71-80 #perjalanandimensiwaktusanggenius

 















Bab 71

Iqbal menghela napas, tiba-tiba dia melambaikan tangan dan berkata,

"Surya, kamu pakai cara apa sampai bisa membuat orang-orang sebanyak ini datang memberikan kesaksian?"
Surya tersenyum kecut.

"Tuan, mana mungkin saya bisa sehebat itu ...."

Brak!

Di belakang aula pengadilan,
Radit melemparkan gelas dengan marah. Raut wajahnya tampak suram.
"Tuan!"

Seseorang dengan cepat melangkah maju dan berkata,
"Keluarga Silali mengutus orang untuk menanyakan apakah masalahnya sudah selesai dibereskan?"

Radit mendengus dan berkata,
"Beri tahu Keluarga Silali, urusan ini tidak bisa dibereskan. Kalau mereka sudah tidak bisa menunggu lagi, kembalikan saja uang mereka. Suruh saja mereka urus hal ini sendiri!"

Di penjara kantor kabupaten.
Budi dengan bangga berkata,

"Doddy, Sony, dan Wira akan ditangkap. Aku akan bebas dari tempat ini dan kembali menjadi kepala desa. Kalau sampai saat itu tiba, kalian bisa menyerahkan rahasia teknik menangkap ikan milik Wira. Dengan begitu, kalian bisa menjadi anak buahku dan hidup senang Sony menatapnya seolah-olah Budi adalah orang bodoh.
“Memangnya kamu siapa? Mau aku mengkhianati Kak Wira dan mengikutimu? Bercermin dulu kamu pantas atau tidak"

Doddy hanya terdiam. Dia memandang pintu penjara lekat-lekat dan memikirkan bagaimana cara membuka pintu itu. Asalkan pintu itu bisa terbuka, dia akan mewakili Kak Wira untuk membunuh biang kerok ini. Tiba-tiba, seorang sipir penjara membuka pintu.

"Sony, Doddy, kalian sudah bisa keluar. Orang-orang dari Dusun Darmadi sudah menunggu kalian!"

Kedua mata Doddy langsung berbinar ketika berkata,
"Kak Wira menyelamatkanku?"

Sony mengangguk.
"Sudah pasti!"
"Bagaimana mungkin?"
Budi menatap pria yang barusan berbicara.

"Tuan, coba kamu tanyakan apakah hal ini bukan sebuah kesalahan. Yang harusnya dilepaskan itu aku, bukan mereka!"

Sipir penjara itu tertawa sinis melihatnya, lalu berkata,
"Ada orang yang menyuruhku untuk menyampaikan pesan. Jaga mulutmu itu baik-baik!"

Deg!

Budi tergeletak di tanah.
Sony mengancamnya di hadapan sipir penjara itu,
"Budi, Kak Wira adalah harapan bagi Dusun Darmadi. Kalau ada sesuatu yang terjadi padanya, kalaupun kamu menjadi kepala desa, kami akan mempertaruhkan nyawa untuk menghabisimu!"

"Jaga mulutmu baik-baik. Kalau tidak, aku akan membuat Keluarga Silali tidak punya keturunan!" ancam Doddy dengan lebih kejam lagi.

"Ka... kalian!"

Budi menatap sipir penjara itu dan berkata,
"Tuan, lihatlah mereka bahkan berani mengancam kami di penjara ini!"

"Diam saja kamu. Bisa hidup saja sudah cukup beruntung setelah menyinggung sarjana kecil di Dusun Darmadi itu!" Sipir penjara itu memutar bola matanya menatap Budi.

Meskipun dia belum sempat pergi ke pengadilan tadi, berita tentang pasar ikan itu sudah menyebar ke mana-mana! Sarjana dari Dusun Darmadi itu benar-benar hebat. Sudah dua kali dia membuat orang dari Dusun Darmadi mengajukan tuntutan, bahkan tanpa perlu dia hadir secara langsung. Waktu itu, dia berhasil menjatuhkan kepala desa Kali ini, dia berhasil menghabisi petugas polisi. Budi hanya terdiam dan berbaring dengan tidak rela di dalam penjara. Apa yang telah dilakukan oleh pecundang itu dalam waktu 10 hari? Kenapa jadi begitu banyak orang yang bekerja keras untuknya? Jika dilihat dari situasinya saat ini, kalaupun Budi berhasil menjadi kepala desa lagi, dia pasti tidak akan bisa menang melawan pecundang itu.

"Ayo kita pergi makan!"
Setelah melihat kepergian para pedagang dan nelayan itu, Wira melambaikan tangannya dengan keras Danu, Gavin, dan Gandi masih merasa tidak tenang.

"Apa kita tidak usah ke pengadilan?"

Mereka takut bahwa para nelayan dian pedagang itu mengurungkan niat mereka dan berhenti di tengah jalan. Terlebih lagi, mereka takut bahwa setelah semua orang ini pergi ke pengadilan, Bupati masih tetap saja tidak mau membebaskan Doddy dan
Sony.

Wira mengangkat alisnya dan berkata,
"Tidak usah khawatir. Tuan Bupati bahkan lebih ingin memenangkan kasus ini daripada kita!"

Ketiga orang itu hanya terdiam dan kebingungan. Mereka tidak mengerti apa hubungannya Tuan Bupati dengan kasus ini. Wira juga tidak ingin menjelaskan lebih lanjut. Tidak ada gunanya menjelaskan tentang perebutan kekuasaan di kantor kabupaten kepada penduduk desa saat ini. Mereka masih belum sanggup mengerti hal ini. Wawasan mereka harus dibuka dengan perlahan-lahan! Mereka menemukan sebuah restoran dan memesan berbagai hidangan.

Keempat orang itu menyantap makanan mereka dengan lahap. Wira menyuruh Gandi untuk pergi ke Kediaman Keluarga Linardi dan menyuruh Wulan untuk beristirahat di rumah ayahnya selama beberapa hari. Setelah itu, dia mengutus Gavin ke pengadilan untuk menyuruh tim penjual ikan berkumpul di depan gerbang kota.
Sementara itu, Wira dan Danu mengendarai kereta ke luar gerbang kota. Di luar gerbang kota, sekelompok orang berkumpul di sekitar beberapa pengumuman, sambil menunjuk-nunjuk dan berdiskusi. Ada beberapa pengumuman yang dipasang di dinding gerbang kota. Isinya menyangkut masalah besar di seluruh kabupaten. Wira juga berjalan mendekati pengumuman itu.

Di dinding terpasang tiga surat perintah pencarian yang menggambarkan tiga pria yang tampak berbahaya. Tersangka pertama bernama Kadir adalah pemimpin dari Gunung Harimau Hitam. Dia pernah merampok konvoi dagang sebanyak ratusan kali, merampok desa sebanyak 23 kali, dan telah merenggut 12 nyawa. Pemberian hadiah untuk penangkapannya atau pembunuhannya adalah 1.000.000

Tersangka kedua bernama Heru adalah wakil pemimpin dari Gunung Harimau Hitam. Hadiah penangkapan dan pembunuhannya adalah 800.000 gabak Tersangka ketiga bernama Jamal adalah wakil pemimpin kedua dari Gunung Harimau Hitam. Hadiah penangkapan dan pembunuhannya adalah 500.000 gabak.

"Kadir, Heru, dan Jamal. Namanya kampungan sekali!"

Wira membacanya sambil menggeleng. Gunung Harimau Hitam adalah rute yang harus dilalui jika ingin pergi ke Kota Pusat Pemerintahan Jagabu melalui Kabupaten Uswal. Para perampok ini juga sangat terkenal di seluruh kabupaten. Meskipun kantor pemerintah kabupaten telah beberapa kali berusaha mengepung mereka, semua usaha mereka berakhir sia-sia. Pasalnya, semua orang ini adalah perampok yang tak akan segan-segan
untuk membunuh.

"Ayah, kita tidak boleh membiarkan pecundang itu semakin berkembang lagi. Saat ini, bahkan kantor pemerintah kabupaten saja tidak bisa menemukan kesalahannya. Selain itu, dia bahkan menjadi makin puitis sekarang. Dalam waktu dekat, dia akan menjadi terkenal di seluruh dunia."

"Segera beri tahu orang-orang di Gunung Harimau Hitam untuk menyerang Dusun Darmadi dan menghabiskannya sebelum dia menjadi ancaman yang lebih besar! Kalau tidak, dia akan menjadi ancaman besar bagi kita kelak!"

Di rumah Keluarga Silali, Mahendra melihat ayahnya dengan ekspresi cemas dan mencoba meyakinkannya.









Bab 72

Darius berkata dengan wajah murung,

"Orang-orang di Gunung Harimau Hitam adalah sekelompok bandit yang tak segan-segan untuk membunuh. Mereka adalah penjahat yang diburon oleh kedua kabupaten terdekat ini. Apa kamu tahu seberapa berbahayanya kalau para pejabat mengetahui bahwa Keluarga Silali terlibat dengan para penjahat itu? Reputasi yang telah dibangun lama oleh nenek moyang kita akan hancur begitu saja."

"Lalu kenapa kalau mereka tahu? Asalkan mereka tidak bisa menunjukkan buktinya, mereka tidak akan bisa menyentuh Keluarga Silali!"

Mahendra mengubah arah pembicaraannya,
"Tapi, Ayah, kalau kita tidak menghabisi orang itu, dia akan benar-benar menjadi menantu Keluarga Linardi. Lalu bagaimana kita akan mendapat dukungan dari keluarga seperti Keluarga Linardi? Jangan ragu lagi, Ayah. Suruh mereka habisi orang itu. Setelah itu tidak akan ada penghalang lagi."

Darius mengangguk dan menjawab, "Aku akan mengutus Tanu untuk menjalankan tugas ini. Tapi, ingatlah,
setelah orang itu meninggal, jangan sampai berperilaku mencurigakan di luar sana. Para bandit itu bukan orang baik-baik. Kalau sampai ketahuan kita terlibat dengan mereka, kita akan terjerat dalam masalah besar."

Di rumah Wira di Dusun Darmadi.
Doddy dan Sony melepas jubah sutra mereka dan melemparkannya ke dalam tungku api untuk membakarnya. Kemudian, mereka melangkah melewati api tersebut. Selanjutnya, seorang bibi datang dan mengikatkan tali merah di pergelangan tangan mereka. Wira juga tidak menghalangi mereka. Meskipun semua ini hanya takhayul dan sugesti belaka, setidaknya hal ini bisa memberikan ketenangan bagi mereka. Setelah dipenjara sekali, kini kedua orang itu terlihat lebih tenang dan dewasa dari sebelumnya. Mereka berdiri di belakang Wira dan Wulan, sambil tersenyum melihat Danur yang dikelilingi oleh orang-orang Lantaran tidak tenang meninggalkan Wira sendirian di rumah, Wulan tidak jadi tinggal di rumah orang tuanya dan kembali.

"Danur, hebat sekali. Kamu berani pergi ke pengadilan untuk melaporkan mereka dan bahkan berhasil menjatuhkan petugas polisi!"

"Sakit tidak dipukul? Dengan tubuh sekecil ini, bagaimana kamu bisa menahan 40 pukulan!"

"Sedari kecil, aku sudah menduga bahwa Danur sangat luar biasa. Berani sekali kamu pergi mengadu kepada Bupati. Hebat!"

"Danur, kamu juga sudah saatnya mencari istri. Keponakanku sudah berusia 13 tahun. Penampilannya juga sangat cantik. Kalau kamu setuju, aku akan menjodohkanmu!"

Tim penangkap ikan, penjual ikan, pembuat sabun, bahkan koki pun mengelilingi Danur untuk menggodanya. Di dusun ini, siapa pun yang berani pergi mengadu kepada Bupati akan dipandang hebat oleh para warga. Apalagi yang seperti Danur, día bahkan terlihat baik-baik saja setelah dipukul 40 kali!
"Mana mungkin bisa baik-baik saja setelah dipukul 40 kali. Hanya wanita tidak berpendidikan seperti kalian yang percaya!"

Tidak jauh dari sana, Agus berdiri dengan tangan terlipat di belakangnya, dengan raut wajah yang penuh keyakinan. Memangnya polisi itu orang biasa? Mana mungkin bisa dijatuhkan oleh seorang anak desa. Namun, Agus sekarang juga tidak berani berbicara sembarangan lagi.

Kini, semua penduduk desa sangat menghormati Wira. Jika berani menjelek-jelekkan Wira, dia pasti akan dikeroyok orang. Setiap kali tim penangkap ikan pulang, Agus pura-pura berjalan-jalan untuk mendengar berapa banyak uang yang mereka dapat dari penjualan ikan. Dia ingin menghitung berapa lama lagi Wira akan melampaui kekayaannya.

"Jangan memujiku berlebihan. Itu semua berkat Kak Gavin yang memberikan uang kepada penjaga. Kalau tidak, setelah menerima 40 pukulan besar, aku mungkin sudah dijemput ajal! Danur merasa bersemangat saat mendengar pujian, tetapi setelah mengalami pengaduan ini, dia sudah menjadi lebih bijaksana. Dia mengusap kepalanya dengan malu-malu dan berkata,

"Kak Gavin, berapa banyak uang yang kamu habiskan? Aku akan mengumpulkan gaji selama beberapa bulan sampai cukup dan aku pasti akan mengembalikannya semua padamu!"

"Tidak perlu dikembalikan, itu semua uang dari tim penjual ikan. Selain itu, uang itu diberikan oleh Tuan Wira!"
ujar Gavin seraya melambaikan tangan.

Uang itu adalah pemberian Wira, dia menggunakan 6.000 gabak yang tersisa setelah mengobati Ganjar.
"Tidak bisa begitu!" Danur bersikeras.

"Aku dengar dari Kak Sony, setidaknya butuh beberapa ribu gabak untuk mengurus kasus di pengadilan. Aku tidak bisa mengambil untung darimu seperti ini!"

"Benar-benar tidak perlu, itu semua uang Tuan Wira. Kamu berterima kasih pada Tuan Wira saja!" Gavin kembali menolak keras.

Meskipun ketiga bersaudara ini telah bergabung dengan tim penjual ikan, mereka tetap saja dijauhi oleh warga Dusun Darmadi karena pernah mencuri dari Wira. Jadi, mereka tentu saja ingin menyenangkan para anak buah Wira agar bisa berbaur dengan semua orang.
"Tidak...
Danur ingin terus membantah,
"Uang yang diberikan kepada kalian berarti sudah menjadi milik kalian!"

Wira maju dan berkata,
"Danur, hari ini kamu mengajukan gugatan atas nama tim penangkap ikan. Jadi, biaya tersebut harus ditanggung oleh tim penangkap ikan. Wulan, ambilkan 30.000 gabak!"

Wulan buru-buru masuk ke dalam rumah dan kembali dengan uang 30.000 gabak tanpa ragu sedikit pun.
"Gavin, 10.000 gabak ini adalah uang yang kamu keluarkan demi Danur!"

Wira menyodorkan 10.000 gabak sambil berkata,
"Tindakanmu tadi sudah benar. Di situasi seperti ini, asalkan semua orang bisa aman, tidak masalah kalau harus menghabiskan banyak uang. Jangan demi menghemat uang, malah mengorbankan nyawa. Ingat, nyawa manusia adalah yang paling penting!"

"Baik, Tuan Wira!" Mata Gavin berkaca-kaca.

Tim penangkap ikan, penjual ikan, dan tim pembuat sabun melihat Wira dengan mata sembap. Pada kenyataannya, di masa ini, harga penjualan seorang anak hanya sekitar 5.000 sampai 6.000 gabak dan orang dewasa hanya bisa dihargai sekitar 10.000 gabak. Banyak orang yang bahkan tidak mampu makan dengan cukup dan nyawa manusia dianggap tak berharga. Tidak pernah sekali pun ada orang yang menganggap nyawa mereka lebih penting daripada uang, seperti yang dilakukan oleh Wira.

"Danur, Gavin, kerja kalian bagus hari ini. Yang satunya berani, yang satunya lagi bisa berpikir jernih. Uang 20.000 gabak ini kalian bagikan masing-masing 10.000 gabak. Ini adalah bonus untuk kalian!"

Wira memberikan uang yang tersisa kepada kedua orang itu.

"Tuan Wira, aku tidak boleh mengambil uang ini!"

"Kak Wira, ini adalah kewajiban kami. Kami tidak bisa menerima uang darimu lagi!"

Gavin dan Danur memegang uang 10.000 gabak itu dengan mata berkaca-kaca dan hendak menolaknya. Lantaran sudah mendapat gaji, berarti semua ini adalah tugas yang seharusnya mereka kerjakan. Bagaimana mungkin mereka bisa mengambil uang Wira lagi. Kedua orang itu mengembalikan uang tersebut, tetapi malah disodorkan kembali oleh Wira.

"Kalau kerjanya bagus, sudah seharusnya mendapat bonus. Bukan hanya mendapat bonus, aku juga akan menaikkan jabatan kalian!"

Wira berkata dengan tegas, 
"Gavin, mulai sekarang kamu akan menjadi wakil kepala tim pengadaan. Kamu harus bekerja sama dengan Sony dalam membeli barang. Danur, kamu akan menjadi wakil kepala tim penjual ikan, bekerja bersama Danu dalam menjual ikan. Gaji kalian akan dinaikkan menjadi 3.000 gabak per bulan."

"Wakil kepala tim, aku menjadi wakil kepala tim!" Air mata mengalir dari mata Danur.

"Kak Wira, jangan khawatir, aku akan bekerja keras agar tidak mengecewakanmu!" Danur adalah seorang yatim piatu.

Kedua orang tuanya telah meninggal 3 tahun lalu. Jadi, dia adalah anak yang dibesarkan oleh semua penduduk desa.









Bab 73

"Wakil kepala tim!"

Tubuh Gavin bergetar sejenak, dia langsung berlutut.
"Terima kasih Tuan Wira!"

Kedua adiknya, Gandi dan Ganjar, sangat iri melihatnya. Posisi wakil kepala tim yang dipekerjakan Wira merupakan posisi yang luar biasa di mata penduduk Desa Pimola. Bahkan kepala desa, kepala wilayah, ataupun kepala kepolisian saja tidak bisa mendapat gaji 3.000 gabak per bulan. Yang paling penting adalah status mereka. Sebagai wakil kepala tim atau kepala tim, mereka boleh membuat keputusan dalam perekrutan anggota tim. Hal ini berarti mereka bisa memberi lapangan pekerjaan kepada orang lain. Melihat kedua orang itu mendapat uang dan dipromosikan, semangat tim penjual ikan, tim pembuat sabun, dan tim penangkap ikan juga langsung berkobar-kobar. Diam-diam, semua orang bertekad untuk menjadi orang pertama yang maju saat menghadapi masalah. Agus menggelengkan kepalanya diam-diam,

"Benar-benar boros. Dalam sekejap, dia memberikan 30.000 gabak kepada orang-orang itu. Uang itu sudah cukup untuk membeli tanah seluas 3000-an meter persegi. Menghabiskan uang untuk mengambil hati orang, itu adalah langkah yang tidak efektif!"

Wira melanjutkan,
"Kita juga perlu merencanakan ulang tim kita! Kita akan menambahkan satu tim pengadaan lagi, dengan Sony sebagai kepala tim dan Gavin sebagai wakil kepala tim. Tim penangkap ikan dengan Doddy sebagai kepala tim dan Paman Hasan akan melihat siapa yang bisa menjadi wakil kepala tim."

Ekspresi Doddy langsung berubah. Jika dia menjadi kepala tim penangkap ikan, lalu apa yang akan dilakukan ayahnya?

"Danu menjadi kepala tim penjual ikan, Danur sebagai wakil. Paman Herman menjadi kepala tim pembuat sabun, Paman Hamid menjadi wakil!"

Setelah itu, Wira menambahkan,
"Untuk Paman Hasan, dia akan menjadi pemimpin dari semua tim. Gajinya akan dinaikkan menjadi 5.000 gabak per bulan. Kepala tim akan mendapat 4.000 gabak per bulan. Kalau menghadapi masalah, kalian harus pikirkan solusinya. Kalau benar-benar tidak bisa diatasi, langsung cari aku atau Paman Hasan!"

"Ayah akan menjadi pemimpin semua tim!" Danu dan Doddy yang telah menjadi kepala tim ikut bersenang.

Selama posisi ayahnya lebih tinggi dari mereka, mereka sudah merasa puas. Sebaliknya, Hasan hanya tersenyum mendengarnya. Dia tidak menunjukkan reaksi yang terlalu besar. Para warga desa sangat iri melihat mereka. Agus terkesiap mendengarnya. Kini, keluarga Hasan terdiri dari satu kepala dari semua tim, tiga pemimpin tim, dan satu wakil pemimpin tim. Totalnya ada lima pemimpin tim dalam keluarga ini. Ditambah lagi dengan tiga koki yang menerima 3.000 gabak per bulan, total pendapatan mereka mencapai 23.000 gabak per bulan atau 276.000 gabak per tahun! Dalam beberapa tahun saja, kekayaan mereka akan melebihi Agus!

Wira melanjutkan,
"Selain itu, aku akan mendirikan sebuah tim akuntansi. Wulan akan menjadi kepala bagian. Kelak, kita akan merekrut beberapa orang lagi yang bisa menghitung untuk bertanggung jawab atas pengeluaran semua orang!"

"Baik, suamiku."

wajah Wulan langsung merona, dia tidak menyangka suaminya akan memberikannya sebuah posisi.

Biasanya, orang terpelajar tidak akan membiarkan istri mereka bekerja.
Pemikiran suaminya ini benar-benar.

"Bagian akuntansi butuh orang!"
Agus merasa tergerak, dia ingin menimpali ucapan Wira, tetapi Agus tidak bisa menurunkan gengsinya. Dengan pendidikannya ini, seharusnya dia bisa menjadi wakil kepala bagian akuntansi. Namun, sebagai kepala dusun yang terpelajar, mana mungkin dia bekerja di bawah seorang wanita?

Kecuali jika Wira menawarkan posisi kepala bagian akuntansi dengan perlakuan yang sama seperti Hasan, maka Agus akan mempertimbangkannya. Wira juga tidak melirik Agus sama sekali dan langsung mengayunkan tangannya,
"Hari sudah malam, ayo bubar dan makan malam!"

"Oh, ayo makan malam!"

Anggota tim penangkap ikan, tim penjual ikan, tim sabun, dan tim pembelian bergegas masuk ke kantin. Danur menghampiri Wira dengan ragu-ragu.

"Kak Wira, ada hal yang ingin kubicarakan denganmu!"

"Ada apa?"

"Setelah jadi wakil kepala tim, kalau namaku masih kampungan seperti ini, susah bagiku untuk memerintahkan orang!"
"Kalau begitu, namamu jadi Bram saja!"

"Bram? Nama apa itu?"

"Bram artinya gagah perkasa!"

"Oh, hebat juga kedengarannya. Terima kasih Kak Wira, aku suka sekali dengan nama ini!"

Setelah itu, Danur pun pergi ke kantin untuk makan. Di dalam kantin, Doddy mengejeknya,

"Danur, bagus sekali namamu jadi Bram!"

"Kak Doddy, kamu juga sudah ganti nama jadi Zabran, 'kan? Itu juga nama yang keren!"


"Kalau begitu, kamu panggil namaku Zabran dong!"

"Kalau kupanggil namamu, kamu juga harus memanggil nama baruku. Lain kali, kita harus panggil nama baru masing-masing!"

"Oke, kamu duluan!"

"Zabran!"

"Bram!"

"Zabran!"

"Bram!"

"Hahaha!"

Melihat kelakuan kedua orang ini yang kekanak-kanakan, suara tawa menggema di seisi Dusun Darmadi. Wira hanya tersenyum melihat tingkah kedua orang ini. Di sisi lain, Agus memandang semua ini dengan wajah iri. Ketika malam tiba, Wira dan Wulan langsung bersiap-siap untuk istirahat setelah selesai mandi. Wulan memiliki tubuh yang putih mulus dengan sedikit rona merah. Dia berkata kepada Wira dengan suara pelan,

"Sa... Sayang.. malam ini jadikan aku milikmu!"










Bab 74


"Huh!"

Napas Wira menjadi memburu, dia menahan gejolak di dalam hatinya dan menggeleng.

"Tidak bisa!"

"Kenapa?" tanya Wulan dengan wajah sedih.

Setelah menikah 3 tahun, dia masih belum menjadi milik suaminya sepenuhnya. Sebelumnya, mereka tidak berhubungan badan karena suaminya tidak sanggup, tetapi sekarang suaminya sudah pulih. Wira mengedipkan matanya dan berkata,

"Hal seperti ini seharusnya diajukan oleh pria. Jadi, Sayang, aku menginginkanmu malam ini!"

"Hihi, kamu nakal sekali, Sayang!"

"Istriku, aku mau! Aku mau!"

"Iya ... hihi!"

Kesempatan tidak boleh disia-siakan begitu saja! Keesokan paginya, meski tubuhnya lelah, Wira tetap melanjutkan latihan berdiri. Lantaran staminanya ini terlalu lemah, dia harus rajin melatih diri setiap hari. Wajah Wulan merah merona dan cerah bagaikan musim semi. Parasnya menjadi semakin cantik dibandingkan sebelumnya. Namun, dia berjalan dengan perlahan dan terkadang alisnya mengernyit, seolah-olah merasa tidak nyaman di suatu tempat.

"Wulan, seharusnya rambutmu diikat!"

Koki di kantin yang sudah berpengalaman mulai menggodanya sambil tertawa. Wajah Wulan memerah, dia segera masuk ke dalam rumah dan menyembunyikan kepalanya di bawah selimut. Setelah semalam, dia benar-benar mengerti bagaimana rasanya menjadi seorang wanita. Di luar pintu, Doddy yang telah berjaga di pintu depan semalam berkata dengan hati-hati,

"Kak Wira, apa semalam Kakak bertengkar dengan Kakak Ipar? Aku mendengar seperti suara tangisan Kakak Ipar di luar!"

Ekspresi Wira langsung menjadi muram.
"Makan saja sarapanmu sana!"

Rumah bata tua tersebut memiliki kedap suara yang buruk, sehingga suara mereka terdengar sampai luar. Mungkin tidak terlalu masalah bagi orang biasa, tetapi Doddy memiliki telinga yang tajam!

"Oh!"

Doddy yang awalnya ingin menasihati Wira, memutuskan untuk pergi ke kantin bersama yang lainnya. Di pedesaan seperti ini, suami memukul istri adalah hal yang sangat biasa. Dulu, dia juga sudah banyak mendengar rumor bahwa Wira sering memukul istrinya.

"Doddy, setelah kamu menikah nanti, kamu baru paham mengapa pria memukul wanita hingga menangis di malam hari!"

Melihat Doddy yang kebingungan, istri Surya tidak tahan untuk menggodanya. Doddy yang penasaran bertanya kepadanya,

"Kak, kenapa memangnya seperti itu?"

"Makan saja, tutup mulutmu!"

Bibi Hani yang mengambilkan sepiring nasi, memelototi anaknya yang kebingungan itu dan berkata,

"Lain kali, kalau jaga malam di rumah Wira, tutup saja telingamu!"

Dengan polosnya, Doddy menggeleng dan berkata,
"Tidak bisa begitu dong. Gimana kalau nanti ada penjahat yang datang dan aku tidak kedengaran?"

Bibi Hani menatap anaknya dan terdiam. Namun, tidak lama lagi rumah mereka akan selesai dibangun. Mungkin pada saat itu nanti dia akan sudah semakin dewasa. Saat ini, rumah Danu, Doddy, dan Sony sudah sedang dalam proses pembangunan. Mungkin akhir tahun mereka sudah bisa menempati rumah.

Setelah rumah baru mereka selesai, kedua anaknya sudah punya tempat tinggal dan bisa menikah. Semua ini adalah berkat Wira. Dia dan Hasan bahkan rela mengorbankan nyawa mereka demi Wira untuk berterima kasih kepadanya.

Desa Tiga Harimau,
di Gunung Harimau Hitam adalah sarang perampok yang paling besar di Kabupaten Uswal. Di tempat itu, tinggal tiga orang perampok yang paling dibenci di semua daerah di sekitarnya, yaitu Kadir, Heru, dan Jamal!

Namun, kondisi Desa Tiga Harimau sangat bobrok. Di atas gunung terdapat lebih dari 10 bangunan yang dibangun dengan batu-batu yang reyot. Mereka membangun sebuah pintu besar dengan kayu yang sudah rapuh. Kemudian, di atasnya diberi tulisan
"Desa Tiga Harimau", Di luar bangunan batu terbesar, terlihat dua perampok yang kurus dan pucat berdiri di depan pintu kayu yang rusak, masing-masing menggenggam senapan tua dengan lesu. Di dalam rumah, pemimpin perampok yang bernama Kadir sedang duduk di kursi besar yang dilapisi kulit harimau. Matanya yang tajam seperti pisau menatap seorang pria paruh baya yang berpakaian mewah. Tanu, seorang utusan dari Keluarga Silali yang bertugas mengawasi pengantaran garam, sedang menggenggam kotak kayu dengan kedua tangannya. Di dalamnya berisi uang dalam jumlah banyak.

"Tuan Kadir, ini adalah sedikit niat tulus dari Tuan Besar Keluarga Silali. Setelah semuanya berhasil, masih ada imbalan 500.000 gabak lagi untuk Anda."

Kadir memicingkan matanya dan melambaikan tangannya.
"Tuan Besar Keluarga Silali terlalu sungkan. Dia adalah kakakku, sudah seharusnya aku membantunya. Mana bisa aku mengambil uangnya!"

"Meskipun Tuan Kadir berteman baik dengan Tuan Besar kami, anak buah Tuan tetap perlu menafkahi hidup. Ini adalah sedikit niat tulus dari Tuan Besar kami. Jadi, mohon Tuan Kadir menerimanya!"

Dalam hati, Tanu mengutuk Kadir. Setiap kali bertemu dengan perampok ini, dia selalu saja memanggil Tuan Besar mereka sebagai kakak. Jika didengar orang lain, pasti akan salah paham bahwa hubungan mereka sangat dekat. Padahal, Tuan Besar mereka pernah diculik oleh perampok ini di gunung dan dia ingin sekali menghabisi para perampok ini. Dari luar, perampok ini tampak seolah-olah sangat setia dan baik. Sebenarnya, mereka adalah orang yang serakah dan tidak berbelaskasihan. Bersikap segan hanya demi menegosiasikan harga yang lebih tinggi.








Bab 75


"Ya, benar juga kata Tuan Tanu. Anak buahku juga harus menafkahi hidup!"

Kadir mengangguk, lalu berkata,
"Tapi, di dalam gunung juga tidak bisa menghabiskan banyak uang. Suruh saja Kak Darius untuk mengirimkan 10 gerobak makanan, 2 kereta garam, 10 ekor sapi, 20 ekor kambing. Lebih baik lagi kalau ada 5 ekor kuda, 50 buah senapan, dan 20 bilah pedang panjang. Aku jamin akan membereskan masalah ini dengan baik."

"Baik ...."
Tanu terpaksa menyetujuinya. Orang licik ini menginginkan begitu banyak barang, nilainya sudah melebihi 1.000.000 gabak. Yang lebih berbahaya lagi adalah memberikan persediaan untuk perampok adalah sebuah kejahatan yang bisa dijatuhkan hukuman mati. Namun, hal ini bisa saja diakali dengan membuatnya seolah-olah seperti mengantarkan barang seperti biasanya, kemudian dirampok oleh perampok gunung di tengah perjalanan. Kalaupun pemerintah mengetahuinya, tanpa bukti apa pun mereka tidak akan berani sembarangan menuduh. Bagaimanapun, ini karena mereka tidak mampu mengatasi perampok di gunung. Ada kesepakatan tidak tertulis antara tokoh besar di kabupaten dan perampok gunung yang melintas. Lantaran mereka tidak bisa menghancurkan satu sama lain, jadi mereka terpaksa bekerja sama demi keuntungan masing-masing.

Namun, dalam kerja sama tersebut, mereka juga harus mencegah perampok bertambah kuat dan menjadi ancaman bagi para tokoh besar. Setelah Tanu pergi, Kadir berkata,

"Jufri, panggil Heru dan Jamal!"

Pemuda bertubuh tinggi dan kurus itu pun pergi dari sana. Tak lama kemudian, kedua orang yang dipanggil itu pun masuk. Pemimpin kedua mereka bernama Heru. Tampang pria itu seperti sakit-sakitan, dia membawa sebuah golok dan tatapannya tampak beringas. Pemimpin ketiga bernama Jamal. Penampilannya sangat licik, wajahnya dipenuhi janggut, dan tangannya memegang kapak dengan aura yang sangat kejam. Kadir menceritakan semua kejadian ini kepada mereka.

"Kak, biar aku saja yang mengurus masalah ini!"

Jamal memegang kapaknya sambil berteriak,

"Hadiah penangkapanmu adalah 1.000.000 gabak, harga penangkapan Kak Heru juga sudah 800.000 gabak. Hanya aku sendiri yang nilainya 500.000 gabak. Hal ini membuatku merasa malu berhadapan dengan perampok lainnya."

"Kalau tugas ini diberikan padaku, aku akan membunuh pelajar terkenal itu dan membuat harga penangkapanku meningkat. Kak Heru, jangan berebut tugas ini denganku!"

Heru hanya menanggapi sekilas,
"Ya, untukmu saja!"

Jamal adalah orang yang sangat keras kepala. Jika dia sudah memutuskan sesuatu, tidak akan ada yang bisa membujuknya atau menghalanginya lagi. Kalaupun Heru ingin mengajukan diri, tetap saja dia tidak akan bisa menang berdebat dengan Jamal. Kadir memicingkan matanya dan berkata,

"Boleh saja kamu yang mengurusnya, tetapi apakah kamu tahu apa yang harus kamu lakukan?"

Jamal berkata dengan lantang,
"Tahu, Kak! Seperti kata Kakak, kita harus mencari tahu informasi musuh untuk bisa menang. Mengerjakan pekerjaan seperti ini harus banyak survei agar bisa mengetahui kondisi lapangan!"

Kadir mendengus dingin, lalu melanjutkan,

"Menurut kabar Keluarga Silali, bocah itu lumayan jago berkelahi. Suruh anak buahmu untuk lebih berhati-hati sewaktu mengikutinya."

Jamal mengangguk dan menjawab,
"Baik, sebagai perampok, tentu saja kita harus serius dalam mencari tahu informasi."

"Satu lagi!"

Kadir memicingkan matanya dan menambahkan,
"Katanya, istri bocah itu sangat cantik. Jangan berniat macam-macam saat melakukan tugas nanti. Keluarga Silali berpesan untuk menjaga wanita itu. Kalau masalah ini sampai runyam, Keluarga Silali tidak akan mengirimkan persediaan makanan. Semua anak buah kita juga akan mati kelaparan!"

"Mengerti!"

Jamal mengangguk, lalu menoleh dan memerintahkan,

"Bara, Panca, bukankah dulu kalian tinggal di dekat Desa Pimola? Tugas survei kali ini diserahkan pada kalian!"

"Kak Jamal tenang saja. Kami sangat mengenal Desa Pimola dan bahkan ada kaki tangan di sana!"

Dua orang pemuda berjalan mendekati Jamal. Satunya berwajah panjang dan berkulit gelap. Satunya lagi bertubuh sangat kurus. Keesokan harinya, Bara dan Panca sudah berangkat sebelum hari mulai terang, Setelah berjalan dan beristirahat sesaat, mereka tiba di Dusun Darmadi pada siang hari. Melihat kedatangan kedua orang asing ini, tim penangkap ikan juga tidak ada yang terlalu peduli dengan mereka. Belakangan ini, tim pengadaan telah pergi ke berbagai tempat untuk membeli rumput tuton. Jadi, sering kali ada orang yang mengantarkan barang ke desa dan kantin menyediakan makanan untuk mereka. Pada penduduk desa juga sudah terbiasa dengan hal ini. Melihat tim penangkap ikan yang membawa ember berisikan ikan besar yang penuh, Bara dan Panca menelan ludah mereka. Mereka sudah lama tidak pernah makan daging sebelumnya. Mereka berjalan dan mengamati diam-diam, kemudian mencatat dan mendengarkan percakapan orang lain.

Tiba-tiba, terdengar sebuah suara yang akrab,

"Bara, Panca, ada apa kalian ke sini?"

Gavin yang mengenakan pakaian dan sepatu baru dari sutra, muncul dan melihat mereka dengan heran. Sebagai wakil pemimpin tim pengadaan, Wira telah memberinya dua set pakaian sutra dan sepatu. Awalnya, dia tidak tega mengenakan pakaian ini. Namun, ibu dan istrinya mengatakan bahwa sebagai seorang wakil pemimpin, penampilannya harus tampak rapi. Kalau tidak, dia akan mempermalukan Wira. Mata Panca berbinar, dia berkata dengan wajah iri,

"Kak Gavin, kamu sudah kaya ya sekarang? Pakaianmu saja dari sutra, mencuri dari tuan tanah yang mana lagi kamu!"

Bara mendekat dan berkata dengan suara pelan,

"Kak Gavin, kenapa kamu di sini? Kamu datang untuk mencari informasi juga ya? Apa kamu mau mencuri dari pelajar kaya di Dusun Darmadi itu?"

Tiga tahun lalu, kedua orang itu bekerja sama dengan Gabrata tiga bersaudara untuk mencuri dari seorang tuan tanah yang kaya. Saat itu, ketika mereka dikejar oleh pengawal keluarga itu, Gavin yang menghalangi pengawal itu di belakang sehingga mereka semua berhasil melarikan diri. Bisa dibilang, mereka berutang nyawa pada Gavin.

"Mencari informasi?"

Gavin terkejut sejenak dan tertawa. Matanya berkilat dingin ketika memeriksa sekeliling.

"Ya, Tuan Wira dari Dusun Darmadi itu kaya raya. Aku datang untuk mencari informasi dan beraksi malam ini. Apa kalian juga datang untuk mencuri darinya?"

"Kak Gavin, kami memang datang untuk mencari informasi, tapi bukan untuk mencuri, melainkan ini...."

Melihat di sekeliling mereka tidak ada orang, Bara mengecilkan suaranya dan membentuk isyarat tangan menggorok tenggorokannya. Panca lebih berterus terang lagi, dia berkata,

"Ada seorang pengusaha besar yang memberikan sejumlah uang untuk menyuruh Desa Tiga Harimau menghabisi nyawa pelajar itu. Katanya, ada yang menginginkan istrinya."




Bab 76

Mendengar ada yang ingin membunuh penyelamatnya dan merebut Nyonya, Gavin menahan amarah dalam hati dan berkata,

"Kalian masuk ke Desa Tiga Harimau ya, aku dengar perampok di sana selalu makan enak dan ada wanita cantik!"

Bara menggeleng dan berkata,
"Kak Gavin, yang kamu bilang itu pejabat, bukan perampok gunung!"

Panca berkata dengan mata berkaca-kaca,
"Dulu, kami juga mengira bisa hidup senang dengan merampok siapa saja setelah menjadi perampok gunung. Siapa tahu ... haeh!"

Gavin terkejut, lalu bertanya, "Memangnya bukan begitu?"

Dulu, ada juga orang mengajaknya bergabung dengan mengatakan bahwa menjadi perampok gunung bisa makan enak dan hidup senang. Saat itu, dia hampir tergoda. Jika bukan karena masih ada ibu dan istri, dia sudah mengikuti mereka ke gunung.

"Berhubung takut akan dikejar dan dihabisi oleh pemerintah, kami tinggal di pedalaman hutan sehingga sulit untuk mendapatkan makanan. Di gunung, ada banyak orang yang harus diberi makan. Kami membawa persediaan makanan, tetapi selalu saja habis dalam sekejap. Pemimpin kami menetapkan jatah makanan tiga piring nasi untuk satu orang dan kita hanya bisa makan daging setiap setengah bulan."

"Pemerintah mengirim tentara dua kali setahun untuk memberantas perampok, jadi kita harus bersembunyi di dalam hutan selama setidaknya setengah bulan setiap kali. Selama periode itu, kami sangat kekurangan makanan dan pakaian juga sangat sedikit. Lihatlah bagaimana aku kelaparan, hidupku bahkan tidak sebagus saat menjadi pencuri kecil."

Panca mengangkat bajunya sedikit untuk menunjukkan perutnya yang kurus kering. Bahkan, matanya juga memerah ketika bercerita.

"Selain kekurangan makanan, kami juga selalu hidup dalam bahaya setiap kali merampok."

Bara mengangkat bajunya untuk memperlihatkan bekas luka di rusuknya.

"Merampok orang miskin memang tidak berisiko, tapi mau membunuh mereka sekalipun, kamu tidak bisa mendapatkan banyak keuntungan."

"Merampok kelompok dagang kaya yang melintas, keuntungannya memang lebih besar, tapi mereka memiliki pasukan pengawal yang dilengkapi dengan pisau dan senjata. Ketika terjadi pertempuran, semuanya sangat kejam. Lihatlah, bekas luka ini kudapatkan saat mencuri truk pengangkut makanan Keluarga Wibowo. Saat itu, aku ditebas oleh salah satu pengawalnya. Untungnya, aku berhasil bersembunyi, kalau tidak, nyawaku sudah melayang. Kak Gavin, menjadi perampok gunung tidak semudah itu!"

Gavin menimpalkan,
"Mau kerja apa pun memang susah. Tapi, kudengar kalian punya banyak istri di gunung. Kalaupun agak menderita juga semuanya jadi pantas, "kan!"

"Pantas apanya!"

Panca meludah ke tanah sambil berkata,

"Kak Gavin, terus terang saja. selama 2 tahun di gunung, aku bahkan belum pernah menyentuh wanita. Kehidupanku lebih buruk daripada sewaktu menjadi pencuri dulu. Dulu, aku masih bisa pergi ke rumah bordil setelah mencuri uang dari orang kaya."

Bara menghela napas dan berkata,
"Wanita cantik yang kami rampok di gunung semuanya menjadi milik ketiga pemimpin. Sisanya adalah bagian untuk para perampok yang sudah berpengalaman. Kami harus bertahan selama 2 tahun sebelum mendapat jatah. Itu pun wanita yang kami dapatkan hanya wanita tua yang jelek."

Panca tertawa canggung, lalu berkata sinis,
"Jangan meremehkan wanita tua. Di gunung masih ada perampok yang berebutan wanita tua. Yang penting, wanita itu masih bisa melahirkan anak laki-laki sehingga garis keturunan tidak akan terputus!"

Gavin mengernyitkan alis.
"Kekurangan makanan, nyawa terancam, tidak punya istri. Lalu, kenapa kalian masih tetap di sana?"

"Kami juga tidak berdaya."

Bara tersenyum getir. Untuk mengobati penyakit ibunya, dia menjual tanah rumahnya. Namun, penyakit ibunya tidak bisa disembuhkan dan dia tidak punya uang untuk melakukan pemakaman. Jadi, dia terpaksa harus menjual rumahnya kepada tuan tanah.

Sejak saat itu, dia menjadi gelandangan. Hidup sebagai pencuri juga tidak menentu. Mendengar orang lain mengatakan bahwa hidup sebagai perampok gunung sangat nyaman, mereka pun pergi ke gunung. Namun, tak disangka hidupnya malah menjadi makin menderita. Selain menjadi pencuri, mereka juga tidak punya keahlian lainnya! Panca menghela napas dan berkata,

"Orang tuaku meninggal saat aku masih kecil, jadi aku dibesarkan dengan makan dari warga desa lainnya. Karena tidak bisa mencuri dari penduduk desa, jadi aku harus mencuri dari tempat yang jauh. Reputasiku sebagai pencuri sudah tersebar jauh, bahkan tuan tanah dari tempat yang jauh juga datang mengejarku. Aku tidak punya pilihan lain selain menjadi perampok gunung. Ah, siapa yang ingin menjadi perampok? Suatu saat, kita pasti akan dihukum mati."

Melihat kondisi kedua orang ini, hati Gavin terenyuh. Setengah bulan yang lalu, dia juga berada di posisi mereka. Jika bukan karena bertemu dengan Wira, mana mungkin dia bisa seperti ini sekarang. Jadi, siapa pun yang hendak mencelakakan Wira, Gavin akan membuat orang itu menerima ganjaran yang berat! Setelah berpikir sejenak, Gavin berkata,

"Ikut aku ke desa!"

"Ke desa!"
Bara terkejut dan berkata,
"Kak Gavin, sekarang ini masih siang bolong. Kalaupun mau mencuri, kita harus tunggu sampai malam. Sekarang terlalu berbahaya!"

Panca juga menasihatinya,
"Benar, Kak Gavin. Sebagai pencuri, kita harus mengutamakan keselamatan!"

Gavin berjalan dengan langkah besar di depan,
"Percayalah padaku, ikuti aku!"

Bara dan Panca mengikutinya dengan cemas. Tim penangkap ikan telah kembali! Gavin menunjuk ke arah mereka dan memperkenalkan,
"Ini adalah tim penangkap ikan. Gaji mereka 1.000 gabak setiap bulan dan diberikan makanan tiga kali sehari. Dijamin makan sampai kenyang dan diberikan jatah daging pada makan siang. Pada akhir bulan, akan dibagikan bonus. Secara keseluruhan, gaji bulanan tidak kurang dari 2.000 gabak!"

Bara tertawa mendengarnya,
"Kak Gavin, jangan bercanda!"

Panca juga terlihat tidak percaya. Penduduk desa sangat banyak Jangankan gaji 2.000 gabak per bulan, bahkan digaji 300 gabak saja sudah banyak yang berebutan mau bekerja. Siapa juga yang akan sebodoh itu mengeluarkan 2.000 gabak untuk mempekerjakan orang? Gavin melanjutkan,

"Ada kantin yang menyediakan makanan tiga kali sehari dan dijamin bisa makan sampai kenyang Makan siang diberi ikan, makan malam diberi bakpao daging Sup ayam, kue, dan nasi bisa diambil sepuasnya,"

Setelah pabrik sabun beroperasi, setiap malam ada ampas minyak yang digunakan untuk membuat bakpao. Bara tersenyum lebar dan berkata,

“Kak Gavin, jangan bercanda deh!"

Panca menghela napas dan berkata,
"Kami tahu seperti apa tuan tanah itu, semuanya sangat pelit. Ingin pekerja melakukan pekerjaan yang sebanyak-banyaknya, tapi hanya memberikan sedikit makanan. Mereka juga menekan gaji sampai serendah-rendahnya. Mana ada yang memberikan gaji setinggi itu dan makanan sebanyak itu!"







Bab 77

Gavin tidak menjelaskan lebih lanjut dan membawa kedua orang tersebut ke rumah Wira. Tim penjual ikan telah kembali dari kabupaten dan mereka sedang berjongkok di depan pintu untuk beristirahat dan menunggu makan malam. Tiga tim yang beranggotakan 30 orang, semuanya berkumpul untuk berbincang dan bercerita tentang kejadian di kabupaten dan pasar ikan. Wajah mereka berseri-seri penuh dengan kebahagiaan. Bara dan Panca terkejut. Mereka merasa seolah-olah orang-orang ini benar-benar bahagia. Namun, apa yang bisa membuat petani di pedesaan bahagia?
Tiba-tiba, Gavin berkata,

"Mereka adalah tim penjual ikan. Mereka mendapat gaji 2.000 gabak per bulan, sehari diberikan 2 kali jatah makan daging sebanyak 250 gram. Mereka diberi kereta saat pergi ke kabupaten, bekerja dua hari dan istirahat satu hari. Bahkan, ada orang yang mengajari mereka seni bela diri."

Bara mengerutkan kening,
"Kak Gavin, perkataanmu semakin lama semakin tidak masuk akal. Mana ada bos yang memberikan kereta kepada pekerja, membiarkan mereka bekerja dua hari dan istirahat satu hari! Apalagi mencari orang untuk mengajari mereka seni bela diri? Kalau memang benar seperti itu, antara bos itu orang bodoh atau sangat baik hati,"

Panca mengerucutkan bibirnya dan berkata,
"Kak Gavin, kamu sedang, bercanda, 'kan? Mana ada orang seperti ini!"

Gavin tidak menjelaskan lebih lanjut, "Ayo pergi. Saatnya mereka makan. Aku akan membawa kalian mencoba masakannya!"

Bara gemetaran ketika berkata,
"Kak Gavin, nyalimu benar-benar telah melampaui batas. Sekarang ini masih siang bolong dan banyak sekali orang di sini. Apakah kita benar-benar akan mencuri seperti ini? Tidak takut tertangkap?"

Wajah Bara pucat pasi ketika berkata,
"Kak Gavin, kita harus utamakan keselamatan. Kita beraksi di malam hari saja!!!

"Tidak usah takut, aku punya kenalan di sini. Kita bisa makan dengan terang terangan!" jawab Gavin.

"Wah, setelah dua tahun tidak bertemu, Kak Gavin semakin hebat saja. Bahkan sudah punya mata-mata di rumah orang kayal" ucap Panca.

Bara dan Panca mengangguk dengan kagum, lalu mengikuti Gavin dengan tenang. Ada dua tenda besar yang dijadikan kantin, dengan lima orang koki yang sedang sibuk hingga wajah mereka memerah. Bara terkejut.

"Panca, lihatlah wanita-wanita di sini, kenapa mereka semua begitu putih"

Panca mengerutkan kening
"Bukanhanya wanita, perhatikanlah orang-orang di sini. Mereka semua terlihat begitu bersih dan putih, bahkan Kak Gavin juga lebih putih dari kita!"

Semangkuk sup telur, bakpao daging besar, ikan goreng, tumis lobak, dan nasi ditata di atas meja makan. Aroma makanan yang lezat tercium di hidung mereka!

Glek!

Bara dan Panca menelan ludah, Mereka terkejut melihat orang-orang mengantre sambil memegang sebuah piring. Semua orang mengantre untuk mengambil lauk, daging, sup, dan bakpao, mereka sangat terkejut, Ternyata bos mereka benar-benar memberikan makanan semewah ini! Gavin mengingatkan mereka,
"Kenapa masih berdiri di situ? Siap-siap makan!"

"Baik!"

Bara dan Panca langsung menuju tempat piring dan sendok, tetapi Gavin menahannya.

"Kita harus menjaga kebersihan, sebelum makan harus mencuci tangan dengan sabun!"

"Sabun?"

"Menjaga kebersihan?"

Bara dan Panca bingung, mereka ditarik oleh Gavin ke dekat tong air besar! Gavin mengambil sebaskom air bersih, lalu secara langsung menunjukkan kepada mereka cara mencuci tangan dengan sabun. Setelah keduanya mencuci tangan, air dalam baskom itu langsung berubah menjadi hitam, tetapi wajah dan tangan mereka menjadi putih. Panca terkejut,
"Bara, wajahmu menjadi putih!"

"Ah!"

Mereka menunduk ke arah tong air dan melihat bayangan wajah mereka yang sedikit gelap. Bara terkejut,

"Wah, ternyata aku tidak hitam ya. Dulu aku hanya tidak pernah mencucinya sampai bersih. Kak Gavin, di mana bisa membeli sabun ini dan berapa harga satu potong? Aku juga ingin membelinya!"

Gavin menggelengkan kepala.

"Ini sabun yang digunakan oleh Nyonya dari keluarga kaya, harganya setidaknya 3.000 sampai 4.000 gabak per potong!"

"Apa? Sabun seharga 3.000 sampai 4.000 gabak per potong yang digunakan oleh Nyonya dari keluarga kaya, bos di sini malah memberikannya kepada pekerja? Ini sungguh tidak masuk akal!"

Keduanya tidak tahu harus berkata apa, dalam hati mereka timbul perasaan yang sulit diungkapkan.

"Jangan diam saja, ambil makanan dan makanlah!"

Gavin adalah wakil kepala tim pembelian, jadi dia bisa membawa orang-orang yang bekerja untuk makan. Ini adalah persetujuan dari Wira, jadi 5 orang koki itu pun tidak mengatakan apa-apa dan dengan senang hati memberikan makanan kepada keduanya!

"Ini benar-benar bakpao daging, ada banyak sekali minyak di dalamnya dan isinya juga sangat banyak!"

"Ikan ini juga ternyata digoreng dengan minyak, rasanya juga sangat harum!"

"Rasa lobak ini juga berbeda, jauh lebih enak daripada yang ada di markas kami!"

"Sup telur ini benar-benar isinya telur. Asyik sekali hidup di sini, bahkan lebih mewah daripada saat tahun baru!"

Keduanya makan dengan rakus hingga mulut mereka tampak berminyak. Namun, mereka juga mendengarkan sekitar mereka dengan saksama. Wajah mereka tampak terkejut dan tidak percaya. Gavin diam-diam memperhatikan mereka. Setelah keduanya menaruh piring mereka, dia berkata,

"Panca, Bara, hidup sebagai perampok gunung begitu pahit. Menurut pendapatku, kalian berdua sebaiknya berhenti ke gunung dan tinggal di sini untuk bekerja dengan Tuan Muda kami saja. Kalian bisa makan enak, aman, dan juga bisa mendapatkan gaji. Dalam dua atau tiga tahun, kalian bahkan bisa membeli rumah, membeli tanah, dan menikah!"








Bab 78

Duk! Duk!

Kedua orang itu menatap Gavin dengan ketakutan. Setelah makan selama satu jam dan mendengarkan orang di samping mereka berbincang,mereka baru tahu bahwa tempat ini adalah rumah pelajar kaya itu. Di sini adalah tempat tujuan mereka untuk mencari informasi. Kini, Gavin malah mengatakan bahwa tempat ini adalah rumah bosnya. Hal ini membuat kedua orang itu tercengang! Bara bersiap-siap untuk melarikan diri.

"Gavin, hubungan kita ini bahkan sudah menjalani hidup dan mati bersama, kamu tidak boleh memperlakukan kami seperti ini. Kamu memberi kami makan sampai kenyang dan sekarang ingin menangkap kami, ini tidak adil!"

Panca merogoh pisau lipat di pinggangnya dan mengancam,

"Kak Gavin, biarkan kami pergi. Kamu sudah lupa dengan janji kita untuk saling berbagi dalam kesenangan dan kesusahan? Kamu bukan orang yang tidak jujur, bukan?"

"Kalau aku mau menangkap kalian, pasti sudah kulakukan sejak tadi. Lagi pula, apa kalian sanggup melawanku? Aku ingin mengatakan hal yang tulus karena menganggap kalian adalah saudaraku."

Gavin berbicara dengan suara dingin,
"Kalau kalian mau mendengarkan, duduklah dengan baik. Kalau kalian tidak mau mendengarkan, berbaliklah dan pergi. Aku tidak akan memerintahkan orang lain untuk menangkap kalian, itu sudah cukup membuktikan kesetiaan kita sebagai saudara. Tapi, setelah hari ini, kita tidak akan lagi menjadi saudara!"

Panca meletakkan pisaunya, lalu duduk dan berkata,
"Kak Gavin, kalau ada yang mau dibicarakan, langsung saja. Kalaupun kamu memanggil orang untuk menangkapku, aku juga pasrah. Anggap saja aku sial dan sekarang aku akan melunasi utang budiku 3 tahun lalu,"

Bara tersenyum getir dan berkata,
"Kak Gavin, apa pun yang terjadi hari ini, aku juga sudah pasrah!"

Meski berkata demikian, alasan sebenarnya adalah mereka tidak sanggup melawan Gavin dan tidak bisa melarikan diri karena terlalu kenyang

"Sebenarnya, setengah bulan lalu aku juga masih sama seperti kalian. Aku masih seorang pencuri kecil...."

Gavin mulai menceritakan kisahnya. Bara dan Panca mendengarkan dengan serius, air mata mereka bahkan berlinang! Mana ada penduduk desa yang tidak berharap bos mereka adalah orang yang baik hati? Namun, dalam kenyataannya, orang-orang ini bahkan lebih buruk dari lainnya. Mereka hanya peduli dengan tanah dan properti mereka. Tidak cukup hanya mengambil barang mereka, para tuan tanah itu bahkan ingin menjual mereka menjadi budak dan membuat mereka bekerja tanpa bayaran.

Jika Gavin menceritakan kisahnya sebelum mereka makan, dua orang itu tidak akan percaya. Namun, saat mereka sedang makan, tim penangkap ikan, tim penjual ikan, pembuat sabun, dan tim pembelian semua berada di dekat mereka. Semua orang itu bertukar tawa dan mengobrol dengan penuh sukacita. Mereka membahas berapa gaji yang mereka dapatkan, berapa banyak berat badan mereka yang bertambah setelah memakan daging selama 10 hari ini. Istri mereka mandi dengan sabun dan sekarang semuanya menjadi begitu wangi! juga ada yang membahas berapa lama lagi rumah mereka akan selesai dibangun dan berapa lama lagi anak-anak bisa pergi sekolah. Mereka semua begitu bergembira!

Ada juga yang bercerita tentang bagaimana Wira memimpin Sony dan Danur mengalahkan kepala desa, petugas patroli, dan petugas polisi.

Semua cerita ini benar-benar mendebarkan! Selain itu, mereka juga mendengar cerita mengenai Gavin membantu menyelesaikan masalah dan diberi hadiah 20000 gabak serta dipromosikan menjadi wakil pemimpin tim dengan gaji 3.000 gabak per bulan.

Gandi dan Ganjar juga bergabung dengan tim penangkap ikan, dengan gaji 2.000 gabak per bulan. Semua ini telah didengar mereka sebelum Gavin menceritakannya. Tadinya, mereka tidak berani memercayainya, tetapi sekarang setelah Gavin mengatakannya sendiri, berarti semua kejadian ini memang benar-benar terjadi! Yang paling membuat mereka terharu adalah ketika Gavin mencuri dari Wira, Wira bukannya memarahinya. Pria itu justru mengeluarkan uang untuk membebaskan Gavin agar tidak dipenjara. Selain itu, dia juga memberikan uang untuk pengobatan Ganjar. Dia bahkan mengangkat Gavin menjadi wakil pemimpin tim dan memberikannya bonus! Pencuri mana yang tidak ingin bertemu dengan Tuan Muda yang baik hati seperti ini! Mereka adalah pencuri, tetapi mereka juga taat pada orang tua! Mereka hanya kurang beruntung karena tidak bertemu dengan Tuan Wira. Kalau tidak, mereka juga pasti akan punya masa depan seperti Gavin! Bara menyeka air matanya sambil berkata,

"Tuan Wira ini benar-benar murah hati! Seandainya saja waktu itu aku bertemu dengannya, aku tidak perlu lagi menjual tanah dan rumahku. Ibuku juga tidak akan mati!"

Air mata Panca menggenang ketika dia berkata,
"Kak Gavin, kamu bekerja dengan sungguh-sungguh, dia memberikanmu bonus 20000 gabak. Setiap kali mencuri, kami harus mempertaruhkan nyawa kami, tetapi pemimpin kami hanya membagikan 1.000 gabak per orang. Tuan Wira benar-benar orang yang murah hati. Kak Gavin bisa menjadi anak buahnya, benar-benar sebuah keberuntungan besar!"

"Aku juga merasa begitu!"

Tatapan Gavin menjadi redup ketika berkata,
"Jadi, siapa pun berani mengusik Tuan Wira, aku akan menghabisinya, sekalipun itu berarti aku harus mempertaruhkan nyawaku!"

Ditatap tajam oleh Gavin, Bara langsung menciut.
"Kak Gavin, kami hanya datang untuk mencari informasi. Di Desa Tiga Harimau, kami hanya pengikut-pengikut kecil. Yang benar-benar ingin mencelakai Tuan Wira itu bukan kami!"

Panca menambahkan,
"Kak Gavin, kami tidak akan mencelakai orang sebaik Tuan Wira. Kalau sampai kami mencelakainya Kami akan mati mengenaskan."

Bara memberi ide,
"Kak Gavin, demi menjamin keselamatan Tuan Wira, bagaimana kalau suruh dia tinggal di kabupaten besok sebesar apa pun  nyali ketiga pemimpin kami, mereka juga tidak akan berani pergi ke kabupaten!"

Gavin merenung sejenak, lalu berkata,
"Ayo, aku bawa kalian menemui Tuan Wira!"

Bara dan Panca merasa agak ketakutan, tetapi mereka tetap mengikuti langkah Gavin dengan penuh harap. Sayang sekali kalau tidak pernah bertemu dengan Tuan Wira yang begitu murah hati. Ketika memasuki halaman, mereka melihat seorang pemuda yang tampan, bersih, dan memancarkan aura yang Berwibawa sedang berdiri tegak Ketika melihat ketiga orang itu masuk, Wira menyambut mereka dengan wajah tersenyum.

"Gavin, siapa kedua temanmu ini?"










Bab 79


Tatapan Bara dan Panca sontak berbinar. Orang di hadapannya ini adalah sarjana tingkat rendah, kelak orang ini mungkin saja akan menjadi pejabat. Pemuda ini sangat kaya hingga bisa memberi makan daging kepada ratusan orang dan bahkan mengalahkan kepala desa dan polisi! Namun, orang yang begitu kaya dan berkuasa ini malah bersikap begitu ramah terhadap mereka.
Perlu diketahui, selama ini tidak ada satu pun bos besar ataupun tuan tanah yang pernah memperlakukan mereka dengan baik!
Bahkan di Desa Tiga Harimau sekalipun, ketiga pemimpin mereka juga tidak pernah menganggap mereka sama sekali. Padahal status mereka sama-sama adalah perampok, tetapi mereka malah meremehkan Panca dan Bara yang dulunya hanya pencuri kecil.
Namun, Tuan Wira ini berbeda. Dia bukan hanya tidak merendahkan mereka, pria ini bahkan menyebut mereka sebagai teman dan berinisiatif menyapa mereka.
Kedua orang itu merasa seolah-olah telah bertemu dengan sahabat mereka.

"Tuan, mereka adalah teman lamaku. Sekarang sudah tinggal di Desa Tiga Harimau!"

Gavin melanjutkan,
"Ada yang menyuruh Desa Tiga Harimau untuk mencelakaimu. Kedua orang ini diutus untuk mencari informasi di sini, kebetulan mereka bertemu denganku tadi sore."

Mendengar ucapannya, Panca dan Bara menjadi panik. Bara langsung berlutut, "Tuan Wira adalah orang yang sangat baik, mana mungkin kami tega mencelakaimu! Kami akan mati mengenaskan kalau sampai mencelakaimu!"

Panca juga berlinang air mata ketika berkata,
"Tuan Wira, Kak Jamal mengutus kami ke sini untuk mencari informasi, kami juga tidak berdaya. Tapi, bahkan harus mati sekalipun, aku tidak mungkin akan mencelakai orang baik sepertimu. Kalau tidak, aku tidak akan punya keturunan!"

"Orang baik?"

Wira kebingungan mendengar ucapan mereka. Namun, dia sudah mengetahui kondisinya secara garis besar.

Selanjutnya, dia buru-buru memapah kedua orang itu dan berkata,
"Berhubung kalian ini adalah teman Gavin, berarti kalian juga temanku. Jadi, mana mungkin kalian akan mencelakaiku! Bagaimanapun kehidupan kalian sebelumnya, semua itu karena tekanan ekonomi. Kalau tidak, siapa juga yang mau melakukan pekerjaan yang berbahaya seperti itu!"

"Benar!"

"Ya!"
Bara dan Panca buru-buru mengangguk dengan air mata yang mengucur deras.

Tuan Wira benar-benar paham terhadap mereka. Jika bukan karena tekanan ekonomi, siapa juga yang mau menjadi pencuri? Alasan ini benar-benar membuat mereka senang mendengarnya! Tutur bicara orang intelektual memang berbeda! Sambil menyeka air matanya, Bara berkata,

"Pemimpin ketiga kami yang bernama Jamal menerima tugas ini. Dia memiliki 18 orang bawahan, 8 orang untuk mengintai, 10 orang adalah ahli bela diri. Semuanya dilengkapi dengan senjata, baju besi, serta 10 ekor kuda."

"Kak Jamal merasa tidak puas dengan hadiah penangkapannya yang lebih rendah daripada kedua pemimpin lainnya. Kali ini, dia ingin membunuhmu agar hadiahnya dinaikkan. Kamu harus pergi ke kabupaten untuk bersembunyi dengan segera!"

Melihat rekannya menjelaskan semuanya terlebih dulu, Panca juga menambahkan,
"Di kabupaten, ketiga pemimpin kami adalah buronan. Jadi, mereka tidak akan berani pergi ke kabupaten. Tuan Wira sebaiknya bersembunyi dulu di kabupaten!"

"Benar, Tuan!"

Gavin juga membujuknya,
"Demi alasan keamanan, sebaiknya kita pergi malam ini juga. Begitu tiba di kabupaten, kita tidak perlu takut pada mereka lagi!"

"Ayo!"

Wira menyipitkan matanya saat melihat tim nelayan, tim penjual ikan, tim pembuat sabun, dan tim pembelian di luar pintu. Semua tim yang baru saja mereka bentuk ini sedang berkembang.

Wira mengacungkan jarinya dan berkata,
"Bagaimana jadinya kalau Jamal malah mencelakai mereka karena tidak bisa menemukanku? Mereka semua punya orang tua, istri, dan anak!"

"Di saat seperti ini, Tuan Wira masih memikirkan orang lain. Benar-benar orang yang berhati mulia!" Bara dan Panca berlinang air mata.

Gavin terkejut sejenak dan menggenggam erat tinjunya. Dalam hatinya bertekad bahwa dia akan melindungi Wira bahkan jika itu berarti harus mengorbankan nyawanya.

"Gavin!"

Wira terdiam sejenak, lalu berkata,
"Kedua temanmu ini telah memberikanmu begitu banyak informasi, sudah pasti mereka tidak akan bisa lagi kembali ke Desa Tiga Harimau. Begini saja, besok kamu berikan uang 100.000 gabak kepada mereka untuk membeli rumah kecil di kabupaten. Dengan begitu, setidaknya mereka punya tempat tinggal di kabupaten."

"Aku akan memberikan kalian resep rahasia membuat bakso ikan. Kalian bisa menjualnya di kabupaten dan menetap di sana sampai menikah dan beranak cucu. Dengan begini, sudah termasuk menjalin persahabatan dengan kami!"

Tangisan Bara dan Panca semakin menjadi-jadi. Selama tinggal di Desa Tiga Harimau selama 2 tahun, pemimpin mereka bahkan tidak pernah memberikan mereka uang sebanyak itu. Baru pertama kali datang bertemu dengan Tuan Wira, mereka sudah diberi uang untuk membeli rumah dan bahkan diberi resep rahasia untuk berdagang.
Orang ini benar-benar berhati mulia!

"Ah!"
Gavin terkejut mendengarnya, dia ingin memberi tahu Wira bahwa meskipun hubungan mereka bertiga cukup baik, Wira sebenarnya tidak perlu menghabiskan begitu banyak uang untuk mereka. Namun, dia juga mengerti bahwa Wira adalah orang yang luar biasa, setiap kata dan tindakannya memiliki makna yang mendalam.

Bruk!

Panca dan Bara saling menatap dan langsung berlutut.
"Tuan Wira, kalau ada perintah dari Anda, kami akan melakukannya dengan segenap jiwa dan raga. Kami bahkan rela kembali ke Desa Tiga Harimau dan menjadi mata-mata untukmu!"

Wira menggelengkan kepalanya, lalu berkata,

"Tidak bisa, menjadi mata-mata terlalu berbahaya. Kalian adalah teman-temanku, mana mungkin aku membiarkan kalian mengambil risiko seperti itu! Kalian cukup membantuku satu hal saja!"









Bab 80

"Ah, di sini tempatnya!"

Mendengar permintaan Wira, Panca dan Bara merasa hal ini terlalu mudah! Setelah itu, Gavin membawa kedua orang itu untuk beristirahat.

Wira berpikir sejenak, lalu memberi instruksi,
"Wulan, siapkan pena untukku!"

Di dalam kamar, Wulan yang baru saja mendengarkan pembicaraan itu tidak bisa menahan diri dan berkata,

"Sayang, apa kamu benar-benar tidak mau pergi ke kabupaten? Perampok di Desa Tiga Harimau bukanlah pencuri biasa!"

Reputasi Desa Tiga Harimau telah terkenal dengan keburukannya, bahkan para tokoh besar di kabupaten juga tidak berani mengganggu mereka!

"Tidak, aku harus tetap di sini! Tapi kamu harus pergi ke kabupaten, besok aku akan mengatur seseorang untuk mengantarmu!" Wira menggelengkan kepalanya.

Fondasi tim mereka baru saja terbentuk. Jika Wira pergi saat ini, semangat para anak buahnya akan memerosot begitu berhadapan dengan perampok gunung.

Ketika saatnya tiba, uang seberapa banyak pun tidak akan cukup untuk membangun kembali semangat mereka. Ini adalah fondasi yang tidak boleh disentuh oleh siapa pun! Wulan menunjukkan ekspresi tegas ketika berkata,

"Kalau suamiku nggak mau pergi, aku juga nggak mau pergi. Aku harus tetap bersama suamiku sehidup semati!"

Wira mengedipkan matanya dan berkata,
"Mau sehidup semati ya?"
"Ya!"

Wajah Wulan langsung menjadi merah padam, dengan tatapan yang tegas, dia melanjutkan,
"Aku percaya dengan suamiku, Kalau kamu tetap di sini, berarti kamu punya cara untuk menghadapi para perampok itu!"

"Aku nggak yakin sepenuhnya. Tapi, kalau berusaha keras, mungkin ada kemungkinan menang sebesar 60-70%!"

Sambil memegang tangan Wulan yang mulus, Wira berkata dengan serius,

"Bahaya sekali kalau kamu tetap berada di sini!"

Wulan menunduk dan berkata dengan suara pelan,
"Kalau begitu kita mati bersama saja!"

"Cuma bercanda kok!"

Sambil menggaruk hidungnya yang mancung, wajah Wira menjadi serius ketika berkata,
"Panggilkan Paman Hasan!"

Tidak lama kemudian, Hasan pun tiba. Satu jam kemudian, dia mengambil setumpuk kertas dan 100.000 gabak keluar. Malam yang hening itu pun berlalu. Keesokan sorenya di Desa Tiga Harimau ....

Jamal memegang sebilah kapak di satu tangan dan tangan lainnya meraba janggutnya sambil mengumpat,

"Entah ke mana perginya Bara dan Panca. Sudah dua hari mereka keluar untuk mencari informasi, sampai sekarang belum pulang juga!"

"Setelah tinggal di gunung selama 2 tahun, kedua orang itu pasti sudah mengumpulkan sedikit uang. Jadi, mereka pasti sedang bersenang-senang dengan wanita di rumah bordil selama beberapa hari ini!" kata seorang pemuda botak berwajah licik sambil mendengus.

Di Desa Tiga Harimau, para perampok biasanya tidak diperbolehkan pergi ke kaki gunung sesuka hati, kecuali jika diberikan tugas untuk mengintai. Oleh karena itu, tugas mengintai adalah pekerjaan yang menguntungkan. Setiap perampok yang pergi mengintai akan memanfaatkan kesempatan itu untuk berjalan-jalan ke pasar dan kabupaten dan menghabiskan uang yang telah mereka kumpulkan dengan susah payah.

"Sialan, menunda urusanku saja! Setelah mereka pulang nanti, aku pasti akan menghukum kedua orang dengan keras!"

Jamal menebaskan kapaknya ke tanah sambil berkata dengan kejam,
"Botak, pergi ke Dusun Darmadi untuk mengintai bersama si Sipit. Ingat, periksa situasinya dengan baik dan segera kembali. Jangan pergi ke kabupaten lagi, sialan!"

"Ketua, aku akan menyelesaikan tugas dengan sungguh-sungguh. Aku pasti akan cepat pulang!"

Si Botak menepuk dadanya untuk meyakinkan Jamal, tetapi diam-diam dia memutuskan untuk bersenang-senang di kabupaten selama satu malam!

Keesokan paginya, si Botak dan si Sipit berangkat dari Desa Tiga Harimau. Mereka tiba di Dusun Darmadi pada siang hari. Kedua orang itu berpura-pura sebagai pendatang untuk memasuki dusun tersebut dengan hati-hati. Namun, saat mereka baru berjalan beberapa langkah, terdengar sebuah suara yang akrab,

"Botak, Sipit, apakah Kak Jamal yang mengirim kalian ke sini?"

"Bara, Panca, kenapa kalian berdua jadi begini?"

Si Botak dan si Sipit berbalik menatap kedua orang itu dengan kaget. Mereka hampir saja tidak bisa mengenal kedua orang itu. Bara dan Panca yang dulunya memakai baju rami di gunung seperti mereka, kini malah mengenakan setelan pakaian dari sutra dan sepatu bot dari kulit sapi. Wajah dan tangan mereka bahkan terlihat begitu bersih. Mereka sama sekali terlihat seperti orang yang berbeda. Jika bukan karena suara mereka, Botak dan Sipit sudah pasti tidak bisa mengenali kedua orang itu!

"Kami hanya mengganti baju dan sepatu senilai 5.000 gabak dan mandi dengan sabun senilai 3.000 gabak. Totalnya belum sampai 10.000 gabak. Apanya yang istimewa dengan hal ini?" ujar Bara sambil mendongak dengan bangga, seolah-olah dia adalah orang yang kaya raya.

Si Botak mendengus dengan angkuh dan berkata,
"Belum sampai 10.000 gabak? Selama 2 tahun menjadi perampok gunung, berapa banyak uang yang telah kamu kumpulkan?"

Si Sipit memasang wajah cerdas, lalu bertanya,

"Bara, sebagai sahabat, coba kamu terus terang saja kepada kami. Apa kamu sudah kaya raya?"

"Kaya raya sih nggak, aku cuma punya sedikit uang untuk beli rumah di kabupaten. Harganya juga nggak mahal, cuma 30.000 gabak!"

Bara mengeluarkan sebuah akta rumah dan menunjukkannya dengan wajah bangga.

"Setelah menetap di kabupaten, aku akan menikah dan menjalankan sebuah usaha kecil. Dengan begitu, bisa dibilang aku sudah jadi penduduk kota!"




 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

41-60 Perjalanan dimensi waktu sang genius