ya ambil jalan lain saja."
Sekelompok orang itu pun mengangguk.
Dian berkata dengan khawatir,
"Tuan,kedatanganmu ke Kota Pusat Pemerintahan Jagabu kali ini untuk mendapatkan garam dan membawanya kembali ke Kabupaten Uswal, 'kan?"
Ini adalah jalur terdekat dari Kabupaten Uswal sampai Kota Pusat Pemerintahan Jagabu. Jika mereka melewati jalan lain, jaraknya akan bertambah 150 kilometer. Jika begitu, harga modal garam akan meningkat sekitar 10-20 gabak dan Wira pasti akan mengalami kerugian. Namun, hubungan di antara Wira dengan kelompok bandit di Yispohan sudah begitu buruk. Mereka tidak mungkin bisa memperbaikinya lagi.
Wira menjawab sambil tersenyum masam,
"Itu juga salah satu alasannya."
Alasan utama Wira pergi ke Kota Pusat Pemerintahan Jagabu adalah untuk menjual Pedang Treksha. Dengan uang sisa yang terkumpul, dia akan membeli garam untuk tahun depan.
Setelah merampok Yispohan, uang untuk membeli garam sudah cukup.Apa yang harus diselesaikannya sekarang adalah masalah jalur pengangkutan garam.
Wira tidak pernah memikirkan tentang Kompetisi Puisi Naga.Mendapatkan garam adalah hal yang sangat serius dan memengaruhi pasokan garam yang akan didapatkan seluruh penduduk Kabupaten Uswal tahun depan.
Dian berkata dengan serius,
"Gudang garam dan Tambang Garam Fica di Kota Pusat Pemerintahan Jagabu yang memasok garam ke tiga kota pusat pemerintahan dikendalikan oleh Keluarga Yumandi, sebuah keluarga bangsawan di Kota Pusat Pemerintahan Jagabu. Johan Silali dan Sanur Yumandi punya hubungan yang dekat. Orang yang mengendalikan industri garam adalah Sanur. Kalau mau beli garam, kamu harus meyakinkannya dulu!"
"Terima kasih atas informasinya,Nona Dian!"
Wira mengubah topik pembicaraan dengan bertanya,
"Apa rencana Nona Dian selanjutnya?"
Informasi yang diberikan Dian terdengar sangat sederhana, tetapi sebenarnya sangat penting dan sudah memberikan Wira arahan tentang bagaimana dia harus mendapatkan garam.
"Awalnya, aku mau pergi ke berbagai kabupaten untuk menjual sabun. Tapi, sabunku sudah dirampok bandit Yispohan. Jadi, nggak ada lagi yang bisa aku lakukan."
Dian berkata sambil tersenyum masam,
"Kalau boleh, aku ingin mengikuti Tuan dan menunggu kalian menyelesaikan pekerjaan kalian, lalu kembali ke Kabupaten Uswal bersama."
Perjalanan kembali ke Kabupaten Uswal sangat berbahaya. Sekarang,pengawal Dian yang tersisa hanyalah Tommy dan lukanya juga masih belum pulih. Hal yang terpenting adalah,Dian ingin membantu Wira mendapatkan garam agar bisa membalas jasanya.
Wira tersenyum dan menjawab,
"Tentu saja boleh."
Seiring dengan waktu yang berlalu, hanya ada 25 kilometer yang tersisa hingga mereka mencapai Kota Pusat Pemerintahan Jagabu. Wira sudah tambah paham mengenai situasi Kerajaan Nuala yang sebenarnya.
Di ibu kota kerajaan, setumpuk petisi baru dikirim ke kerajaan. Petisi-petisi itu dibaca dulu sekali oleh para sekretaris sebelum diklasifikasi.Dengan begitu, mereka bisa meringankan tugas kedua penasihat dan enam menteri.
Darsuki Lamantu, seorang sekretaris yang merupakan pejabat tingkat kelima mengambil sebuah petisi, lalu membacanya.
Kemudian, dia pun membelalak dan seluruh tubuhnya mulai gemetar. Selesai membaca petisi itu, dia jatuh terduduk di kursi dengan terkejut. Petisi itu pun jatuh ke lantai.
"Darsuki, apa isi petisi itu hingga kamu begitu ketakutan?" tanya seorang sekretaris. Setelah melirik isi petisi itu, dia juga langsung terkejut dan ketakutan.
Keenam belas sekretaris membaca isi petisi, lalu saling memandang.
Namun, tidak ada yang berkomentar. Pada akhirnya, seorang sekretaris bernama Hengki Jemadi menyeka keringat dinginnya dan berkata,
"Iqbal bernyali sekali! Beraninya dia mengucapkan kata-kata seperti ini.Dia jelas-jelas sedang melawan para pejabat dan keluarga bangsawan! Mari kita beri tahu kedua penasihat dan keenam menteri agar mereka bisa menangani masalah ini secepat mungkin."
Bab 183
Saat menulis petisi ini, Iqbal sudah menghapus banyak bagian, seperti batas waktu tiga ratus tahun sebuah kerajaan bisa bertahan. Awalnya, dia sudah hendak mengambil risiko untuk menulisnya. Namun, dia takut melibatkan Wira. Jadi, dia menghapus semuanya.
Namun, isi petisi itu tetap sangat mencengangkan.
[ Penderitaan di seluruh negeri terjadi karena pencaplokan lahan dan penetapan kelas sosial. Para pejabat dan keluarga bangsawan memiliki tanah yang luas, sedangkan pajak yang mereka bayar sangat sedikit. Di sisi lain, rakyat hanya memiliki beberapa hektar tanah atau bahkan hanya menyewa tanah.Namun, mereka harus membayar pajak yang tinggi.Hal ini sudah mengakibatkan mereka hidup kekurangan dan tidak bisa berobat pada saat sakit. ]
[Jika hal ini dibiarkan terus-menerus, negara akan mengalami bahaya. Pemungutan pajak pada dasarnya hanya dilakukan untuk mengisi kas negara. Intinya berada pada uang siapa yang diambil.Rakyat miskin seharusnya diberi keringanan pajak atau dibebaskan dari pajak.... ]
Setelah keenam menteri datang,mereka pun membaca isi petisi itu dan diam-diam memaki Iqbal dalam hati. Tidak lama kemudian, kedua penasihat juga tiba.
Kemal membaca isi petisi itu dan langsung terkejut. Dia tahu Iqbal sangat bertalenta, jujur, adil, dan tidak korupsi. Dia memiliki prestasi dalam memerintah rakyat, tetapi tidak memiliki pemahaman yang luas mengenai kebijakan negara.
Saat meninggalkan ibu kota waktu itu,
mereka berdua pernah berdiskusi secara mendalam. Kemal tidak pernah berpikir untuk mengalokasikan tanah kepada rakyat. Namun, hanya dalam waktu singkat selama beberapa bulan, Iqbal mampu memikirkan kebijakan sebesar ini lagi. Kemal yakin pasti ada orang yang membantu Iqbal.Benar juga, dari surat pribadi yang dikirim Iqbal, dia pernah menyebutkan seorang pelajar bernama Wira Darmadi yang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah negara dan bakat yang sangat luar biasa. Dia juga mengajukan kepada Raja Bakir untuk memberikan Wira posisi penting di istana.Kebijakan merobohkan tembok pasar waktu itu juga merupakan usul Wira.
Namun, petisi ini tidak menyebutkan apa-apa tentang Wira.
Setelah dipikir-pikir, hal itu sangat wajar. Ini adalah petisi yang akan disampaikan dalam rapat istana, juga bisa menyinggung para pejabat dan keluarga bangsawan.
Dengan sifat Iqbal, dia tidak mungkin menyebut tentang Wira dan membahayakannya.Ardi mengambil petisi itu, lalu membacanya dalam diam dan tanpa ekspresi. Bahkan saat kerajaan diinvasi, mereka juga tidak bersikap seserius ini. Saat ini, semua orang pun terdiam. Bukan karena isi petisi ini tidak bagus, melainkan sangat tepat sasaran dan sudah mengungkapkan akar permasalahan Kerajaan Nuala.
Namun, ini adalah permasalahan yang sangat sensitif.Dari perspektif kerajaan, orang yang berani mendukung petisi ini akan bermusuhan dengan seluruh pejabat dan keluarga bangsawan di seluruh negeri.
Dari perspektif individu, mereka semua adalah anggota keluarga bangsawan yang memiliki sangat banyak tanah. Jika mereka mendukung petisi ini,pajak yang harus dibayar mereka setiap tahun akan menjadi sangat tinggi.
Namun, tidak ada satu pun orang yang berani menunjukkan bahwa mereka tidak mendukungnya.
Selain tidak menguntungkan para pejabat dan keluarga bangsawan, kebijakan ini akan menguntungkan kerajaan dan rakyatnya. Asalkan kebijakan ini bisa dijalankan, Kerajaan Nuala pasti bisa kembali makmur.
"Ini adalah kebijakan yang sangat besar, bukan sesuatu yang bisa kita bicarakan dengan sembarangan. Mari kita bawa ini ke ruang baca Raja!" ujar Ardi.Kemal juga mengangguk dan memiliki pemikiran yang sama. Enam menteri pun mengikuti mereka pergi ke ruang baca Raja.
Situasi ini membuat para pengawal, kasim, dan pelayan istana keheranan. Dalam lima tahun setelah Raja Bakir mengambil ahli takhta, ini adalah pertama kalinya kedelapan orang ini meminta untuk bertemu Raja secara bersamaan. Sebenarnya, ada masalah besar apa? Di Paviliun Harmoni, Raja Bakir sedang menonton pertunjukkan opera.Dari waktu ke waktu, dia akan melirik wajah Selir Susan yang sangat cantik itu. Matanya terlihat lelah, tetapi juga dipenuhi semangat. Susan adalah wanita tercantik di Provinsi Sebra. Dia memiliki wajah yang cantik, kulit yang mulus, dan tubuh yang indah. Bahkan Raja Bakir yang sudah terbiasa melihat wanita cantik juga masih sangat terpesona pada kecantikan Susan. Seorang kasim masuk tanpa bersuara,lalu membisikkan sesuatu kepada kepala kasim. Kepala kasim langsung terkejut dan melirik ke arah Raja Bakir. Setelah pertunjukan opera selesai, dia baru maju dan berkata,
"Yang mulia, kedua penasihat dan enam menteri sudah menunggu Yang Mulia di ruang baca."
Raja Bakir bertanya dengan heran,
"Ada masalah apa?"
Kepala kasim menjawab dengan hati-hati,
"Dengar-dengar, Iqbal dari Kabupaten Uswal mengirim sebuah petisi lagi. Kedelapan petinggi itu tidak tahu harus mengambil keputusan apa dan ingin menanyakan pendapat Yang Mulia."
"Iqbal?"
Ekspresi Raja Bakir langsung menjadi muram. Dia berkata,
"Dia sudah dipindahkan ke Provinsi Jawali,tapi masih nggak tahu diri? Beberapa saat yang lalu, dia baru menuliskan petisi tentang merobohkan dinding pasar. Hal itu sudah membuat seluruh kerajaan ribut besar. Sekarang, petisi apa lagi yang ditulisnya? Apa dia mau aku mencabut jabatannya?"
Kepala kasim menunduk tanpa berani bersuara.
Susan berkata dengan lembut,
"Yang Mulia, jangan marah. Kalau kedelapan petinggi kerajaan meminta untuk menemuimu, itu pasti bukanlah
masalah kecil."
"Aku akan segera kembali," kata Raja Bakir.
Kemudian, dia pun pergi ke ruang bacanya. Setelah membaca isi petisi itu, dia juga mengerutkan keningnya.
[ Pilar kerajaan adalah para pejabat, tetapi orang-orang ini juga merupakan koruptor yang merobohkan pilar negara. Untuk menyingkirkan 'akar permasalahan negara, kerajaan harus melakukannya dari mendisiplinkan para pejabat. Baik rakyat maupun pejabat harus menyerahkan dan diberikan tanah yang sand besar banyak. Jika kebijakan ini berhasil dijalankan, Kerajaan Nuala pasti bisa kembali makmur untuk waktu yang lama.... ]
Isi petisi ini berisi analisis tentang akar permasalahan Kerajaan Nuala dan jalan keluarnya. Setiap kata-katanya sangat tepat dan membuka mata orang.
Bab 184
Setelah membaca petisi itu, Raja Bakir berdiri dan berjalan mondar-mandir di ruang bacanya. Kemudian, dia membaca ulang petisi itu sekali lagi dan berjalan mondar-mandir lagi.Raja Bakir bisa mendapatkan posisi sebagai pemimpin kerajaan bukan hanya karena bakat dan kecerdasannya yang luar biasa. Dia juga pernah mendapatkan pendidikan untuk menjadi seorang raja sehingga visinya lebih jauh daripada petinggi-petinggi di kerajaan.
Jika kebijakan pemerataan pembagian tanah dan pemungutan pajak yang seimbang bisa diimplementasikan dengan baik, Kerajaan Nuala pasti bisa menjadi makmur.
Namun, dari pengertiannya terhadap Iqbal, Iqbal tidak mungkin bisa membuat kebijakan seperti ini.
Siapa yang memberinya petunjuk? Apakah orang bernama Wira yang pernah Iqbal sebut di petisi sebelumnya?
Akan tetapi, seorang pelajar yang masih muda dan belum melewati ujian kabupaten tidak mungkin memiliki wawasan setinggi ini. Pasti ada ahli di baliknya!
Namun, meskipun kebijakan ini sangat bagus, bangsa Agrel tidak berhenti menargeti Kerajaan Nuala.
Jadi, stabilitas harus menjadi prioritas utama kerajaan.Pikiran kedua penasihat dan enam menteri juga sangat kacau. Mereka bukanlah orang biasa dan juga mendapat dukungan dari banyak keluarga besar. Tidak mungkin ada orang yang begitu mulia dan bersedia berkorban secara cuma-cuma untuk membantu negara.
Setelah membaca petisi itu untuk yang ketiga kalinya, Raja Bakir menatap kedelapan petinggi kerajaan itu dan berkata,
"Pak Binarwan, kamu itu menteri perekonomian yang bertanggung jawab atas pajak negara.Coba katakan pendapatmu mengenai pemerataan pembagian tanah dan pemungutan pajak yang seimbang.
Binarwan menjawab,
"Lapor, Yang Mulia, kalau kebijakan pemerataan pembagian tanah dan pemungutan pajak yang seimbang bisa dijalankan, pendapatan pajak bisa meningkat tiga kali lipat. Jumlahnya bahkan bisa melewati ratusan juta."
Saat ini, pajak yang diterima Kerajaan Nuala sebesar 23 juta per tahun. Jumlah ini masih belum mencapai setengah dari jumlah pajak yang didapatkan dari masa kejayaan kerajaan dulu.
"Ratusan juta? Kalau pajaknya mencapai ratusan juta, tidak akan masalah apabila kita memberikannya sedikit kepada bangsa Agrel." Raja Bakir melanjutkan dengan ekspresi serius,
"Menurut kalian, apa kebijakan ini bisa dijalankan?"
"Yang Mulia, kebijakan ini sangat sulit untuk dijalankan! Soalnya, kebijakan ini menargeti para pejabat dan keluarga bangsawan. Mereka tidak mungkin setuju!"
"Aku takut begitu kebijakan ini dijalankan, semua pejabat dan keluarga bangsawan akan menentang dan membuat keributan. Pada saat itu, apabila para pejabat, keluarga bangsawan, dan rakyat menolak untuk membayar pajak, bagaimana negara ini bisa dijalankan?"
"Segala sesuatu pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Kebijakan ini punya kelebihan yang besar, tapi juga kekurangan yang besar."
Keenam menteri itu mengungkapkan pendapat masing-masing dan menyatakan ketidaksetujuan mereka.
Raja Bakir bertanya,
"Pak Kemal,bagaimana menurutmu?"
"Kebijakan ini sangat bermanfaat bagi negara dan rakyat, juga bisa membuat Kerajaan Nuala makmur untuk sangat lama."
Setelah mempertimbangkan baik-baik, Kemal berkata,
"Kalau Yang Mulia ingin menjalankan kebijakan ini, aku akan menulis surat untuk meminta dukungan penuh dari keluargaku."
"Terima kasih atas niat baikmu!" puji Raja Bakir.
Kemudian, dia menoleh ke arah Ardi dan bertanya,
"Bagaimana menurut Pak Ardi?"
"Kalau kebijakan ini dicetuskan 50 tahun yang lalu, aku pasti akan memberi dukungan penuh."
Ardi berkata dengan sopan,
"Tapi, kita sedang dikelilingi oleh musuh kuat.Apabila kita menerapkan kebijakan ini,para pejabat dan keluarga bangsawan di seluruh negeri mungkin akan membuat kerusuhan. Kalau musuh kita memanfaatkan kesempatan itu untuk menyerang, hal itu akan sangat merugikan kerajaan!"
Raja Bakir juga memiliki pemikiran yang sama. Dia mengangguk setuju dan berkata dengan suara berat,
"Kesampingkan saja petisi ini. Jangan dibahas di rapat istana agar tidak menimbulkan keributan di antara para pejabat."
Kemal pun mengerutkan keningnya. Raja Bakir menginginkan kestabilan, tetapi kekuatan negara terus melemah dan bahkan sudah tidak mampu melawan bangsa Agrel lagi.
Jika kebijakan ini diterapkan, mungkin saja situasinya bisa berubah. Apabila Menunggu hingga 8-10 tahun,
kebijakan ini mungkin sudah tidak bisa diterapkan lagi.
"Baik!" Semua orang mengangguk.
Saat Raja Bakir hendak pergi, Kemal mencegahnya dan berkata,
"Yang Mulia, dengan keadaan kas negara sekarang dan keadaan rakyat yang tidak mampu membayar pajak,kita harus mencari cara untuk menyelesaikan masalah ini. Apabila kebijakan pemerataan pembagian tanah tidak bisa dijalankan, kita bisa menerapkan kebijakan perobohan dinding pasar untuk dijadikan pasar malam.Dengan begitu, negara bisa mendapatkan tambahan pajak dari bisnis itu."
"Kebijakan ini mungkin tidak dapat dilakukan di daerah perbatasan yang tidak stabil, tetapi bisa dijalankan di wilayah yang aman. Harap Yang Mulia memberikan izin."
"Baiklah, aku setuju," jawab Raja Bakir setelah merenung sejenak.
Saat ini, kas negara sudah kosong. Jika masalah ini tidak diselesaikan,Kerajaan Nuala tidak mungkin bisa bertahan.Ardi tetap berekspresi datar, tetapi Menteri Perindustrian, Menteri Keadilan, dan Menteri Perekonomian mengerutkan keningnya Kebijakan ini sudah dibahas beberapa kali di rapat istana dan faksi Ardi selalu menentang.
Bab 185
Sekarang, Raja Bakir sudah menyetujui penerapan kebijakan itu.Para pejabat istana lainnya pasti akan merasa faksi Kemal berhasil menekan fakÅŸi Ardi. Para pejabat netral mungkin akan memilih untuk berpihak pada Kemal dan memperkuat faksi Kemal. Namun, apabila perseteruan ini dilanjutkan terus,kondisi pemerintahan juga akan menjadi sangat kacau.Menteri Ritus dan Menteri Perang merasa sangat gembira. Dalam masalah kali ini, faksi Kemal sudah menang.
"Terima kasih, Yang Mulia!"
Kemudian, Kemal bertanya,
"Iqbal juga berkontribusi dalam menyuarakan kebijakan ini. Apa dia perlu dikembalikan ke posisinya di ibu kota?"
Raja Bakir menjawab sambil mengerutkan kening,
"Kita diskusikan saja masalah itu lain kali."
Ini jelas adalah bentuk penolakan. Kemal berkata lagi,
"Harap Yang Mulia bisa mempekerjakan Wira,pencetus kebijakan ini."
"Dia bahkan masih belum lulus ujian kabupaten. Kalau kita mempekerjakannya, bagaimana dengan cendekiawan lain yang ada di negeri ini?"Raja Bakir berkata tanpa ekspresi, "Kalau dia benar-benar bertalenta, dia seharusnya mengikuti ujian kerajaan agar bisa mengabdi kepada kerajaan.
Nanti, Raja Bakir akan mengutus Pasukan Rahasia Naga untuk menyelidiki siapa ahli tersembunyi yang ada di balik Wira, lalu mengundangnya ke ibu kota. Pelajar yang hanya bertugas untuk menyuarakan pendapat itu masih belum layak untuk ditemuinya.
"Baik!"
Kemal mau tak mau harus menyerah.
Dari temperamen Iqbal, dia pasti sudah menyelidiki dengan teliti latar belakang Wira sebelum merekomendasikannya. Hanya saja, Raja Bakir memiliki pandangan buruk terhadap Iqbal dan tidak bersedia memercayai Wira.Akan sangat disayangkan apabila Wira hanya direkrut sebagai seseorang yang bekerja untuk penasihat kiri.
Namun,jika Wira mengikuti ujian kerajaan, dia membutuhkan paling tidak tiga tahun sebelum bisa menjadi pejabat yang bekerja dalam istana.
'Haih, demi kepentingan negara sebaiknya aku menuliskan surat kepada Tuan Wira dan memintanya untuk menunjukkan diri,' pikir Kemal.
Keesokan harinya, di luar Kota Pusat Pemerintahan Jagabu.
"Tuan, berikanlah aku makanan!"
"Tuan, kamu pasti panjang umur dan kaya.Berikanlah aku sebuah roti!"
"Tuan, putriku sangat cantik.Bagaimana kalau kamu membelinya dengan 1.000 gabak?"
"Tuan, aku rela menjual diri sebagai budakmu!"
Sekelompok penduduk miskin menghentikan kereta kuda Wira untuk meminta makan.Mereka semua berpakaian compang-camping dan sangat kurus. Cuaca di tempat ini sangat dingin, tetapi mereka hanya mengenakan pakaian yang tipis dan sebagian besar orang juga bertelanjang kaki.
Danu dan yang lainnya pun merasa sangat sedih saat melihat mereka. Lebih dari sebulan yang lalu, situasi mereka juga kurang lebih sama dengan para pengemis ini.Saat melihat para pengemis ini, Wira pun terdiam.
Dian memberi nasihat dengan suara rendah,
"Jumlah mereka terlalu banyak, kita nggak mungkin bisa menolong mereka semua."
Begitu melewati Yispohan, jumlah penduduk miskin yang mereka temui langsung melonjak. Sepanjang perjalanan,
Wira sudah membagi-bagikan hampir satu juta gabak untuk mereka. Dengan uang itu, mereka memang bisa mengatasi masalah kelaparan untuk sesaat, tetapi sangat sulit bagi mereka untuk bisa lanjut bertahan hidup.
"Sebelum sukses, kita hanya bisa berusaha mengembangkan diri.Setelah sukses, kita baru bisa berusaha untuk memberikan manfaat bagi seluruh orang di dunia."
Wira berdesah sambil memejamkan mata.Kemudian, dia menutup tirai kereta kuda dan berkata,
"Ayo masuk ke kota!"
Saat melihat Wira yang begitu bersimpati pada rakyat jelata, Dian bertambah kagum padanya.
Sepanjang perjalanan, mereka tidak banyak berbicara.
Namun, perjalanan yang penuh rintangan ini sepertinya telah membawa perubahan dalam hubungan mereka.
Danu menyerahkan surat izin membawa senjata dan surat izin perdagangan pedang yang sudah dipersiapkan dari Kabupaten Uswal. Pengawal yang menjaga gerbang kota
menerima dokumen itu, lalu meliriknya dan berkata dengan santai,
"Biaya masuk kereta kuda bisnis 1.000 gabak, sebilah pedang 100 gabak."
Setelah menyerahkan total 2.600 gabak, kelompok Wira pun memasuki Kota Pusat Pemerintahan Jagabu. Pejabat yang menjaga gerbang kota memanggil seorang pengawal, lalu memberi perintah,
"Cepat ikuti sekelompok orang dari Kabupaten Uswal itu. Lihat mereka hendak pergi ke mana."
Pengawal itu bertanya dengan heran,
"Pak Thamrin, siapa orang-orang itu? Siapa yang mau cari tahu tentang mereka?"
"Jangan menanyakan sesuatu yang nggak seharusnya kamu tanyakan!"
Setelah menegur dan mengusir pengawal itu, Thamrin bergumam dengan heran,
"Siapa sebenarnya sekelompok orang dari Kabupaten Uswal itu? Kenapa Keluarga Yumandi dan Keluarga Gumilar yang merupakan keluarga bangsawan sangat menunggu berita ketibaan mereka?"
Bab 186
Di bagian selatan Kota Pusat Pemerintahan Jagabu.Ada sebuah kediaman yang sangat besar dan mewah. Itu adalah Kediaman Yumandi. Di dalam rumah ini, ada bukit tiruan, sungai kecil,paviliun, gazebo, danau buatan, dan tanaman yang banyak.
Di halaman, ada hewan peliharaan seperti burung, anjing, kucing, dan sebagainya. Hewan-hewan peliharaan ini diurus oleh orang khusus, juga diberi makan ikan dan daging.Ada total lebih dari 100 orang pengawal dan pelayan di rumah ini.
Mereka semua memakai pakaian yang bagus. Bahkan anjing dan kucing yang dipelihara di rumah ini juga mengenakan rantai yang terbuat dari emas.Di ruang tamu Kediaman Yumandi,ada dua pria paruh baya yang sedang duduk berhadapan. Pria yang satu bertubuh gemuk, berat badannya mungkin sekitar 150 kilogram.
Dia adalah Sanur Yumandi, putra ketiga Keluarga Yumandi dan penanggung jawab bisnis garam Keluarga Yumandi. Pria satunya lagi bertubuh kurus, bermata tajam, dan terlihat seperti orang cerdas. Dia tidak lain adalah Johan Silali, putra kedua Keluarga Silali.
Seorang pengawal berjalan masuk dan berkata,
"Tuan Sanur, pejabat penjaga pintu kota memberi kabar bahwa sekelompok orang dari Kabupaten Uswal itu sudah tiba di kota!"
"Oke," sahut Sanur dengan ekspresi datar. Dia sudah berusia empat puluhan tahun, tetapi berhubung ayahnya masih hidup, dia masih tetap dipanggil tuan.
Setelah itu, pengawal itu pun keluar.
"Tuan Sanur, kamu harus menegakkan keadilan untuk Keluarga Silali! Bajingan itu sudah terlalu kejam!"
Johan berlutut di lantai, lalu berkata dengan sedih,
"Dia sudah membuat kakakku masuk penjara dan dikirim ke tentara. Harta seluruh keluarga kami sudah disita dan nyawa keponakanku juga sudah direnggutnya.Keponakanku itu satu-satunya pelajar dari keluarga kami dan seharusnya memiliki masa depan yang cerah!"
Begitu keponakannya tewas, empat pelayan keluarga mereka kabur dan dua orang berhasil ditangkap kembali.Saat menemukan lokasi di mana mayat keponakannya dibuang,tubuhnya sudah dicabik-cabik oleh serigala hingga tulangnya juga tidak bersisa. Oleh karena itu, mereka bahkan tidak bisa melapor ke pengadilan.
Meskipun pelayan mereka mengatakan orang yang membunuh keponakannya adalah Jamal, Johan tidak percaya. Senjata Jamal adalah kapak,sedangkan tiga bandit yang membunuh keponakannya menggunakan belati. Jika mereka tidak segan menunjukkan identitas mereka, untuk apa mereka memakai topeng?Johan yakin orang di balik pembunuhan itu pasti adalah Wira.Sanur berkata dengan acuh tak acuh,
"Kalau bukan karena kakak dan keponakanmu punya ambisi yang terlalu tinggi, juga bersikeras ingin menikahi putri Boris agar bisa melepaskan diri dari kendali Keluarga Yumandi, mana mungkin mereka berakhir seperti itu."
"Tuan, itu semua rencana kakak dan keponakanku. Selama ini, aku tinggal di kota pusat pemerintahan. Aku sama sekali nggak tahu tentang apa yang terjadi di Kabupaten Uswal. Aku sangat setia pada Keluarga Yumandi dan juga merupakan pesuruh Tuan. Aku akan menuruti semua perintah Tuan tanpa ragu!"
Johan tidak berhenti bersujud hingga dahinya berdarah. Hal terpenting dari bekerja untuk orang yang berkuasa adalah loyalitas.Meskipun Keluarga Silali sudah merosot, asalkan bisa mendapatkan dukungan dari Keluarga Yumandi,mereka pasti bisa berkembang lagi.
"Sudahlah. Berdiri!"
Sanur mendengus,
"Dulu, ayahmu sudah melayani ayahku, kakakmu melayani kakakku, keponakanmu melayani keponakanku, dan kamu melayaniku.Tiga generasi Keluarga Silali sudah berbakti kepada Keluarga Yumandi. Meskipun kakak dan keponakanmu sedikit membangkang,mereka sudah disingkirkan, Keluarga Yumandi nggak akan mempermasalahkannya lagi."
"Terima kasih, Tuan!"
Johan pun mengalihkan pembicaraan dan berkata dengan serius,
"Wira sudah sampai di kota pusat pemerintahan. Dia pasti akan segera mengunjungi Kediaman Yumandi untuk membeli garam."
Sanur mencibir,
"Bawahan Keluarga Yumandi yang membangkang hanya boleh dihukum oleh Keluarga Yumandi, masih belum giliran anak bau kencur sepertinya untuk ikut campur. Aku akan memberi perintah kepada para pelayan untuk melarangnya masuk waktu dia datang nanti!"
Duk, duk, duk!
Johan bersujud lagi dan berkata dengan berlinang air mata,
"Terima kasih, Tuan! Berhubung Tuan.sudah membantu kakak dan keponakanku membalas dendam,semua generasi Keluarga Silali akan menjadi budak Keluarga Yumandi. Aku akan menjadi pesuruh Tuan selama sisa hidupku dan menuruti semua perintahmu!"
Jika Sanur tidak bersedia menemui Wira, itu artinya Wira tidak akan mendapat garam. Dengan begitu, Kabupaten Uswal akan kekurangan garam tahun depan. Jika timbul masalah yang begitu besar, Iqbal akan kehilangan posisinya sebagai pemimpin kabupaten, sedangkan Wira akan dijebloskan ke penjara dan mungkin dijatuhi hukuman mati. Pada saat itu, Keluarga Silali akan tetap menjadi pedagang garam di Kabupaten Uswal.
"Dia hanya seorang anak bau kencur dari desa.Keluarga Yumandi bisa menghabisinya dengan gampang,"ujar Sanur sambil mengelus-elus kepala Johan bagaikan sedang mengelus seekor anjing.
Johan langsung merinding. Ancaman ini sebenarnya juga ditujukan untuknya. Sanur ingin memperingatinya untuk tidak bertindak seperti kakak dan keponakannya. Setelah masuk ke kota, kelompok Wira pun mencari penginapan untuk tinggal.
Bab 187
Setelah makan dan tidur nyenyak, kelelahan selama perjalanan pun lenyap. Namun, Wira masih tidak keluar dari kamar, melainkan berlatih Wing Chun di kamar. Sejak mulai latihan dengan teratur, dia merasa tubuhnya sudah semakin kuat. Dia tidak lagi merasa sakit punggung atau lutut.
Jika Wira berlatih Wing Chun setelah duduk di kereta kuda seharian, dia akan merasa segar keesokan harinya.
Dia juga dengan jelas merasakan bahwa tubuhnya sudah bertambah kuat setiap bangun tidur. Sayangnya,Wulan tidak ikut dalam perjalanan kali ini.
Tok, tok, tok!
Tiba-tiba, terdengar suara pintu diketuk. Kemudian, terdengar suara Dian yang memanggil,
"Tuan Wira!"
Ceklek! Wira membuka pintu kamar dan matanya langsung berbinar. Semalam, Dian sudah mandi. Dari tubuhnya, masih tercium aroma sabun yang ringan. Wajahnya yang cantik sudah dirias tipis dan dia juga menggunakan lipstik.
Hari ini, dia mengenakan gaun putih.
Penampilannya terlihat sangat cantik dan lembut.Dian yang ditatap seperti itu oleh Wira merasa agak malu dan memalingkan wajah. Kemudian, dia berkata dengan suara rendah,
"Tuan, sudah saatnya kita membeli hadiah untuk mengunjungi Kediaman Yumandi."
Wira tersadar dari lamunannya, lalu menjawab sambil menggeleng,
"Aku masih belum berencana untuk pergi ke Kediaman Yumandi."
Dian berkata,
"Cepat atau lambat,kamu harus pergi juga. Baik garam dari gudang pemerintah atau Tambak Garam Fica, keduanya dikuasai oleh Keluarga Yumandi. Kalau nggak mencari mereka, kamu nggak akan mendapatkan garam dari pemerintah. Kalau kamu tertangkap menggunakan garam pribadi, hukumannya akan sangat berat! Berhubung sudah datang, kunjungilah mereka lebih awal.Itu akan menunjukkan ketulusanmu. Kalau nggak, Keluarga Yumandi pasti akan mempersulitmu!"
Kupon garam yang dibagi pemerintah untuk meningkatkan pendapatan kerajaan telah menjadi masalah serius
selama bertahun-tahun.Saat ini,semua kupon itu baru bisa ditukarkan hingga belasan tahun ke depan.Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah menerapkan sistem kutipan garam di gudang garam lokal.Setelah membawa kupon garam ke gudang garam untuk membeli kutipan garam, seseorang baru bisa pergi ke tambak garam untuk membeli garam.
Namun, kutipan garam tidak bisa dibeli semudah itu. Kutipan garam Kota Pusat Pemerintahan Jagabu sudah dimonopoli oleh Keluarga Yumandi. Selain kutipan garam,Keluarga Yumandi juga memonopoli hampir sebagian besar Tambak Garam Fica.Oleh karena itu, untuk membeli garam pemerintah, seseorang harus mencari Keluarga Yumandi dan melalui prosedur yang sulit. Jika seseorang mendapatkan garam, tetapi tidak melakukan prosedur lengkap, itu tetap termasuk garam pribadi. Jika tertangkap, hukumannya bisa berupa pengasingan atau hukuman mati.
Jadi, begitu para pedagang garam sampai ke Kota Pusat Pemerintahan Jagabu, mereka akan terlebih dahulu mengunjungi Kediaman Yumandi.
"Kalau statusnya nggak setara, ketulusan sebesar apa pun juga nggak akan berguna," jawab Wira sambil menggeleng.
Kemudian, dia mengalihkan pembicaraan dengan berkata,
"Aku punya sebuah pertanyaan."
"Silakan tanya."
"Apa kamu akan bernegosiasi bisnis dengan seorang penduduk desa?"
Dian kurang mengerti maksud Wira menanyakan pertanyaan itu. Jangankan penduduk desa, Dian bahkan tidak akan bernegosiasi bisnis secara langsung dengan pejabat atau
tuan tanah. Apabila ada penduduk desa yang hendak berbisnis dengan Keluarga Wibowo, mereka paling-paling akan bertemu dengan seorang pelayan biasa.
Wira mengangguk dan berkata,
"Kamu itu putri sulung Keluarga Wibowo, tentu saja kamu nggak bersedia menemui seorang penduduk desa.
Menurutmu, apa Keluarga Yumandi yang begitu terkemuka bersedia bertemu dengan orang desa sepertiku?"
"Biarpun aku lumayan terkenal di Kabupaten Uswal,aku bukanlah siapa-siapa bagi mereka."
"Mereka bahkan nggak peduli sama pemimpin kabupaten yang merupakan pejabat tingkat ketujuh. Kalau aku pergi ke Kediaman Yumandi sekarang, aku bukannya berbisnis dengan mereka, melainkan merendahkan diri untuk mengemis pada mereka!" ujar Wira.
Dian menjawab,
"Tuan, kedudukan seseorang nggak mungkin berubah dalam waktu singkat. Berhubung sudah mendapatkan kupon garam,
kita nggak punya pilihan lain selain memohon pada mereka."
Kerajaan Nuala memiliki perbedaan status sosial yang sangat jelas, contohnya gelandangan, rakyat jelata, pejabat kecil, tuan tanah, orang kaya desa, keluarga kaya kabupaten, keluarga bangsawan dan sebagainya. Setiap tingkatan memiliki status dan kedudukan yang berbeda. Seseorang tidak mungkin bisa meningkatkan status sosialnya selain dengan mengikuti ujian kerajaan. Di sisi lain,mengikuti ujian kerajaan dan menjadi pejabat tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat.
Wira berkata sambil tersenyum,
"Yang namanya bisnis itu bukan didapatkan dari mengemis.
Lagian, aku mengidap saraf terjepit dan sulit untuk membungkuk.Jadi, aku nggak bisa memohon sama orang lain!"
Bab 188
"Saraf terjepit?"
Dian tidak mengerti maksud Wira untuk sesaat. Setelah mengerti, Dian berkata,
"Aku tahu sebagai seorang pelajar, Tuan Wira pasti punya harga diri yang tinggi.
Bagaimana kalau aku yang menggantikanmu mengunjungi Kediaman Yumandi?"
Wira bertanya dengan terkejut,
"Kamu mau menggantikanku pergi mengemis pada orang lain?"
Dian menjawab dengan malu,
"Tuan sudah menyelamatkanku. Jadi, nggak masalah apabila aku harus menggantikan Tuan untuk mengemis pada orang lain. Lagian, aku hanya seorang wanita. Harga diriku nggak begitu penting."
Wira menggeleng dan menjawab,
"Harga diriku juga nggak begitu penting. Hanya saja, bisnisnya nggak bakal lancar kalau kita pakai cara mengemis"
Dian bertanya dengan bingung,
"Jadi,harus bagaimana?"
Dian memiliki wawasan yang cukup luas, tetapi dia tidak bisa memikirkan cara lain untuk melewati rintangan ini selain mengemis pada Keluarga Yumandi.
Wira menjawab sambil tersenyum,
"Kalau nggak mau mengemis pada mereka, ya buat saja mereka mengemis pada kita!"
"Me... mengemis pada kita?" tanya Dian dengan terkejut. Jika orang lain yang berkata seperti itu, dia mungkin akan mengira orang itu sedang membual dan tidak tahu diri.
Namun,pria di hadapannya selalu memiliki metode yang luar biasa dalam memecahkan masalah.Hanya saja, tidak peduli bagaimana pun Dian memeras otak, dia benar-benar tidak terpikirkan cara untuk membuat seseorang dari keluarga bangsawan mengemis pada seorang pelajar dari desa..
"Jangan bengong lagi!"
Wira melambaikan tangannya di depan Dian, lalu berbalik sambil berkata,
"Ayo temani aku pergi beli rumah!"
Dian bertanya dengan bingung,
"Beli rumah?"
Wira menjawab sambil terkekeh,
"Menginap di penginapan kurang nyaman dan nggak aman."
Ada banyak orang yang keluar masuk dari penginapan. Sementara itu,mereka membawa uang sebesar 280 juta gabak. Jadi, sangatlah tidak aman bagi mereka untuk tinggal di penginapan.
"Sewa saja!"
Dian mengusulkan,
"Kota Pusat Pemerintahan Jagabu terletak di perbatasan dan bisa diserang bangsa Agrel kapan saja. Meskipun harga rumah di tempat ini murah, segala sesuatu di sini akan hancur begitu bangsa Agrel meluncurkan serangan.Lebih aman kalau sewa rumah saja!"
Wira mengangguk dan menjawab,
"Baiklah kalau begitu!"
Berhubung usulnya diterima, Dian merasa sangat gembira. Dia pun memakai cadarnya dan mengikuti Wira keluar.Danu mengemudikan kereta kuda diikuti Ganjar dan Sony,
sedangkan Wira dan Dian duduk di kereta kuda. Mereka pun melaju menuju sebuah lembaga makelar.
Lembaga makelar adalah lembaga di Kerajaan Nuala yang menawarkan jasa dalam jaminan transaksi jual beli, pembayaran uang muka, dan pengaturan kontrak.
Ada dua jenis lembaga makelar, yaitu lembaga makelar pemerintah dan lembaga makelar swasta.
Lembaga makelar pemerintah memungut biaya yang rendah, tetapi pelayanannya sangat lambat.
Sementara itu, lembaga makelar swasta memberikan pelayanan yang lebih baik, tetapi biayanya lebih mahal. Setibanya mereka di sebuah lembaga makelar, Wira dan Dian turun dari kereta kuda, lalu berjalan masuk dengan membawa Sony.
Di sisi lain,Danu dan Ganjar menunggu di luar.Dari 11 orang yang dibawa Wira dari Kabupaten Uswal, Sony yang paling
bermuka tebal, cerdas, dan cocok untuk berbisnis.
Namun, wawasannya kurang luas karena tidak pernah keluar dari desa. Wira harus sering membawanya keluar agar bisa membimbingnya. Seorang pekerja berperawakan kurus dan terlihat cerdas menghampiri Wira.
Dia berkata sambil tersenyum,
"Namaku Samir. Kami menangani berbagai bisnis seperti garam, teh,kain, ternak, dan sebagainya, juga menawarkan jasa mencari orang, merekrut orang, menyewa rumah dan sebagainya. Apa yang Tuan butuhkan?"
Apakah lembaga makelar di era ini begitu besar hingga pekerja ini bisa menyebutkan segudang industri?
Jangan-jangan, dia itu penipu? Wira menunjuk ke arah Dian dan berkata,
"Diskusikan saja dengan dia!"
Begitu melihat Dian, Samir langsung terkejut. Meskipun wanita itu memakai cadar, kecantikannya tetap terpancar dan membuatnya terpesona.
Dia pun berkata sambil tersenyum,
"Nyonya...."
Dian menjawab dengan tersipu,
"Kami hanya teman, bukan suami istri."
"Nona dan Tuan terlihat sangat serasi. Aku kira kalian itu pasangan. Maaf,aku sudah salah berbicara dan pantas dipukul," ujar Samir sambil menampar mulutnya.
Kemudian, dia bertanya sambil tersenyum,
"Nona,apa yang bisa kubantu?"
Samir sengaja berkata seperti itu karena merasa ada sesuatu di antara pria dan wanita di hadapannya. Biarpun wanita itu membantah, dia pasti diam-diam merasa senang.
Nanti,wanita itu pasti akan memberinya komisi besar.
"Menyewa rumah."
Sepanjang perjalanan, Dian sudah menanyakan rumah seperti apa yang diinginkan Wira.
Jadi, dia langsung berkata,
"Mau Rumah besar yang luasnya sekitar 5-10 hektar. Lebih baik kalau lokasinya di bagian selatan kota."
Rumah di bagian selatan kota memang mahal, tetapi dijaga oleh banyak patroli sehingga sangat aman.
Bab 189
Wira pun menyerahkan semuanya kepada Dian. Dengan adanya Dian, dia sudah tidak perlu mengurus masalah sepele seperti menyewa rumah.
Alasan utamanya menyewa rumah besar adalah karena ingin membuat sabun dan memproduksi gula putih, lalu mencoba untuk menjualnya kepada orang bangsa Agrel.Di sisi lain, Sony memusatkan perhatiannya untuk mengamati dan belajar bagaimana cara Dian berkomunikasi dengan orang.
Orang yang ingin menyewa rumah besar tentu saja tidak akan memberi sedikit komisi. Samir berkata dengan gembira,
"Nona, lembaga makelar ini punya tiga rumah besar di kota bagian selatan. Yang pertama adalah vila milik Keluarga Wilianto. Luasnya sekitar 5 hektar, harga sewa per bulannya 50.000 gabak dengan minimal sewa satu tahun."
"Yang kedua adalah rumah milik pedagang luar kota, luasnya sekitar 7 hektar. Biaya sewanya 70.000 gabak dengan minimal sewa satu tahun. Yang terakhir juga merupakan rumah milik pedagang luar kota. Luas rumah ini paling besar, mencapai 10 hektar. Harga sewa per bulannya 100.000 gabak. Rumah itu didekorasi dengan sangat mewah dan sudah siap huni. Untuk biaya komisi, kami hanya akan mengambil harga sewa sebulan rumah yang kamu ambil."
Dian bertanya dengan acuh tak acuh,
"Berapa harga sewa bulanan terendah untuk vila Keluarga Wilianto?"
"Lima puluh ribu gabak!"
Samir menjawab dengan suara yang sedikit meninggi,
"Keluarga Wilianto itu keluarga bangsawan kota ini. Mereka nggak kekurangan uang dan menyewakan rumah mereka hanya untuk membangun reputasi. Dulu,harga sewa vila besar ini mencapai 100.000 gabak per bulan, lho!"
"Itu dulu, 'kan?"
Dian mendengus pelan,
"Sejak Kota Pusat Pemerintahan Jagabu menjadi kota perbatasan, sebagian besar keluarga bangsawan sudah pindah ke kota provinsi demi keamanan. Rumah yang mereka kosongkan sangat banyak,mungkin mencapai 100 unit.
Di sisi lain, rumah kosong seluas 5 hektar harus menyerahkan pajak 20.000 gabak setahun."
"Keluarga Wilianto paling nggak punya 10 rumah di tempat ini.Mereka mungkin nggak kekurangan uang,tapi juga nggak mungkin bersedia rugi 20.000 gabak setiap tahun untuk sebuah rumah kosong."
Saat mendengar analisis Dian, Wira pun merasa terkejut. Dia benar-benar tidak jelas mengenai hal ini.
Berhubung sudah bertemu dengan orang yang mengerti tentang situasinya, Samir pun menjawab sambil tersenyum,
"Wawasan Nona sangat luas, aku nggak mungkin bisa membohongimu. Harga sewa bulanan terendah vila Keluarga Wilianto itu 40.000 gabak. Harganya benar-benar nggak bisa di bawah itu lagi!"
Harga sewa terendah yang diberikan Keluarga Wilianto sebenarnya adalah 35.000 gabak. Namun, semakin tinggi harga sewa yang dibayar pelanggan, semakin tinggi pula komisi yang didapatkan Samir. Selain itu, dia juga bisa mendapatkan hadiah dari Keluarga Wilianto.
"Kalau nggak bisa kurang lagi, kami nggak jadi sewa deh!"
Dian berbalik dan berkata,
"Tuan, ayo kita pergi ke lembaga makelar lain."
Wira mengangguk dan berbalik. Dia merasa makelar ini sangat pintar karena tidak sekaligus memberikan harga terendah. Setelah tersadar, Sony juga menambahkan,
"Benar, ayo pergi ke lembaga makelar lain! Pasti ada yang bisa memberikan harga yang lebih murah. Lagian, ada begitu banyak rumah yang kosong kok."
Ketiga orang itu pun berbalik dan hendak pergi.
"Tuan, Nona, jangan pergi dulu. Kita masih bisa negosiasi harga sewanya!"
Samir buru-buru mencegat mereka dan berkata,
"Nona, kamu sangat cantik, tapi kenapa begitu jago tawar-menawar? Keluarga Wilianto nggak mungkin setuju memberikan harga 35.000 gabak per bulan. Soalnya,harga terendah yang diberikan mereka itu 40.000 gabak. Pajak rumah yang dibayarkan juga sesuai dengan harga yang ditetapkan pemerintah."
Jika Samir memberikan potongan 5.000 gabak lagi, harga sewa rumah itu akan menjadi harga terendah yang ditetapkan Keluarga Wilianto. Selain komisi yang sedikit, dia tidak akan mendapatkan apa-apa lagi.
Dian menjawab,
"Semuanya tergantung kamu mau melakukan bisnis ini atau nggak. Kami bisa mengganti lembaga makelar kapan pun itu."
Samir terpaksa berkata,
"Oke, 35.000 gabak sebulan. Aku akan diskusikan dengan anggota Keluarga Wilianto."
Samir akhirnya menyerah. Tidak masalah meskipun hanya bisa menghasilkan sedikit komisi. Bagaimanapun juga, bisnis sekarang sudah semakin buruk. Dian berkata dengan tenang,
"Untuk apa terburu-buru? Kita belum diskusi soal komisinya. Apa kamu nggak rasa komisi 35.000 gabak terlalu tinggi padahal kamu hanya seorang perantara?"
Berhubung Dian ingin menyentuh komisinya, Samir pun berkata dengan kesal,
"Nona, komisi sebesar harga sewa sebulan rumah adalah peraturan lembaga makelar. Lagian, sebagian besar komisi itu akan diserahkan ke lembaga makelar, aku cuma dapat sedikit uang dari komisi itu."
"Apa kamu tahu berapa gaji yang didapatkan pengawal dan pengurus rumah keluarga kaya, atau petugas patroli dan kepala petugas patrol dalam sebulan?"
Dian mengalihkan topik pembicaraan dengan berkata,
"Kami bisa memberimu paling banyak 10.000 gabak.Kalau nggak terima, ya sudah."
"Oke!"
Setelah terdiam sebentar,Samir menjawab,
"Nona, aku benar-benar salut sama kamu. Kamu sudah berhasil menawar harga sewa rumahnya jadi 35.000 gabak sebulan dan komisinya jadi 10.000 gabak.Aku akan diskusi dengan Keluarga Wilianto sekarang juga."
Samir akhirnya menerima kesepakatan itu. Dia merasa lebih baik mendapatkan sedikit uang daripada tidak sama sekali.
Dian berbalik, lalu berkata,
"Aku mau lihat rumahnya dulu!"
Samir langsung terkejut dan menjawab,
"Nona,apa kamu mau tawar-menawar lagi?"
"Mana mungkin?"
Dian berkata dengan senyum usil,
"Memangnya aku orang seperti itu?"
"Bukan!"
Samir buru-buru tersenyum menyanjung, tetapi menambahkan dalam hati,
'Kamu lebih kejam daripada itu!'
Bab 190
Wira memperhatikan semuanya dalam diam dan membiarkan Dian menangani semuanya. Dia merasa sangat terkejut karena Dian melakukan tawar-menawar. Saat pertama kali bertemu, Dian langsung mengeluarkan satu juta gabak untuk membeli sabun dari Wira. Saat di Yispohan, Dian juga tanpa ragu mengeluarkan satu juta gabak untuk menyuruh para bandit mengantarkan pengawal-pengawalnya pulang.
Sekarang, dia seolah-olah sudah berubah menjadi orang yang berbeda. Sekelompok orang itu pun pergi ke vila Keluarga Wilianto. Vila seluas lima hektar ini memiliki tiga pintu masuk dan tiga pintu keluar, juga dijaga oleh seorang pelayan tua. Halamannya dipenuhi oleh daun yang berguguran. Wira melirik sekilas vila ini dan vila ini sangat mirip dengan bangunan antik zaman dulu.
Danu,Ganjar, dan Sony juga tercengang setelah melihatnya.Di sisi lain, Dian malah berkata dengan tidak puas,
"Ada delapan pilar yang sudah retak dan perlu diganti.
Harganya paling nggak mencapai 12.000 gabak. Kurangi lagi harga sewanya jadi 1.000 gabak."
Samir bertanya dengan sedih,
"Nona,bukannya kamu bilang nggak bakal kurangi harga lagi?"
"Itu karena aku kira rumah ini siap huni. Nggak kusangka ternyata rumahnya begitu bobrok!" Dian menunjuk ke arah kolam di halaman, lalu berkata,
"Tuan kami pantang melihat ada kolam kosong. Kolam kecil itu harus ditimbun Keluarga Wilianto.Kalau nggak, kurangi lagi 1.000 gabak dari uang sewa dan kami akan timbun sendiri."
Wira pun tersenyum dan berpikir dalam hati,
'Sejak kapan aku pantang melihat kolam kosong?'
Samir berkata dengan tidak berdaya,
"Nona, harga paling rendah yang bisa kuberikan padamu 32.000 gabak. Benar-benar nggak bisa negosiasi lagi!"
Dian berkata dengan santai,
"Kalau nggak bisa negosiasi lagi, usahamu seharian ini bakal sia-sia. Kalau kamu bersedia negosiasi, kamu bisa dapat komisinya. Kasih tahu saja Keluarga Wilianto rumah ini sudah terlalu bobrok hingga nggak ada yang mau sewa. Lebih bagus kalau kamu bisa langsung suruh mereka untuk datang lihat sendiri keadaannya, mereka pasti setuju. Yang mereka perlukan itu bukan orang menyewa rumah, tapi orang kaya yang sanggup memelihara rumah ini."
"Oke!"
Samir berkata dengan tidak berdaya,
"Aku akan mencoba yang terbaik. Aku beri selamat dulu pada Tuan dan Nona. Semoga kalian bisa tinggal dengan bahagia di rumah ini."
'Kalian sudah mengurangi uang sewa dan komisi sampai begitu banyak. Kalau aku menyelamati kalian dulu, kalian pasti bakal kasih aku tambahan sedikit uang, 'kan?' pikir Samir. Wira pun menjadi canggung dan berpikir,
'Orang ini berani sekali mengatakan apa pun demi mendapatkan uang. Aku sudah punya istri, sedangkan Dian pernah menikah tiga kali.Apa-apaan ini!'
Dian berkata dengan serius,
"Jangan sembarangan bicara! Aku dan Tuan nggak punya hubungan apa-apa. Kalau ucapanmu tersebar, reputasi kami akan rusak!"
Jika Dian benar-benar meributkan hal ini, Samir tidak akan bisa melawannya. Jadi, dia pun menampar mulutnya sendiri, lalu berkata dengan sopan,
"Maaf, aku salah.Aku nggak seharusnya sembarangan berbicara."
Dian berbalik sambil menahan senyum, lalu berkata dengan angkuh,
"Potong lagi uang sewanya sebesar 2.000 gabak."
"Pfft!"
Wira sudah tidak bisa menahan tawanya. Sampai detik terakhir, Dian masih tetap melakukan tawar-menawar dengan makelar itu. Danu, Ganjar, dan Sony pun tercengang. Mereka tidak menyangka Dian yang sebelumnya begitu royal ternyata begitu jago melakukan tawar-menawar.
"Nona, kamu kejam sekali! Aku sudah jadi makelar dari usia 30 tahun, tapi belum pernah bertemu orang sekejam kamu. Aku benar-benar salut! Baiklah, aku akan bernegosiasi dengan Keluarga Wilianto!" ujar Samir sambil menggeleng.
Kemudian, dia berpamitan dan pergi dengan ekspresi cemberut. Sekelompok orang itu pun bersiap-siap untuk kembali ke penginapan. Di dalam kereta kuda, Dian yang ditatap oleh Wira pun bertanya dengan malu,
"Tuan, kenapa kamu menatapku?"
Wira terkekeh dan menjawab,
"Waktu di Kabupaten Uswal dan Yispohan,kamu bisa langsung mengeluarkan satu juta gabak tanpa ragu.Kenapa hari ini kamu begitu berbeda?"
"Ada uang yang harus dihemat dan nggak boleh dihemat. Tuan menjual sabun untuk mendapatkan uang, aku tentu saja nggak boleh tawar-menawar denganmu. Para pengawalku terluka demi aku, aku tentu saja harus menolong mereka.
Tapi, uang untuk menyewa rumah dan komisi seorang makelar nggak seharusnya sebesar itu," jelas Dian dengan serius.
Sepertinya dia sudah sering melakukan tawar-menawar seperti ini dengan orang lain.
"Terima kasih, ya!"
"Nggak usah sungkan."
"Apa kita perlu pergi ke lembaga makelar lain?"
"Nggak perlu, makelar itu pasti akan berhasil bernegosiasi dengan Keluarga Wilianto mengenai rumah itu."
"Oke!"
Wira membuka botol air, lalu berkata,
"Nih, cuci tangan!"
"Ah, makasih, Tuan!"
Dian mengulurkan tangannya dengan malu,tetapi juga gembira. Dia merasa Wira sangat mengerti tentang wanita. Para wanita biasanya sangat memperhatikan kebersihan.
Jadi, Dian memang sudah ingin mencuci tangan,tetapi takut ditegur karena menyia-nyiakan air.
Kemudian, mereka berdua pun kembali ke kereta kuda. Setelah melihat mereka kembali, Danu baru merasa lega.
Di sisi lain, Meri malah berkata dengan kesal,
"Dasar bajingan!Beraninya kamu merebut kakak iparku! Nanti, aku pasti akan memperhitungkannya denganmu!"
Kretek!
Wira yang berada di dalam kereta kuda sudah kesal dan sangat ingin keluar untuk menghukum wanita bandit itu.
Namun, Dian hanya berkata dengan malu,
"Tuan, jangan dengar omong kosongnya! Ayo istirahat!"
Setelah itu, kedua orang itu pun tidur.
Di malam hari, cuaca di gunung sangat dingin. Kedua orang yang sudah tertidur itu merasa kedinginan dan tanpa sadar mendekat dengan satu sama lain. Keesokan paginya, kedua orang itu sudah saling berpelukan untuk mencari kehangatan.
"Aaah!"
Wira terbangun, lalu melihat wanita di dalam pelukannya dengan hati berdebar. Dia dengan hati-hati melepaskan tangannya dan menggeser tubuhnya, lalu turun dari kereta kuda.Setelah itu, dia baru merasa lega.Di dalam kereta kuda, Dian juga mengembuskan napas panjang.Kedua tangannya menutupi wajahnya yang terasa panas.
Setelah memasak dan sarapan, semua orang pun melanjutkan perjalanan. Dua jam kemudian, mereka tiba di kota pusat penjualan yang berjarak 50 kilometer dari Yispohan. Ini adalah tempat di mana mereka berjanji akan melepaskan Meri. Wira tidak menunda ataupun mengingkari janjinya. Dia langsung menyuruh Doddy melepaskan Meri.
Setelah bebas kembali, Meri meregangkan kaki dan tangannya. Kemudian, dia memelototi Wira dengan marah. Dalam satu hari satu malam ini, Meri merasa sangat terhina dan sangat ingin langsung membunuh Wira.
Wira berbalik dan berkata dengan acuh tak acuh,
"Ketua Merika, terima kasih sudah mengantarku sampai di sini.Kamu sudah boleh kembali!"
Dian menahan tawa dan merasa Wira sangat usil.
"Woi! Kenapa kamu begitu nggak tahu malu! Siapa yang mengantarmu?"
Meri memaki,
"Tunggu saja! Kalau kamu lewat Yispohan lagi, aku pasti akan menangkapmu, lalu menelanjangimu dan menggantungmu di jalan supaya semua orang yang lewat melihat tampangmu yang memalukan!"
Ekspresi Wira langsung menjadi muram.
Dia memberi perintah,
"Doddy, tangkap dia kembali, lalu telanjangi dia dan tinggalkan dia di pinggir jalan!"
Doddy langsung turun dari kuda dan hendak mendekati Meri.
"Aaah! Aku cuma bercanda! Kamu sudah bilang akan melepaskanku. Nggak boleh ingkar janji!"
Ekspresi Meri langsung berubah. Dia buru-buru naik ke kudanya dan bergegas pergi ke arah bandit yang berada tidak jauh dari sana.
"Doddy, kembali!"
Wira berteriak,
"Aku cuma bercanda denganmu. Nggak kuSangka kamu langsung ketakutan.Begitu pengecut masih berani jadi bandit! Sebaiknya kamu cepat menikah!"
Kelompok Wira langsung tertawa terbahak-bahak dan melanjutkan perjalanan mereka.
"Aaaah! Dasar pria busuk, tak tahu malu, dan menyebalkan! Cepat atau lambat, aku pasti akan membayar semua penghinaan yang kuterima hari ini dengan berkali-kali lipat!" teriak Meri dengan histeris.
Kemudian,dia memberi perintah kepada sekelompok bandit itu,
"Ayo pulang! Beli baju zirah besi dan siapkan alat pelempar batu!Waktu dia kembali nanti, aku harus menghabisinya! Pokoknya, aku nggak akan melepaskannya!"
Seorang bandit berkata dengan sedih,
"Ketua Merika, nggak bisa begitu!"
Meri memelototinya dan bertanya dengan tidak senang,
"Kenapa nggak bisa?"
Bandit itu menjawab dengan berlinang air mata,
"Semua uang kita sudah dipakai untuk menebusmu. Semua orang bahkan sudah mengeluarkan uang simpanannya.Ketua Suliman bilang kita bahkan akan kesulitan melewati akhir tahun. Kita mana punya uang untuk beli baju zirah besi yang mahal, apalagi alat pelempar batu!"
Bab 182
Meri tertegun sejenak, lalu berkata dengan marah,
"Kalau begitu, tebang pohon dan buat perisai kayu besar. Nggak peduli dengan cara apa pun itu, aku harus menghabisi Wira!"
"Kak Wira!"
Sony yang berada di luar kereta kuda bertanya,
"Kalau kita lepasin bandit wanita itu sekarang, gimana saat kita kembali nanti? Dia nggak mungkin melepaskan kita!" Orang lainnya juga agak khawatir.
Sejujurnya, kali ini mereka memang sudah mengalahkan bandit dari Yispohan dan mendapatkan banyak keuntungan.
Namun, mereka semua tahu seberapa berbahayanya kondisi mereka. Lagi pula, metode yang sudah mereka gunakan sebelumnya tidak mungkin bisa digunakan lagi. Apa yang harus mereka lakukan dalam perjalanan kembali?
Wira menjawab,
"Kalian harus ingat,menepati janji bisa menambah kredibilitas seseorang. Kalau mau mempertahankan kredibilitas yang bagus, kalian harus menepati janji meskipun itu adalah janji dengan musuh. Apabila kamu bisa menepati janji dengan musuh, nggak akan ada orang yang meragukan kredibilitasmu.Dalam berbisnis, yang terpenting adalah memiliki kredibilitas. Itu adalah modal kita untuk bertahan dan berkembang."
Sekelompok orang itu mengangguk, entah mengerti atau tidak.Dian terlihat agak terkejut. Dia tidak menyangka Wira begitu mengerti tentang bisnis.
Wira melanjutkan,
"Mengenai perjalanan kembali nanti, kita bisa mencari cara lain. Kalau nggak bisa, ya ambil jalan lain saja."
Sekelompok orang itu pun mengangguk.
Dian berkata dengan khawatir,
"Tuan,kedatanganmu ke Kota Pusat Pemerintahan Jagabu kali ini untuk mendapatkan garam dan membawanya kembali ke Kabupaten Uswal, 'kan?"
Ini adalah jalur terdekat dari Kabupaten Uswal sampai Kota Pusat Pemerintahan Jagabu. Jika mereka melewati jalan lain, jaraknya akan bertambah 150 kilometer. Jika begitu, harga modal garam akan meningkat sekitar 10-20 gabak dan Wira pasti akan mengalami kerugian. Namun, hubungan di antara Wira dengan kelompok bandit di Yispohan sudah begitu buruk. Mereka tidak mungkin bisa memperbaikinya lagi.
Wira menjawab sambil tersenyum masam,
"Itu juga salah satu alasannya."
Alasan utama Wira pergi ke Kota Pusat Pemerintahan Jagabu adalah untuk menjual Pedang Treksha. Dengan uang sisa yang terkumpul, dia akan membeli garam untuk tahun depan.
Setelah merampok Yispohan, uang untuk membeli garam sudah cukup.Apa yang harus diselesaikannya sekarang adalah masalah jalur pengangkutan garam.
Wira tidak pernah memikirkan tentang Kompetisi Puisi Naga.Mendapatkan garam adalah hal yang sangat serius dan memengaruhi pasokan garam yang akan didapatkan seluruh penduduk Kabupaten Uswal tahun depan.
Dian berkata dengan serius,
"Gudang garam dan Tambang Garam Fica di Kota Pusat Pemerintahan Jagabu yang memasok garam ke tiga kota pusat pemerintahan dikendalikan oleh Keluarga Yumandi, sebuah keluarga bangsawan di Kota Pusat Pemerintahan Jagabu. Johan Silali dan Sanur Yumandi punya hubungan yang dekat. Orang yang mengendalikan industri garam adalah Sanur. Kalau mau beli garam, kamu harus meyakinkannya dulu!"
"Terima kasih atas informasinya,Nona Dian!"
Wira mengubah topik pembicaraan dengan bertanya,
"Apa rencana Nona Dian selanjutnya?"
Informasi yang diberikan Dian terdengar sangat sederhana, tetapi sebenarnya sangat penting dan sudah memberikan Wira arahan tentang bagaimana dia harus mendapatkan garam.
"Awalnya, aku mau pergi ke berbagai kabupaten untuk menjual sabun. Tapi, sabunku sudah dirampok bandit Yispohan. Jadi, nggak ada lagi yang bisa aku lakukan."
Dian berkata sambil tersenyum masam,
"Kalau boleh, aku ingin mengikuti Tuan dan menunggu kalian menyelesaikan pekerjaan kalian, lalu kembali ke Kabupaten Uswal bersama."
Perjalanan kembali ke Kabupaten Uswal sangat berbahaya. Sekarang,pengawal Dian yang tersisa hanyalah Tommy dan lukanya juga masih belum pulih. Hal yang terpenting adalah,Dian ingin membantu Wira mendapatkan garam agar bisa membalas jasanya.
Wira tersenyum dan menjawab,
"Tentu saja boleh."
Seiring dengan waktu yang berlalu, hanya ada 25 kilometer yang tersisa hingga mereka mencapai Kota Pusat Pemerintahan Jagabu. Wira sudah tambah paham mengenai situasi Kerajaan Nuala yang sebenarnya.
Di ibu kota kerajaan, setumpuk petisi baru dikirim ke kerajaan. Petisi-petisi itu dibaca dulu sekali oleh para sekretaris sebelum diklasifikasi.Dengan begitu, mereka bisa meringankan tugas kedua penasihat dan enam menteri.
Darsuki Lamantu, seorang sekretaris yang merupakan pejabat tingkat kelima mengambil sebuah petisi, lalu membacanya.
Kemudian, dia pun membelalak dan seluruh tubuhnya mulai gemetar. Selesai membaca petisi itu, dia jatuh terduduk di kursi dengan terkejut. Petisi itu pun jatuh ke lantai.
"Darsuki, apa isi petisi itu hingga kamu begitu ketakutan?" tanya seorang sekretaris. Setelah melirik isi petisi itu, dia juga langsung terkejut dan ketakutan.
Keenam belas sekretaris membaca isi petisi, lalu saling memandang.
Namun, tidak ada yang berkomentar. Pada akhirnya, seorang sekretaris bernama Hengki Jemadi menyeka keringat dinginnya dan berkata,
"Iqbal bernyali sekali! Beraninya dia mengucapkan kata-kata seperti ini.Dia jelas-jelas sedang melawan para pejabat dan keluarga bangsawan! Mari kita beri tahu kedua penasihat dan keenam menteri agar mereka bisa menangani masalah ini secepat mungkin."
Bab 183
Saat menulis petisi ini, Iqbal sudah menghapus banyak bagian, seperti batas waktu tiga ratus tahun sebuah kerajaan bisa bertahan. Awalnya, dia sudah hendak mengambil risiko untuk menulisnya. Namun, dia takut melibatkan Wira. Jadi, dia menghapus semuanya.
Namun, isi petisi itu tetap sangat mencengangkan.
[ Penderitaan di seluruh negeri terjadi karena pencaplokan lahan dan penetapan kelas sosial. Para pejabat dan keluarga bangsawan memiliki tanah yang luas, sedangkan pajak yang mereka bayar sangat sedikit. Di sisi lain, rakyat hanya memiliki beberapa hektar tanah atau bahkan hanya menyewa tanah.Namun, mereka harus membayar pajak yang tinggi.Hal ini sudah mengakibatkan mereka hidup kekurangan dan tidak bisa berobat pada saat sakit. ]
[Jika hal ini dibiarkan terus-menerus, negara akan mengalami bahaya. Pemungutan pajak pada dasarnya hanya dilakukan untuk mengisi kas negara. Intinya berada pada uang siapa yang diambil.Rakyat miskin seharusnya diberi keringanan pajak atau dibebaskan dari pajak.... ]
Setelah keenam menteri datang,mereka pun membaca isi petisi itu dan diam-diam memaki Iqbal dalam hati. Tidak lama kemudian, kedua penasihat juga tiba.
Kemal membaca isi petisi itu dan langsung terkejut. Dia tahu Iqbal sangat bertalenta, jujur, adil, dan tidak korupsi. Dia memiliki prestasi dalam memerintah rakyat, tetapi tidak memiliki pemahaman yang luas mengenai kebijakan negara.
Saat meninggalkan ibu kota waktu itu,
mereka berdua pernah berdiskusi secara mendalam. Kemal tidak pernah berpikir untuk mengalokasikan tanah kepada rakyat. Namun, hanya dalam waktu singkat selama beberapa bulan, Iqbal mampu memikirkan kebijakan sebesar ini lagi. Kemal yakin pasti ada orang yang membantu Iqbal.Benar juga, dari surat pribadi yang dikirim Iqbal, dia pernah menyebutkan seorang pelajar bernama Wira Darmadi yang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah negara dan bakat yang sangat luar biasa. Dia juga mengajukan kepada Raja Bakir untuk memberikan Wira posisi penting di istana.Kebijakan merobohkan tembok pasar waktu itu juga merupakan usul Wira.
Namun, petisi ini tidak menyebutkan apa-apa tentang Wira.
Setelah dipikir-pikir, hal itu sangat wajar. Ini adalah petisi yang akan disampaikan dalam rapat istana, juga bisa menyinggung para pejabat dan keluarga bangsawan.
Dengan sifat Iqbal, dia tidak mungkin menyebut tentang Wira dan membahayakannya.Ardi mengambil petisi itu, lalu membacanya dalam diam dan tanpa ekspresi. Bahkan saat kerajaan diinvasi, mereka juga tidak bersikap seserius ini. Saat ini, semua orang pun terdiam. Bukan karena isi petisi ini tidak bagus, melainkan sangat tepat sasaran dan sudah mengungkapkan akar permasalahan Kerajaan Nuala.
Namun, ini adalah permasalahan yang sangat sensitif.Dari perspektif kerajaan, orang yang berani mendukung petisi ini akan bermusuhan dengan seluruh pejabat dan keluarga bangsawan di seluruh negeri.
Dari perspektif individu, mereka semua adalah anggota keluarga bangsawan yang memiliki sangat banyak tanah. Jika mereka mendukung petisi ini,pajak yang harus dibayar mereka setiap tahun akan menjadi sangat tinggi.
Namun, tidak ada satu pun orang yang berani menunjukkan bahwa mereka tidak mendukungnya.
Selain tidak menguntungkan para pejabat dan keluarga bangsawan, kebijakan ini akan menguntungkan kerajaan dan rakyatnya. Asalkan kebijakan ini bisa dijalankan, Kerajaan Nuala pasti bisa kembali makmur.
"Ini adalah kebijakan yang sangat besar, bukan sesuatu yang bisa kita bicarakan dengan sembarangan. Mari kita bawa ini ke ruang baca Raja!" ujar Ardi.Kemal juga mengangguk dan memiliki pemikiran yang sama. Enam menteri pun mengikuti mereka pergi ke ruang baca Raja.
Situasi ini membuat para pengawal, kasim, dan pelayan istana keheranan. Dalam lima tahun setelah Raja Bakir mengambil ahli takhta, ini adalah pertama kalinya kedelapan orang ini meminta untuk bertemu Raja secara bersamaan. Sebenarnya, ada masalah besar apa? Di Paviliun Harmoni, Raja Bakir sedang menonton pertunjukkan opera.Dari waktu ke waktu, dia akan melirik wajah Selir Susan yang sangat cantik itu. Matanya terlihat lelah, tetapi juga dipenuhi semangat. Susan adalah wanita tercantik di Provinsi Sebra. Dia memiliki wajah yang cantik, kulit yang mulus, dan tubuh yang indah. Bahkan Raja Bakir yang sudah terbiasa melihat wanita cantik juga masih sangat terpesona pada kecantikan Susan. Seorang kasim masuk tanpa bersuara,lalu membisikkan sesuatu kepada kepala kasim. Kepala kasim langsung terkejut dan melirik ke arah Raja Bakir. Setelah pertunjukan opera selesai, dia baru maju dan berkata,
"Yang mulia, kedua penasihat dan enam menteri sudah menunggu Yang Mulia di ruang baca."
Raja Bakir bertanya dengan heran,
"Ada masalah apa?"
Kepala kasim menjawab dengan hati-hati,
"Dengar-dengar, Iqbal dari Kabupaten Uswal mengirim sebuah petisi lagi. Kedelapan petinggi itu tidak tahu harus mengambil keputusan apa dan ingin menanyakan pendapat Yang Mulia."
"Iqbal?"
Ekspresi Raja Bakir langsung menjadi muram. Dia berkata,
"Dia sudah dipindahkan ke Provinsi Jawali,tapi masih nggak tahu diri? Beberapa saat yang lalu, dia baru menuliskan petisi tentang merobohkan dinding pasar. Hal itu sudah membuat seluruh kerajaan ribut besar. Sekarang, petisi apa lagi yang ditulisnya? Apa dia mau aku mencabut jabatannya?"
Kepala kasim menunduk tanpa berani bersuara.
Susan berkata dengan lembut,
"Yang Mulia, jangan marah. Kalau kedelapan petinggi kerajaan meminta untuk menemuimu, itu pasti bukanlah
masalah kecil."
"Aku akan segera kembali," kata Raja Bakir.
Kemudian, dia pun pergi ke ruang bacanya. Setelah membaca isi petisi itu, dia juga mengerutkan keningnya.
[ Pilar kerajaan adalah para pejabat, tetapi orang-orang ini juga merupakan koruptor yang merobohkan pilar negara. Untuk menyingkirkan 'akar permasalahan negara, kerajaan harus melakukannya dari mendisiplinkan para pejabat. Baik rakyat maupun pejabat harus menyerahkan dan diberikan tanah yang sand besar banyak. Jika kebijakan ini berhasil dijalankan, Kerajaan Nuala pasti bisa kembali makmur untuk waktu yang lama.... ]
Isi petisi ini berisi analisis tentang akar permasalahan Kerajaan Nuala dan jalan keluarnya. Setiap kata-katanya sangat tepat dan membuka mata orang.
Bab 184
Setelah membaca petisi itu, Raja Bakir berdiri dan berjalan mondar-mandir di ruang bacanya. Kemudian, dia membaca ulang petisi itu sekali lagi dan berjalan mondar-mandir lagi.Raja Bakir bisa mendapatkan posisi sebagai pemimpin kerajaan bukan hanya karena bakat dan kecerdasannya yang luar biasa. Dia juga pernah mendapatkan pendidikan untuk menjadi seorang raja sehingga visinya lebih jauh daripada petinggi-petinggi di kerajaan.
Jika kebijakan pemerataan pembagian tanah dan pemungutan pajak yang seimbang bisa diimplementasikan dengan baik, Kerajaan Nuala pasti bisa menjadi makmur.
Namun, dari pengertiannya terhadap Iqbal, Iqbal tidak mungkin bisa membuat kebijakan seperti ini.
Siapa yang memberinya petunjuk? Apakah orang bernama Wira yang pernah Iqbal sebut di petisi sebelumnya?
Akan tetapi, seorang pelajar yang masih muda dan belum melewati ujian kabupaten tidak mungkin memiliki wawasan setinggi ini. Pasti ada ahli di baliknya!
Namun, meskipun kebijakan ini sangat bagus, bangsa Agrel tidak berhenti menargeti Kerajaan Nuala.
Jadi, stabilitas harus menjadi prioritas utama kerajaan.Pikiran kedua penasihat dan enam menteri juga sangat kacau. Mereka bukanlah orang biasa dan juga mendapat dukungan dari banyak keluarga besar. Tidak mungkin ada orang yang begitu mulia dan bersedia berkorban secara cuma-cuma untuk membantu negara.
Setelah membaca petisi itu untuk yang ketiga kalinya, Raja Bakir menatap kedelapan petinggi kerajaan itu dan berkata,
"Pak Binarwan, kamu itu menteri perekonomian yang bertanggung jawab atas pajak negara.Coba katakan pendapatmu mengenai pemerataan pembagian tanah dan pemungutan pajak yang seimbang.
Binarwan menjawab,
"Lapor, Yang Mulia, kalau kebijakan pemerataan pembagian tanah dan pemungutan pajak yang seimbang bisa dijalankan, pendapatan pajak bisa meningkat tiga kali lipat. Jumlahnya bahkan bisa melewati ratusan juta."
Saat ini, pajak yang diterima Kerajaan Nuala sebesar 23 juta per tahun. Jumlah ini masih belum mencapai setengah dari jumlah pajak yang didapatkan dari masa kejayaan kerajaan dulu.
"Ratusan juta? Kalau pajaknya mencapai ratusan juta, tidak akan masalah apabila kita memberikannya sedikit kepada bangsa Agrel." Raja Bakir melanjutkan dengan ekspresi serius,
"Menurut kalian, apa kebijakan ini bisa dijalankan?"
"Yang Mulia, kebijakan ini sangat sulit untuk dijalankan! Soalnya, kebijakan ini menargeti para pejabat dan keluarga bangsawan. Mereka tidak mungkin setuju!"
"Aku takut begitu kebijakan ini dijalankan, semua pejabat dan keluarga bangsawan akan menentang dan membuat keributan. Pada saat itu, apabila para pejabat, keluarga bangsawan, dan rakyat menolak untuk membayar pajak, bagaimana negara ini bisa dijalankan?"
"Segala sesuatu pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Kebijakan ini punya kelebihan yang besar, tapi juga kekurangan yang besar."
Keenam menteri itu mengungkapkan pendapat masing-masing dan menyatakan ketidaksetujuan mereka.
Raja Bakir bertanya,
"Pak Kemal,bagaimana menurutmu?"
"Kebijakan ini sangat bermanfaat bagi negara dan rakyat, juga bisa membuat Kerajaan Nuala makmur untuk sangat lama."
Setelah mempertimbangkan baik-baik, Kemal berkata,
"Kalau Yang Mulia ingin menjalankan kebijakan ini, aku akan menulis surat untuk meminta dukungan penuh dari keluargaku."
"Terima kasih atas niat baikmu!" puji Raja Bakir.
Kemudian, dia menoleh ke arah Ardi dan bertanya,
"Bagaimana menurut Pak Ardi?"
"Kalau kebijakan ini dicetuskan 50 tahun yang lalu, aku pasti akan memberi dukungan penuh."
Ardi berkata dengan sopan,
"Tapi, kita sedang dikelilingi oleh musuh kuat.Apabila kita menerapkan kebijakan ini,para pejabat dan keluarga bangsawan di seluruh negeri mungkin akan membuat kerusuhan. Kalau musuh kita memanfaatkan kesempatan itu untuk menyerang, hal itu akan sangat merugikan kerajaan!"
Raja Bakir juga memiliki pemikiran yang sama. Dia mengangguk setuju dan berkata dengan suara berat,
"Kesampingkan saja petisi ini. Jangan dibahas di rapat istana agar tidak menimbulkan keributan di antara para pejabat."
Kemal pun mengerutkan keningnya. Raja Bakir menginginkan kestabilan, tetapi kekuatan negara terus melemah dan bahkan sudah tidak mampu melawan bangsa Agrel lagi.
Jika kebijakan ini diterapkan, mungkin saja situasinya bisa berubah. Apabila Menunggu hingga 8-10 tahun,
kebijakan ini mungkin sudah tidak bisa diterapkan lagi.
"Baik!" Semua orang mengangguk.
Saat Raja Bakir hendak pergi, Kemal mencegahnya dan berkata,
"Yang Mulia, dengan keadaan kas negara sekarang dan keadaan rakyat yang tidak mampu membayar pajak,kita harus mencari cara untuk menyelesaikan masalah ini. Apabila kebijakan pemerataan pembagian tanah tidak bisa dijalankan, kita bisa menerapkan kebijakan perobohan dinding pasar untuk dijadikan pasar malam.Dengan begitu, negara bisa mendapatkan tambahan pajak dari bisnis itu."
"Kebijakan ini mungkin tidak dapat dilakukan di daerah perbatasan yang tidak stabil, tetapi bisa dijalankan di wilayah yang aman. Harap Yang Mulia memberikan izin."
"Baiklah, aku setuju," jawab Raja Bakir setelah merenung sejenak.
Saat ini, kas negara sudah kosong. Jika masalah ini tidak diselesaikan,Kerajaan Nuala tidak mungkin bisa bertahan.Ardi tetap berekspresi datar, tetapi Menteri Perindustrian, Menteri Keadilan, dan Menteri Perekonomian mengerutkan keningnya Kebijakan ini sudah dibahas beberapa kali di rapat istana dan faksi Ardi selalu menentang.
Bab 185
Sekarang, Raja Bakir sudah menyetujui penerapan kebijakan itu.Para pejabat istana lainnya pasti akan merasa faksi Kemal berhasil menekan fakÅŸi Ardi. Para pejabat netral mungkin akan memilih untuk berpihak pada Kemal dan memperkuat faksi Kemal. Namun, apabila perseteruan ini dilanjutkan terus,kondisi pemerintahan juga akan menjadi sangat kacau.Menteri Ritus dan Menteri Perang merasa sangat gembira. Dalam masalah kali ini, faksi Kemal sudah menang.
"Terima kasih, Yang Mulia!"
Kemudian, Kemal bertanya,
"Iqbal juga berkontribusi dalam menyuarakan kebijakan ini. Apa dia perlu dikembalikan ke posisinya di ibu kota?"
Raja Bakir menjawab sambil mengerutkan kening,
"Kita diskusikan saja masalah itu lain kali."
Ini jelas adalah bentuk penolakan. Kemal berkata lagi,
"Harap Yang Mulia bisa mempekerjakan Wira,pencetus kebijakan ini."
"Dia bahkan masih belum lulus ujian kabupaten. Kalau kita mempekerjakannya, bagaimana dengan cendekiawan lain yang ada di negeri ini?"Raja Bakir berkata tanpa ekspresi, "Kalau dia benar-benar bertalenta, dia seharusnya mengikuti ujian kerajaan agar bisa mengabdi kepada kerajaan.
Nanti, Raja Bakir akan mengutus Pasukan Rahasia Naga untuk menyelidiki siapa ahli tersembunyi yang ada di balik Wira, lalu mengundangnya ke ibu kota. Pelajar yang hanya bertugas untuk menyuarakan pendapat itu masih belum layak untuk ditemuinya.
"Baik!"
Kemal mau tak mau harus menyerah.
Dari temperamen Iqbal, dia pasti sudah menyelidiki dengan teliti latar belakang Wira sebelum merekomendasikannya. Hanya saja, Raja Bakir memiliki pandangan buruk terhadap Iqbal dan tidak bersedia memercayai Wira.Akan sangat disayangkan apabila Wira hanya direkrut sebagai seseorang yang bekerja untuk penasihat kiri.
Namun,jika Wira mengikuti ujian kerajaan, dia membutuhkan paling tidak tiga tahun sebelum bisa menjadi pejabat yang bekerja dalam istana.
'Haih, demi kepentingan negara sebaiknya aku menuliskan surat kepada Tuan Wira dan memintanya untuk menunjukkan diri,' pikir Kemal.
Keesokan harinya, di luar Kota Pusat Pemerintahan Jagabu.
"Tuan, berikanlah aku makanan!"
"Tuan, kamu pasti panjang umur dan kaya.Berikanlah aku sebuah roti!"
"Tuan, putriku sangat cantik.Bagaimana kalau kamu membelinya dengan 1.000 gabak?"
"Tuan, aku rela menjual diri sebagai budakmu!"
Sekelompok penduduk miskin menghentikan kereta kuda Wira untuk meminta makan.Mereka semua berpakaian compang-camping dan sangat kurus. Cuaca di tempat ini sangat dingin, tetapi mereka hanya mengenakan pakaian yang tipis dan sebagian besar orang juga bertelanjang kaki.
Danu dan yang lainnya pun merasa sangat sedih saat melihat mereka. Lebih dari sebulan yang lalu, situasi mereka juga kurang lebih sama dengan para pengemis ini.Saat melihat para pengemis ini, Wira pun terdiam.
Dian memberi nasihat dengan suara rendah,
"Jumlah mereka terlalu banyak, kita nggak mungkin bisa menolong mereka semua."
Begitu melewati Yispohan, jumlah penduduk miskin yang mereka temui langsung melonjak. Sepanjang perjalanan,
Wira sudah membagi-bagikan hampir satu juta gabak untuk mereka. Dengan uang itu, mereka memang bisa mengatasi masalah kelaparan untuk sesaat, tetapi sangat sulit bagi mereka untuk bisa lanjut bertahan hidup.
"Sebelum sukses, kita hanya bisa berusaha mengembangkan diri.Setelah sukses, kita baru bisa berusaha untuk memberikan manfaat bagi seluruh orang di dunia."
Wira berdesah sambil memejamkan mata.Kemudian, dia menutup tirai kereta kuda dan berkata,
"Ayo masuk ke kota!"
Saat melihat Wira yang begitu bersimpati pada rakyat jelata, Dian bertambah kagum padanya.
Sepanjang perjalanan, mereka tidak banyak berbicara.
Namun, perjalanan yang penuh rintangan ini sepertinya telah membawa perubahan dalam hubungan mereka.
Danu menyerahkan surat izin membawa senjata dan surat izin perdagangan pedang yang sudah dipersiapkan dari Kabupaten Uswal. Pengawal yang menjaga gerbang kota
menerima dokumen itu, lalu meliriknya dan berkata dengan santai,
"Biaya masuk kereta kuda bisnis 1.000 gabak, sebilah pedang 100 gabak."
Setelah menyerahkan total 2.600 gabak, kelompok Wira pun memasuki Kota Pusat Pemerintahan Jagabu. Pejabat yang menjaga gerbang kota memanggil seorang pengawal, lalu memberi perintah,
"Cepat ikuti sekelompok orang dari Kabupaten Uswal itu. Lihat mereka hendak pergi ke mana."
Pengawal itu bertanya dengan heran,
"Pak Thamrin, siapa orang-orang itu? Siapa yang mau cari tahu tentang mereka?"
"Jangan menanyakan sesuatu yang nggak seharusnya kamu tanyakan!"
Setelah menegur dan mengusir pengawal itu, Thamrin bergumam dengan heran,
"Siapa sebenarnya sekelompok orang dari Kabupaten Uswal itu? Kenapa Keluarga Yumandi dan Keluarga Gumilar yang merupakan keluarga bangsawan sangat menunggu berita ketibaan mereka?"
Bab 186
Di bagian selatan Kota Pusat Pemerintahan Jagabu.Ada sebuah kediaman yang sangat besar dan mewah. Itu adalah Kediaman Yumandi. Di dalam rumah ini, ada bukit tiruan, sungai kecil,paviliun, gazebo, danau buatan, dan tanaman yang banyak.
Di halaman, ada hewan peliharaan seperti burung, anjing, kucing, dan sebagainya. Hewan-hewan peliharaan ini diurus oleh orang khusus, juga diberi makan ikan dan daging.Ada total lebih dari 100 orang pengawal dan pelayan di rumah ini.
Mereka semua memakai pakaian yang bagus. Bahkan anjing dan kucing yang dipelihara di rumah ini juga mengenakan rantai yang terbuat dari emas.Di ruang tamu Kediaman Yumandi,ada dua pria paruh baya yang sedang duduk berhadapan. Pria yang satu bertubuh gemuk, berat badannya mungkin sekitar 150 kilogram.
Dia adalah Sanur Yumandi, putra ketiga Keluarga Yumandi dan penanggung jawab bisnis garam Keluarga Yumandi. Pria satunya lagi bertubuh kurus, bermata tajam, dan terlihat seperti orang cerdas. Dia tidak lain adalah Johan Silali, putra kedua Keluarga Silali.
Seorang pengawal berjalan masuk dan berkata,
"Tuan Sanur, pejabat penjaga pintu kota memberi kabar bahwa sekelompok orang dari Kabupaten Uswal itu sudah tiba di kota!"
"Oke," sahut Sanur dengan ekspresi datar. Dia sudah berusia empat puluhan tahun, tetapi berhubung ayahnya masih hidup, dia masih tetap dipanggil tuan.
Setelah itu, pengawal itu pun keluar.
"Tuan Sanur, kamu harus menegakkan keadilan untuk Keluarga Silali! Bajingan itu sudah terlalu kejam!"
Johan berlutut di lantai, lalu berkata dengan sedih,
"Dia sudah membuat kakakku masuk penjara dan dikirim ke tentara. Harta seluruh keluarga kami sudah disita dan nyawa keponakanku juga sudah direnggutnya.Keponakanku itu satu-satunya pelajar dari keluarga kami dan seharusnya memiliki masa depan yang cerah!"
Begitu keponakannya tewas, empat pelayan keluarga mereka kabur dan dua orang berhasil ditangkap kembali.Saat menemukan lokasi di mana mayat keponakannya dibuang,tubuhnya sudah dicabik-cabik oleh serigala hingga tulangnya juga tidak bersisa. Oleh karena itu, mereka bahkan tidak bisa melapor ke pengadilan.
Meskipun pelayan mereka mengatakan orang yang membunuh keponakannya adalah Jamal, Johan tidak percaya. Senjata Jamal adalah kapak,sedangkan tiga bandit yang membunuh keponakannya menggunakan belati. Jika mereka tidak segan menunjukkan identitas mereka, untuk apa mereka memakai topeng?Johan yakin orang di balik pembunuhan itu pasti adalah Wira.Sanur berkata dengan acuh tak acuh,
"Kalau bukan karena kakak dan keponakanmu punya ambisi yang terlalu tinggi, juga bersikeras ingin menikahi putri Boris agar bisa melepaskan diri dari kendali Keluarga Yumandi, mana mungkin mereka berakhir seperti itu."
"Tuan, itu semua rencana kakak dan keponakanku. Selama ini, aku tinggal di kota pusat pemerintahan. Aku sama sekali nggak tahu tentang apa yang terjadi di Kabupaten Uswal. Aku sangat setia pada Keluarga Yumandi dan juga merupakan pesuruh Tuan. Aku akan menuruti semua perintah Tuan tanpa ragu!"
Johan tidak berhenti bersujud hingga dahinya berdarah. Hal terpenting dari bekerja untuk orang yang berkuasa adalah loyalitas.Meskipun Keluarga Silali sudah merosot, asalkan bisa mendapatkan dukungan dari Keluarga Yumandi,mereka pasti bisa berkembang lagi.
"Sudahlah. Berdiri!"
Sanur mendengus,
"Dulu, ayahmu sudah melayani ayahku, kakakmu melayani kakakku, keponakanmu melayani keponakanku, dan kamu melayaniku.Tiga generasi Keluarga Silali sudah berbakti kepada Keluarga Yumandi. Meskipun kakak dan keponakanmu sedikit membangkang,mereka sudah disingkirkan, Keluarga Yumandi nggak akan mempermasalahkannya lagi."
"Terima kasih, Tuan!"
Johan pun mengalihkan pembicaraan dan berkata dengan serius,
"Wira sudah sampai di kota pusat pemerintahan. Dia pasti akan segera mengunjungi Kediaman Yumandi untuk membeli garam."
Sanur mencibir,
"Bawahan Keluarga Yumandi yang membangkang hanya boleh dihukum oleh Keluarga Yumandi, masih belum giliran anak bau kencur sepertinya untuk ikut campur. Aku akan memberi perintah kepada para pelayan untuk melarangnya masuk waktu dia datang nanti!"
Duk, duk, duk!
Johan bersujud lagi dan berkata dengan berlinang air mata,
"Terima kasih, Tuan! Berhubung Tuan.sudah membantu kakak dan keponakanku membalas dendam,semua generasi Keluarga Silali akan menjadi budak Keluarga Yumandi. Aku akan menjadi pesuruh Tuan selama sisa hidupku dan menuruti semua perintahmu!"
Jika Sanur tidak bersedia menemui Wira, itu artinya Wira tidak akan mendapat garam. Dengan begitu, Kabupaten Uswal akan kekurangan garam tahun depan. Jika timbul masalah yang begitu besar, Iqbal akan kehilangan posisinya sebagai pemimpin kabupaten, sedangkan Wira akan dijebloskan ke penjara dan mungkin dijatuhi hukuman mati. Pada saat itu, Keluarga Silali akan tetap menjadi pedagang garam di Kabupaten Uswal.
"Dia hanya seorang anak bau kencur dari desa.Keluarga Yumandi bisa menghabisinya dengan gampang,"ujar Sanur sambil mengelus-elus kepala Johan bagaikan sedang mengelus seekor anjing.
Johan langsung merinding. Ancaman ini sebenarnya juga ditujukan untuknya. Sanur ingin memperingatinya untuk tidak bertindak seperti kakak dan keponakannya. Setelah masuk ke kota, kelompok Wira pun mencari penginapan untuk tinggal.
Bab 187
Setelah makan dan tidur nyenyak, kelelahan selama perjalanan pun lenyap. Namun, Wira masih tidak keluar dari kamar, melainkan berlatih Wing Chun di kamar. Sejak mulai latihan dengan teratur, dia merasa tubuhnya sudah semakin kuat. Dia tidak lagi merasa sakit punggung atau lutut.
Jika Wira berlatih Wing Chun setelah duduk di kereta kuda seharian, dia akan merasa segar keesokan harinya.
Dia juga dengan jelas merasakan bahwa tubuhnya sudah bertambah kuat setiap bangun tidur. Sayangnya,Wulan tidak ikut dalam perjalanan kali ini.
Tok, tok, tok!
Tiba-tiba, terdengar suara pintu diketuk. Kemudian, terdengar suara Dian yang memanggil,
"Tuan Wira!"
Ceklek! Wira membuka pintu kamar dan matanya langsung berbinar. Semalam, Dian sudah mandi. Dari tubuhnya, masih tercium aroma sabun yang ringan. Wajahnya yang cantik sudah dirias tipis dan dia juga menggunakan lipstik.
Hari ini, dia mengenakan gaun putih.
Penampilannya terlihat sangat cantik dan lembut.Dian yang ditatap seperti itu oleh Wira merasa agak malu dan memalingkan wajah. Kemudian, dia berkata dengan suara rendah,
"Tuan, sudah saatnya kita membeli hadiah untuk mengunjungi Kediaman Yumandi."
Wira tersadar dari lamunannya, lalu menjawab sambil menggeleng,
"Aku masih belum berencana untuk pergi ke Kediaman Yumandi."
Dian berkata,
"Cepat atau lambat,kamu harus pergi juga. Baik garam dari gudang pemerintah atau Tambak Garam Fica, keduanya dikuasai oleh Keluarga Yumandi. Kalau nggak mencari mereka, kamu nggak akan mendapatkan garam dari pemerintah. Kalau kamu tertangkap menggunakan garam pribadi, hukumannya akan sangat berat! Berhubung sudah datang, kunjungilah mereka lebih awal.Itu akan menunjukkan ketulusanmu. Kalau nggak, Keluarga Yumandi pasti akan mempersulitmu!"
Kupon garam yang dibagi pemerintah untuk meningkatkan pendapatan kerajaan telah menjadi masalah serius
selama bertahun-tahun.Saat ini,semua kupon itu baru bisa ditukarkan hingga belasan tahun ke depan.Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah menerapkan sistem kutipan garam di gudang garam lokal.Setelah membawa kupon garam ke gudang garam untuk membeli kutipan garam, seseorang baru bisa pergi ke tambak garam untuk membeli garam.
Namun, kutipan garam tidak bisa dibeli semudah itu. Kutipan garam Kota Pusat Pemerintahan Jagabu sudah dimonopoli oleh Keluarga Yumandi. Selain kutipan garam,Keluarga Yumandi juga memonopoli hampir sebagian besar Tambak Garam Fica.Oleh karena itu, untuk membeli garam pemerintah, seseorang harus mencari Keluarga Yumandi dan melalui prosedur yang sulit. Jika seseorang mendapatkan garam, tetapi tidak melakukan prosedur lengkap, itu tetap termasuk garam pribadi. Jika tertangkap, hukumannya bisa berupa pengasingan atau hukuman mati.
Jadi, begitu para pedagang garam sampai ke Kota Pusat Pemerintahan Jagabu, mereka akan terlebih dahulu mengunjungi Kediaman Yumandi.
"Kalau statusnya nggak setara, ketulusan sebesar apa pun juga nggak akan berguna," jawab Wira sambil menggeleng.
Kemudian, dia mengalihkan pembicaraan dengan berkata,
"Aku punya sebuah pertanyaan."
"Silakan tanya."
"Apa kamu akan bernegosiasi bisnis dengan seorang penduduk desa?"
Dian kurang mengerti maksud Wira menanyakan pertanyaan itu. Jangankan penduduk desa, Dian bahkan tidak akan bernegosiasi bisnis secara langsung dengan pejabat atau
tuan tanah. Apabila ada penduduk desa yang hendak berbisnis dengan Keluarga Wibowo, mereka paling-paling akan bertemu dengan seorang pelayan biasa.
Wira mengangguk dan berkata,
"Kamu itu putri sulung Keluarga Wibowo, tentu saja kamu nggak bersedia menemui seorang penduduk desa.
Menurutmu, apa Keluarga Yumandi yang begitu terkemuka bersedia bertemu dengan orang desa sepertiku?"
"Biarpun aku lumayan terkenal di Kabupaten Uswal,aku bukanlah siapa-siapa bagi mereka."
"Mereka bahkan nggak peduli sama pemimpin kabupaten yang merupakan pejabat tingkat ketujuh. Kalau aku pergi ke Kediaman Yumandi sekarang, aku bukannya berbisnis dengan mereka, melainkan merendahkan diri untuk mengemis pada mereka!" ujar Wira.
Dian menjawab,
"Tuan, kedudukan seseorang nggak mungkin berubah dalam waktu singkat. Berhubung sudah mendapatkan kupon garam,
kita nggak punya pilihan lain selain memohon pada mereka."
Kerajaan Nuala memiliki perbedaan status sosial yang sangat jelas, contohnya gelandangan, rakyat jelata, pejabat kecil, tuan tanah, orang kaya desa, keluarga kaya kabupaten, keluarga bangsawan dan sebagainya. Setiap tingkatan memiliki status dan kedudukan yang berbeda. Seseorang tidak mungkin bisa meningkatkan status sosialnya selain dengan mengikuti ujian kerajaan. Di sisi lain,mengikuti ujian kerajaan dan menjadi pejabat tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat.
Wira berkata sambil tersenyum,
"Yang namanya bisnis itu bukan didapatkan dari mengemis.
Lagian, aku mengidap saraf terjepit dan sulit untuk membungkuk.Jadi, aku nggak bisa memohon sama orang lain!"
Bab 188
"Saraf terjepit?"
Dian tidak mengerti maksud Wira untuk sesaat. Setelah mengerti, Dian berkata,
"Aku tahu sebagai seorang pelajar, Tuan Wira pasti punya harga diri yang tinggi.
Bagaimana kalau aku yang menggantikanmu mengunjungi Kediaman Yumandi?"
Wira bertanya dengan terkejut,
"Kamu mau menggantikanku pergi mengemis pada orang lain?"
Dian menjawab dengan malu,
"Tuan sudah menyelamatkanku. Jadi, nggak masalah apabila aku harus menggantikan Tuan untuk mengemis pada orang lain. Lagian, aku hanya seorang wanita. Harga diriku nggak begitu penting."
Wira menggeleng dan menjawab,
"Harga diriku juga nggak begitu penting. Hanya saja, bisnisnya nggak bakal lancar kalau kita pakai cara mengemis"
Dian bertanya dengan bingung,
"Jadi,harus bagaimana?"
Dian memiliki wawasan yang cukup luas, tetapi dia tidak bisa memikirkan cara lain untuk melewati rintangan ini selain mengemis pada Keluarga Yumandi.
Wira menjawab sambil tersenyum,
"Kalau nggak mau mengemis pada mereka, ya buat saja mereka mengemis pada kita!"
"Me... mengemis pada kita?" tanya Dian dengan terkejut. Jika orang lain yang berkata seperti itu, dia mungkin akan mengira orang itu sedang membual dan tidak tahu diri.
Namun,pria di hadapannya selalu memiliki metode yang luar biasa dalam memecahkan masalah.Hanya saja, tidak peduli bagaimana pun Dian memeras otak, dia benar-benar tidak terpikirkan cara untuk membuat seseorang dari keluarga bangsawan mengemis pada seorang pelajar dari desa..
"Jangan bengong lagi!"
Wira melambaikan tangannya di depan Dian, lalu berbalik sambil berkata,
"Ayo temani aku pergi beli rumah!"
Dian bertanya dengan bingung,
"Beli rumah?"
Wira menjawab sambil terkekeh,
"Menginap di penginapan kurang nyaman dan nggak aman."
Ada banyak orang yang keluar masuk dari penginapan. Sementara itu,mereka membawa uang sebesar 280 juta gabak. Jadi, sangatlah tidak aman bagi mereka untuk tinggal di penginapan.
"Sewa saja!"
Dian mengusulkan,
"Kota Pusat Pemerintahan Jagabu terletak di perbatasan dan bisa diserang bangsa Agrel kapan saja. Meskipun harga rumah di tempat ini murah, segala sesuatu di sini akan hancur begitu bangsa Agrel meluncurkan serangan.Lebih aman kalau sewa rumah saja!"
Wira mengangguk dan menjawab,
"Baiklah kalau begitu!"
Berhubung usulnya diterima, Dian merasa sangat gembira. Dia pun memakai cadarnya dan mengikuti Wira keluar.Danu mengemudikan kereta kuda diikuti Ganjar dan Sony,
sedangkan Wira dan Dian duduk di kereta kuda. Mereka pun melaju menuju sebuah lembaga makelar.
Lembaga makelar adalah lembaga di Kerajaan Nuala yang menawarkan jasa dalam jaminan transaksi jual beli, pembayaran uang muka, dan pengaturan kontrak.
Ada dua jenis lembaga makelar, yaitu lembaga makelar pemerintah dan lembaga makelar swasta.
Lembaga makelar pemerintah memungut biaya yang rendah, tetapi pelayanannya sangat lambat.
Sementara itu, lembaga makelar swasta memberikan pelayanan yang lebih baik, tetapi biayanya lebih mahal. Setibanya mereka di sebuah lembaga makelar, Wira dan Dian turun dari kereta kuda, lalu berjalan masuk dengan membawa Sony.
Di sisi lain,Danu dan Ganjar menunggu di luar.Dari 11 orang yang dibawa Wira dari Kabupaten Uswal, Sony yang paling
bermuka tebal, cerdas, dan cocok untuk berbisnis.
Namun, wawasannya kurang luas karena tidak pernah keluar dari desa. Wira harus sering membawanya keluar agar bisa membimbingnya. Seorang pekerja berperawakan kurus dan terlihat cerdas menghampiri Wira.
Dia berkata sambil tersenyum,
"Namaku Samir. Kami menangani berbagai bisnis seperti garam, teh,kain, ternak, dan sebagainya, juga menawarkan jasa mencari orang, merekrut orang, menyewa rumah dan sebagainya. Apa yang Tuan butuhkan?"
Apakah lembaga makelar di era ini begitu besar hingga pekerja ini bisa menyebutkan segudang industri?
Jangan-jangan, dia itu penipu? Wira menunjuk ke arah Dian dan berkata,
"Diskusikan saja dengan dia!"
Begitu melihat Dian, Samir langsung terkejut. Meskipun wanita itu memakai cadar, kecantikannya tetap terpancar dan membuatnya terpesona.
Dia pun berkata sambil tersenyum,
"Nyonya...."
Dian menjawab dengan tersipu,
"Kami hanya teman, bukan suami istri."
"Nona dan Tuan terlihat sangat serasi. Aku kira kalian itu pasangan. Maaf,aku sudah salah berbicara dan pantas dipukul," ujar Samir sambil menampar mulutnya.
Kemudian, dia bertanya sambil tersenyum,
"Nona,apa yang bisa kubantu?"
Samir sengaja berkata seperti itu karena merasa ada sesuatu di antara pria dan wanita di hadapannya. Biarpun wanita itu membantah, dia pasti diam-diam merasa senang.
Nanti,wanita itu pasti akan memberinya komisi besar.
"Menyewa rumah."
Sepanjang perjalanan, Dian sudah menanyakan rumah seperti apa yang diinginkan Wira.
Jadi, dia langsung berkata,
"Mau Rumah besar yang luasnya sekitar 5-10 hektar. Lebih baik kalau lokasinya di bagian selatan kota."
Rumah di bagian selatan kota memang mahal, tetapi dijaga oleh banyak patroli sehingga sangat aman.
Bab 189
Wira pun menyerahkan semuanya kepada Dian. Dengan adanya Dian, dia sudah tidak perlu mengurus masalah sepele seperti menyewa rumah.
Alasan utamanya menyewa rumah besar adalah karena ingin membuat sabun dan memproduksi gula putih, lalu mencoba untuk menjualnya kepada orang bangsa Agrel.Di sisi lain, Sony memusatkan perhatiannya untuk mengamati dan belajar bagaimana cara Dian berkomunikasi dengan orang.
Orang yang ingin menyewa rumah besar tentu saja tidak akan memberi sedikit komisi. Samir berkata dengan gembira,
"Nona, lembaga makelar ini punya tiga rumah besar di kota bagian selatan. Yang pertama adalah vila milik Keluarga Wilianto. Luasnya sekitar 5 hektar, harga sewa per bulannya 50.000 gabak dengan minimal sewa satu tahun."
"Yang kedua adalah rumah milik pedagang luar kota, luasnya sekitar 7 hektar. Biaya sewanya 70.000 gabak dengan minimal sewa satu tahun. Yang terakhir juga merupakan rumah milik pedagang luar kota. Luas rumah ini paling besar, mencapai 10 hektar. Harga sewa per bulannya 100.000 gabak. Rumah itu didekorasi dengan sangat mewah dan sudah siap huni. Untuk biaya komisi, kami hanya akan mengambil harga sewa sebulan rumah yang kamu ambil."
Dian bertanya dengan acuh tak acuh,
"Berapa harga sewa bulanan terendah untuk vila Keluarga Wilianto?"
"Lima puluh ribu gabak!"
Samir menjawab dengan suara yang sedikit meninggi,
"Keluarga Wilianto itu keluarga bangsawan kota ini. Mereka nggak kekurangan uang dan menyewakan rumah mereka hanya untuk membangun reputasi. Dulu,harga sewa vila besar ini mencapai 100.000 gabak per bulan, lho!"
"Itu dulu, 'kan?"
Dian mendengus pelan,
"Sejak Kota Pusat Pemerintahan Jagabu menjadi kota perbatasan, sebagian besar keluarga bangsawan sudah pindah ke kota provinsi demi keamanan. Rumah yang mereka kosongkan sangat banyak,mungkin mencapai 100 unit.
Di sisi lain, rumah kosong seluas 5 hektar harus menyerahkan pajak 20.000 gabak setahun."
"Keluarga Wilianto paling nggak punya 10 rumah di tempat ini.Mereka mungkin nggak kekurangan uang,tapi juga nggak mungkin bersedia rugi 20.000 gabak setiap tahun untuk sebuah rumah kosong."
Saat mendengar analisis Dian, Wira pun merasa terkejut. Dia benar-benar tidak jelas mengenai hal ini.
Berhubung sudah bertemu dengan orang yang mengerti tentang situasinya, Samir pun menjawab sambil tersenyum,
"Wawasan Nona sangat luas, aku nggak mungkin bisa membohongimu. Harga sewa bulanan terendah vila Keluarga Wilianto itu 40.000 gabak. Harganya benar-benar nggak bisa di bawah itu lagi!"
Harga sewa terendah yang diberikan Keluarga Wilianto sebenarnya adalah 35.000 gabak. Namun, semakin tinggi harga sewa yang dibayar pelanggan, semakin tinggi pula komisi yang didapatkan Samir. Selain itu, dia juga bisa mendapatkan hadiah dari Keluarga Wilianto.
"Kalau nggak bisa kurang lagi, kami nggak jadi sewa deh!"
Dian berbalik dan berkata,
"Tuan, ayo kita pergi ke lembaga makelar lain."
Wira mengangguk dan berbalik. Dia merasa makelar ini sangat pintar karena tidak sekaligus memberikan harga terendah. Setelah tersadar, Sony juga menambahkan,
"Benar, ayo pergi ke lembaga makelar lain! Pasti ada yang bisa memberikan harga yang lebih murah. Lagian, ada begitu banyak rumah yang kosong kok."
Ketiga orang itu pun berbalik dan hendak pergi.
"Tuan, Nona, jangan pergi dulu. Kita masih bisa negosiasi harga sewanya!"
Samir buru-buru mencegat mereka dan berkata,
"Nona, kamu sangat cantik, tapi kenapa begitu jago tawar-menawar? Keluarga Wilianto nggak mungkin setuju memberikan harga 35.000 gabak per bulan. Soalnya,harga terendah yang diberikan mereka itu 40.000 gabak. Pajak rumah yang dibayarkan juga sesuai dengan harga yang ditetapkan pemerintah."
Jika Samir memberikan potongan 5.000 gabak lagi, harga sewa rumah itu akan menjadi harga terendah yang ditetapkan Keluarga Wilianto. Selain komisi yang sedikit, dia tidak akan mendapatkan apa-apa lagi.
Dian menjawab,
"Semuanya tergantung kamu mau melakukan bisnis ini atau nggak. Kami bisa mengganti lembaga makelar kapan pun itu."
Samir terpaksa berkata,
"Oke, 35.000 gabak sebulan. Aku akan diskusikan dengan anggota Keluarga Wilianto."
Samir akhirnya menyerah. Tidak masalah meskipun hanya bisa menghasilkan sedikit komisi. Bagaimanapun juga, bisnis sekarang sudah semakin buruk. Dian berkata dengan tenang,
"Untuk apa terburu-buru? Kita belum diskusi soal komisinya. Apa kamu nggak rasa komisi 35.000 gabak terlalu tinggi padahal kamu hanya seorang perantara?"
Berhubung Dian ingin menyentuh komisinya, Samir pun berkata dengan kesal,
"Nona, komisi sebesar harga sewa sebulan rumah adalah peraturan lembaga makelar. Lagian, sebagian besar komisi itu akan diserahkan ke lembaga makelar, aku cuma dapat sedikit uang dari komisi itu."
"Apa kamu tahu berapa gaji yang didapatkan pengawal dan pengurus rumah keluarga kaya, atau petugas patroli dan kepala petugas patrol dalam sebulan?"
Dian mengalihkan topik pembicaraan dengan berkata,
"Kami bisa memberimu paling banyak 10.000 gabak.Kalau nggak terima, ya sudah."
"Oke!"
Setelah terdiam sebentar,Samir menjawab,
"Nona, aku benar-benar salut sama kamu. Kamu sudah berhasil menawar harga sewa rumahnya jadi 35.000 gabak sebulan dan komisinya jadi 10.000 gabak.Aku akan diskusi dengan Keluarga Wilianto sekarang juga."
Samir akhirnya menerima kesepakatan itu. Dia merasa lebih baik mendapatkan sedikit uang daripada tidak sama sekali.
Dian berbalik, lalu berkata,
"Aku mau lihat rumahnya dulu!"
Samir langsung terkejut dan menjawab,
"Nona,apa kamu mau tawar-menawar lagi?"
"Mana mungkin?"
Dian berkata dengan senyum usil,
"Memangnya aku orang seperti itu?"
"Bukan!"
Samir buru-buru tersenyum menyanjung, tetapi menambahkan dalam hati,
'Kamu lebih kejam daripada itu!'
Bab 190
Wira memperhatikan semuanya dalam diam dan membiarkan Dian menangani semuanya. Dia merasa sangat terkejut karena Dian melakukan tawar-menawar. Saat pertama kali bertemu, Dian langsung mengeluarkan satu juta gabak untuk membeli sabun dari Wira. Saat di Yispohan, Dian juga tanpa ragu mengeluarkan satu juta gabak untuk menyuruh para bandit mengantarkan pengawal-pengawalnya pulang.
Sekarang, dia seolah-olah sudah berubah menjadi orang yang berbeda. Sekelompok orang itu pun pergi ke vila Keluarga Wilianto. Vila seluas lima hektar ini memiliki tiga pintu masuk dan tiga pintu keluar, juga dijaga oleh seorang pelayan tua. Halamannya dipenuhi oleh daun yang berguguran. Wira melirik sekilas vila ini dan vila ini sangat mirip dengan bangunan antik zaman dulu.
Danu,Ganjar, dan Sony juga tercengang setelah melihatnya.Di sisi lain, Dian malah berkata dengan tidak puas,
"Ada delapan pilar yang sudah retak dan perlu diganti.
Harganya paling nggak mencapai 12.000 gabak. Kurangi lagi harga sewanya jadi 1.000 gabak."
Samir bertanya dengan sedih,
"Nona,bukannya kamu bilang nggak bakal kurangi harga lagi?"
"Itu karena aku kira rumah ini siap huni. Nggak kusangka ternyata rumahnya begitu bobrok!" Dian menunjuk ke arah kolam di halaman, lalu berkata,
"Tuan kami pantang melihat ada kolam kosong. Kolam kecil itu harus ditimbun Keluarga Wilianto.Kalau nggak, kurangi lagi 1.000 gabak dari uang sewa dan kami akan timbun sendiri."
Wira pun tersenyum dan berpikir dalam hati,
'Sejak kapan aku pantang melihat kolam kosong?'
Samir berkata dengan tidak berdaya,
"Nona, harga paling rendah yang bisa kuberikan padamu 32.000 gabak. Benar-benar nggak bisa negosiasi lagi!"
Dian berkata dengan santai,
"Kalau nggak bisa negosiasi lagi, usahamu seharian ini bakal sia-sia. Kalau kamu bersedia negosiasi, kamu bisa dapat komisinya. Kasih tahu saja Keluarga Wilianto rumah ini sudah terlalu bobrok hingga nggak ada yang mau sewa. Lebih bagus kalau kamu bisa langsung suruh mereka untuk datang lihat sendiri keadaannya, mereka pasti setuju. Yang mereka perlukan itu bukan orang menyewa rumah, tapi orang kaya yang sanggup memelihara rumah ini."
"Oke!"
Samir berkata dengan tidak berdaya,
"Aku akan mencoba yang terbaik. Aku beri selamat dulu pada Tuan dan Nona. Semoga kalian bisa tinggal dengan bahagia di rumah ini."
'Kalian sudah mengurangi uang sewa dan komisi sampai begitu banyak. Kalau aku menyelamati kalian dulu, kalian pasti bakal kasih aku tambahan sedikit uang, 'kan?' pikir Samir. Wira pun menjadi canggung dan berpikir,
'Orang ini berani sekali mengatakan apa pun demi mendapatkan uang. Aku sudah punya istri, sedangkan Dian pernah menikah tiga kali.Apa-apaan ini!'
Dian berkata dengan serius,
"Jangan sembarangan bicara! Aku dan Tuan nggak punya hubungan apa-apa. Kalau ucapanmu tersebar, reputasi kami akan rusak!"
Jika Dian benar-benar meributkan hal ini, Samir tidak akan bisa melawannya. Jadi, dia pun menampar mulutnya sendiri, lalu berkata dengan sopan,
"Maaf, aku salah.Aku nggak seharusnya sembarangan berbicara."
Dian berbalik sambil menahan senyum, lalu berkata dengan angkuh,
"Potong lagi uang sewanya sebesar 2.000 gabak."
"Pfft!"
Wira sudah tidak bisa menahan tawanya. Sampai detik terakhir, Dian masih tetap melakukan tawar-menawar dengan makelar itu. Danu, Ganjar, dan Sony pun tercengang. Mereka tidak menyangka Dian yang sebelumnya begitu royal ternyata begitu jago melakukan tawar-menawar.
"Nona, kamu kejam sekali! Aku sudah jadi makelar dari usia 30 tahun, tapi belum pernah bertemu orang sekejam kamu. Aku benar-benar salut! Baiklah, aku akan bernegosiasi dengan Keluarga Wilianto!" ujar Samir sambil menggeleng.
Kemudian, dia berpamitan dan pergi dengan ekspresi cemberut. Sekelompok orang itu pun bersiap-siap untuk kembali ke penginapan. Di dalam kereta kuda, Dian yang ditatap oleh Wira pun bertanya dengan malu,
"Tuan, kenapa kamu menatapku?"
Wira terkekeh dan menjawab,
"Waktu di Kabupaten Uswal dan Yispohan,kamu bisa langsung mengeluarkan satu juta gabak tanpa ragu.Kenapa hari ini kamu begitu berbeda?"
"Ada uang yang harus dihemat dan nggak boleh dihemat. Tuan menjual sabun untuk mendapatkan uang, aku tentu saja nggak boleh tawar-menawar denganmu. Para pengawalku terluka demi aku, aku tentu saja harus menolong mereka.
Tapi, uang untuk menyewa rumah dan komisi seorang makelar nggak seharusnya sebesar itu," jelas Dian dengan serius.
Sepertinya dia sudah sering melakukan tawar-menawar seperti ini dengan orang lain.
"Terima kasih, ya!"
"Nggak usah sungkan."
"Apa kita perlu pergi ke lembaga makelar lain?"
"Nggak perlu, makelar itu pasti akan berhasil bernegosiasi dengan Keluarga Wilianto mengenai rumah itu."
"Oke!"
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
cerita inspirasi
BalasHapusgimana baca lanjutan nya
BalasHapusDi Goodnovel sudah Bab 2300 an. Jauh bingit
BalasHapus