#perjalanandimensiwaktusanggenius #191-195
Bab 191
Setelah percakapan itu, Wira dan Dian tidak tahu harus bagaimana melanjutkan percakapan lagi.
Sebenarnya, situasi mereka berdua selama beberapa hari terakhir memang seperti ini.Jika tidak ada yang perlu dibicarakan, mereka hanya akan diam. Bagaimanapun juga, yang satu sudah beristri dan yang satu lagi pernah menikah tiga kali. Apabila bukan karena alasan tertentu, mereka tidak akan menghabiskan waktu berdua.
"Aduh!"
Tiba-tiba, terdengar suara teriakan seseorang dan suara kuda melengking. Kereta kuda pun tiba-tiba berhenti. Sepertinya, ada orang yang terjatuh. Danu berkata,
"Kak Wira, ada orang mabuk yang tiba-tiba muncul, lalu terjatuh di depan kereta kuda."
"Apa mungkin penipu?"
Wira membuka tirai kereta, lalu berjalan turun dari kereta kuda. Dian juga mengikutinya. Seorang pria paruh baya kurus yang seluruh tubuhnya bau alkohol berbaring di depan kereta kuda. Dia memegang sebotol arak, lalu menuangkan isinya ke mulut dengan mabuk.
Wira memapahnya untuk berdiri, lalu bertanya,
"Paman, kamu nggak apa-apa, 'kan?"
"Aku punya masalah besar.Sayangnya, kamu nggak bakal bisa menolongku!"
Pria paruh baya itu mendorong Wira, lalu berjalan dengan terhuyung-huyung dan hampir jatuh.
"Paman, hati-hati." Dian yang sedang berjalan mendekat menarik pria paruh baya itu agar dia tidak terjatuh.
"Nona, kamu cantik sekali. Kalau aku 20 tahun lebih muda, aku pasti akan meminangmu."
Mata pria paruh baya itu pun berbinar. Dia melirik Wira dan berkata,
"Kamu dan kekasihmu sangat serasi. Kalau sudah mau menikah,jangan lupa undang aku ya."
"Kamu...." Dian langsung tersipu, lalu melepaskan pria paruh baya itu dan kembali ke kereta kuda untuk bersembunyi.
Dia mengeluh dalam hati,
'Kenapa orang mabuk itu sembarangan bicara?'
Saat Wira sedang memikirkan cara untuk menenangkan orang mabuk itu, seorang pemuda berlingkar mata hitam tiba-tiba berlari mendekat bersama dengan dua pengawalnya.
Kedua pengawal itu segera memapah si pria paruh baya.
Kemudian, pemuda itu menepuk bahu Wira dengan akrab sambil berkata,
"Sobat, maaf, pamanku sudah merepotkanmu. Kasih tahu saja aku nama dan alamatmu. Nanti, aku akan
mengundangmu ke rumah bordil."
"Uhuk, uhuk!" Wira menatap pemuda berlingkar mata hitam itu sambil terbatuk.
Kemudian, dia berpikir dalam hati,
'Apa kamu serius mengajakku ke rumah bordil di siang bolong?'
Plak!
Pria paruh baya itu berjalan mendekat dan langsung menepuk dahi pemuda berlingkar mata hitam, lalu memaki,
"Dasar bajingan bodoh!Kekasihnya ada di sini, tapi kamu malah mengajaknya ke rumah bordil.Kamu mau tunggu jawaban seperti apa? Kalau posisinya diganti, apa kamu mungkin setuju?"
"Paman, aku salah!"
Pemuda berlingkar mata hitam melarikan diri sambil berteriak,
"Sobat, aku selalu menepati janjiku. Kamu tunggu saja,nanti aku pasti akan mengundangmu ke rumah bordil!"
"Bajingan! Masih berani sembarangan bicara? Errk...." Pria paruh baya itu melemparkan botol araknya ke arah si pemuda dan bersendawa. Kemudian,dia melambaikan tangannya sambil berkata,
"Tuan, Nona, aku rasa kalian sangat serasi.Kalau sudah mau nikah nanti, jangan lupa undang aku ya!"
"Serasi!"
Danu, Ganjar, dan Sony berseru dengan usil.Wira pun memelototi mereka bertiga sebelum naik ke kereta kuda.
Kemudian, dia sangat terkejut saat melihat Dian yang menutupi wajahnya yang sudah semerah tomat dengan kedua tangan.
Wira berkata dengan canggung,
"Paman dan keponakan itu bukan orang waras. Abaikan saja ucapan mereka. Aku nggak pernah pergi ke rumah bordil kok!"
"Emm!" jawab Dian sambil menggigit bibir.
Setelah itu, mereka semua melanjutkan kembali perjalanan pulang ke penginapan. Namun, begitu tiba di depan penginapan, mereka malah dihentikan oleh sekelompok tamu tak diundang.
"Wira, akhirnya kamu kembali juga.Aku sudah menunggu sangat lama!"
Bab 192
Seorang pria paruh baya yang membawa delapan pengawal sedang menunggu di depan penginapan dengan ekspresi garang. Begitu melihat Wira, tatapannya berubah menjadi sangat ganas.
Wira bertanya dengan heran,
"Siapa kamu?"
Dian menjawab,
"Dia itu Johan Silali,putra kedua Keluarga Silali dan juga paman Mahendra."
Begitu mendengar ucapan Dian, Danu dan Ganjar langsung berdiri di kedua sisi Wira untuk melindunginya. Sony diam-diam berjalan mundur ke kereta kuda untuk mengambil Pedang Treksha, lalu memberikannya kepada mereka.
Wira pun tersadar dan bertanya tanpa basa-basi,
"Apa maumu?"
"Kamu sudah menghancurkan semua yang dibangun Keluarga Silali selama tiga generasi, juga menjebloskan kakakku ke penjara dan membunuh Mahendra! Cepat atau lambat, aku pasti akan menghabisimu!" ujar Johan dengan marah.
Dia memelototi Wira sambil mengepalkan tinjunya dengan erat. Dia benar-benar tidak mengerti kenapa kakak dan keponakannya bisa dikalahkan oleh pemuda ini.
Wira bertanya dengan terkejut,
"Mahendra sudah mati?"
Ganjar tanpa sadar langsung menjadi tegang, tetapi berusaha untuk bersikap tenang. Untungnya, semua perhatian orang tertuju pada Wira dan Johan.Jadi,tidak ada orang yang memedulikannya.
"Jangan bersandiwara lagi. Aku tahu kamu yang mengutus tiga orang untuk menyamar jadi Jamal dan membunuh keponakanku!"
Johan berkata dengan marah,
"Selain merusak reputasinya,kamu juga tega membunuhnya. Kamu benar-benar kejam!"
"Tiga orang?" tanya Wira dengan terkejut.
Kemudian, dia berkata dengan dingin,
"Hei, jangan merasa seolah-olah Keluarga Silali itu korbannya! Mahendra sudah berkomplot dengan Budi untuk merebut tanah dan istriku, sedangkan kakakmu berkomplot dengan Eko dan Rangga untuk memfitnah tim penangkap ikanku agar bisa mencelakaiku."
"Setelah aku berhasil menggagalkan rencana mereka,mereka malah berkomplot dengan Desa Tiga Harimau untuk membunuhku. Sayangnya, mereka gagal lagi. Mereka memang pantas berakhir seperti itu! Itu adalah konsekuensi dari perbuatan mereka sendiri!"
Ada sebagian hal yang harus dikatakan dengan jelas. Jika tidak, orang jahat akan dianggap sebagai orang baik.
"Jangan memfitnah! Mentang-mentang punya dukungan patih, kamu berani berkomplot dengan Desa Tiga Harimau untuk memfitnah dan menjebak Keluarga Silali! Cepat atau lambat, kebenaran masalah ini pasti akan terungkap!" ujar Johan.
seolah-olah Keluarga Silali benar-benar dicelakai Wira.
Sebenarnya, Johan tahu jelas mengenai apa yang dilakukan kakak dan keponakannya itu. Namun, dia harus membantahnya. Setelah Iqbal turun pangkat karena Kabupaten Uswal kekurangan garam tahun depan, Keluarga Silali sudah bisa membalikkan situasinya. Pada saat itu, mereka bisa mendapatkan kembali semua milik mereka.Ini juga merupakan alasan utama kedatangannya hari ini.
Wira berkata sambil tersenyum,
"Danu, bawa dia ke pengadilan daerah. Suruh saja hakim daerah selidiki apakah Keluarga Silali memang nggak bersalah!"
Begitu Danu maju, kedelapan pengawal Johan langsung mengadang di hadapan Johan.
Dian buru-buru membujuk,
"Jangan berkelahi dengan mereka. Kita lagi berada di wilayah asing. Akan sangat merepotkan kalau melibatkan orang dari pengadilan daerah."
Wira mengangkat tangannya, lalu Danu pun berhenti.Johan yang berdiri di belakang kedelapan pengawal itu berkata dengan marah,
"Hei, kamu nggak usah sombong. Tak lama lagi, kamu bakal berlutut di hadapanku untuk meminta ampun."
Wira menjawab sambil memicingkan matanya,
"Kayaknya kamu sudah memikirkan dengan baik bagaimana kamu mau membalaskan dendam kakak dan keponakanmu."
Johan berkata sambil tersenyum bengis,
"Kamu kira kamu bisa jadi pedagang garam begitu mendapatkan kupon garam Keluarga Silali? Asal kamu tahu, Keluarga Silali dan Keluarga Yumandi sudah berhubungan baik selama tiga generasi. Keluarga Yumandi sudah bilang mereka nggak akan menjual garam untukmu. Kalau tahun depan Kabupaten Uswal kekurangan garam, Iqbal akan dipecat dan kamu akan dihukum!"
Wira menjawab dengan ekspresi acuh tak acuh,
"Kita lihat saja nanti."
Ekspresi Dian menjadi sangat serius.
Hubungan bisnis Keluarga Silali dan Keluarga Yumandi bukanlah hubungan bisnis biasa. Keluarga Silali juga merupakan budak Keluarga Yumandi.Jika apa yang dikatakan Johan benar, Keluarga Yumandi pasti akan membela Keluarga Silali dan melawan Wira.
Apabila pasokan garam untuk sebuah kabupaten tertunda, itu akan menimbulkan masalah besar yang tidak mampu ditanggung oleh seorang patih. Pada saat itu, Wira juga akan mendapatkan musibah.
Johan mencibir,
"Aku tahu kamu nggak percaya. Lihat saja nanti apa kamu bisa mendapatkan kutipan garam di gudang garam atau nggak.Kamu juga boleh coba beli garam di Tambak Garam Fica dan lihat apa ada orang yang akan menjualnya kepadamu! Nanti, kamu akan sadar kalau Keluarga Yumandi bisa menghabisi seorang anak bau kencur sepertimu dengan gampang!"
Wira mendengus,
"Mereka itu cuma tiran yang menindas rakyat. Hanya pesuruh sepertimu juga yang merasa mereka sangat hebat!"
Setelah melihat reaksi Wira, hati Dian terasa semakin berat.
Bab 193
Keluarga bangsawan tidak seperti keluarga kaya kabupaten.
Dalam keluarga mereka, pasti ada orang yang menjadi pejabat di istana. Bahkan prefektur juga harus menghormati keluarga bangsawan dan tidak berani menyinggung mereka. Dapat dikatakan bahwa orang yang bisa menguasai kota pusat pemerintahan bukanlah orang biasa.
Dian merasa Wira masih muda dan tidak memiliki pengalaman dalam menghadapi keluarga bangsawan sehingga tidak mengetahui seberapa hebatnya mereka.
"Dasar bocah tak tahu diri! Kalau nggak percaya,coba saja.Kamu akan segera tahu kehebatan mereka!" ujar Johan dengan kesal.Kemudian, dia pun pergi.
Tujuannya mengatakan itu semua karena ingin melihat Wira ketakutan, putus asa, dan memohon kepadanya. Alhasil, Wira sama sekali tidak peduli dan bahkan berani memaki Keluarga Yumandi.
Wira benar-benar sangat bernyali.
Johan merasa sangat marah. Namun, dia yakin Wira akan segera tahu kehebatan Keluarga Yumandi begitu dipersulit nanti. Pada saat itu, Wira pasti akan berlutut di depan Kediaman Yumandi atau mungkin berlutut meminta ampun padanya. Jika waktu itu sudah tiba, dia pasti akan balas dendam.
Di depan penginapan.
Danu, Ganjar, Sony, dan Dian berdiri dengan ekspresi khawatir.
"Cuma Keluarga Yumandi saja sudah membuat kalian takut?"
Setelah melihat tampang keempat orang itu,
Wira mendengus,
"Garam itu dibagi oleh gudang garam dan diproduksi dari Tambak Garam Fica. Keluarga Yumandi hanyalah pedagang perantara. Kalau dia nggak mau jual garam untuk kita, kita boleh beli kutipan garam di gudang garam, lalu mencari pemilik lahan garam lain di Tambak Garam Fica untuk membeli garam."
"Biarpun prosesnya akan sedikit lebih repot, kita tetap bisa mencari cara untuk melakukannya. Ini bukanlah masalah besar!"
Sebagai pemimpin kelompok ini, Wira tidak boleh menunjukkan ketakutannya meskipun menghadapi kesulitan yang sangat besar. Jika tidak, semangat orang lain akan terpengaruh.
"Benar, ini bukanlah masalah besar!"
Danu, Ganjar, dan Sony mengangguk, lalu menghapus rasa putus asa mereka. Dalam satu bulan ini, mereka sudah menghadapi berbagai macam masalah bersama Wira, dan berhasil menyelesaikan banyak hal yang terasa sangat tidak mungkin diselesaikan di bawah arahan Wira. Hal itu sudah membuat mereka sepenuhnya percaya pada Wira.
Di sisi lain, Dian memaksakan seulas senyum sambil mengangguk. Dia tahu Wira berbicara seperti itu untuk menyemangati orang lainnya. Sebenarnya, Wira juga tidak memiliki kepercayaan diri.
Setelah kembali ke penginapan, Wira menyuruh Ganjar memanggil Gandi. Begitu mereka berdua masuk ke kamar
Wira, Wira pun menutup pintu kamar. Kedua bersaudara itu melirik Wira sambil menggenggam ujung baju mereka dengan erat. Saat ini, mereka terlihat bagaikan anak yang sudah melakukan kesalahan. Mereka tahu kenapa Wira ingin berbicara dengan mereka.
"Nggak usah gugup!"
Melihat kedua bersaudara yang gelisah itu, Wira bertanya dengan perasaan yang rumit,
"Kalian tahu apa yang mau kutanyakan, 'kan?"
Duk! Duk!
Kedua bersaudara itu langsung berlutut di lantai dan mengangguk sambil menangis. Sebenarnya,mereka sudah mempersiapkan diri untuk menerima hukuman apa pun setelah membunuh Mahendra.
"Buat apa kalian nangis? Aku bukan pejabat kok!"
Wira menepuk pelan bahu kedua orang itu, lalu bertanya dengan suara rendah,
"Coba katakan bagaimana kalian melakukannya.Ada yang menyadarinya? Apa kalian meninggalkan jejak?"
Kedua orang itu pun menceritakan seluruh kejadiannya.Dari cerita mereka,Wira merasa mereka seharusnya tidak meninggalkan jejak apa pun.
Ganjar berkata sambil terisak,
"Tuan,Mahendra sudah terlalu jahat. Selain ingin merebut istrimu, mereka juga berkomplot dengan Desa Tiga Harimau untuk membunuhmu.Kamu sudah menolong kami. Jadi, Kak Gavin bilang kami nggak boleh membiarkan orang mencelakaimu!"
Gandi menyeka air matanya dan menambahkan,
"Kami takut Mahendra akan lanjut mencelakai Tuan.Jadi, kami pun menyingkirkannya. Kalau ada pejabat yang datang untuk menangkap orang, kami bertiga akan menanggung akibatnya.Kami nggak akan melibatkan Tuan!"
"Kalian sudah membantuku menyingkirkan bencana tanpa memedulikan risikonya, mana mungkin aku menyalahkan kalian."
Bab 194
Wira memapah Gandi dan Ganjar untuk berdiri, lalu berkata,
"Apa kalian pernah berpikir kalau benar- benar terjadi sesuatu pada kalian, bagaimana dengan ibu, istri, dan anak kalian? Aku memang bisa menghidupi mereka, tapi uang hanya bisa memenuhi kebutuhan dasar mereka,nggak bisa menggantikan posisi maupun tanggung jawab kalian sebagai anak, suami, dan ayah."
"Tuan, kami tahu kami salah," jawab Gandi dan Ganjar sambil menangis terharu.
Pada saat-saat seperti ini, Wira masih memperhatikan mereka. Dia benar-benar adalah orang yang sangat baik hati. Meskipun harus dipenggal karena membunuh Mahendra, mereka merasa semuanya sudah sepadan.
Wira berkata dengan cemberut,
"Apa kesalahan kalian? Bukannya hari itu.kalian pergi mencari dokter untuk mengobati ibu kalian? Kalian hanya tersesat dan akhirnya nggak bertemu dengan dokternya."
"Eh... emm!"
Kedua bersaudara itu mengangguk dengan terkejut.
Wira memperingati mereka dengan serius,
"Ingat, bahkan kalau Tuhan yang bertanya, kalian juga harus menjawab seperti itu!"
"Kami mengerti!"
Kedua bersaudara itu menjawab sambil mengangguk.
'Tuhan, maaf. Tuan Wira sudah berkata seperti itu.Kami nggak akan mengaku tentang masalah ini sampai mati!' ucap kedua bersaudara itu dalam hati.
Wira menatap kedua orang itu dengan puas, lalu berkata lagi,
"Kelak, kalian boleh berjaga malam di kamarku secara bergiliran seperti Danu dan Doddy."
"Terima kasih, Tuan."
Kedua orang itu sangat gembira. Selama ini, hanya Danu dan Doddy yang diizinkan untuk berjaga malam di kamar Wira. Hal itu menunjukkan kepercayaan penuh Wira kepada mereka. Sekarang, mereka juga sudah mendapatkan kepercayaan penuh dari Wira.Setelah kedua bersaudara itu pergi,Wira pun tenggelam dalam pikirannya.Dia sudah tidak mungkin bisa mendapatkan garam dari jalur Keluarga Yumandi. Jadi, dia harus pergi mengunjungi Tambak Garam Fica dan gudang garam. Masalah di Tambak Garam Fica tidak sulit ditangani karena orang-orang di sana sudah berpengalaman menghadapi rakyat jelata.
Namun,berurusan dengan para pejabat tidaklah mudah. Jika warga biasa sepertinya pergi ke gudang garam,pasti tidak akan ada yang memedulikannya. Keluarga Yumandi bisa memonopoli kutipan garam pasti karena memiliki hubungan yang dekat dengan pejabat dari gudang garam.
Sekarang, Wira hanya bisa menjalin hubungan baik dengan orang yang lebih hebat lagi,lalu meminjam kekuatannya untuk bertarung dengan Keluarga Yumandi.
Namun, bahkan pejabat tinggi di Kota Pusat Pemerintahan Jagabu juga harus menghormati Keluarga Yumandi.Siapa yang mungkin bisa mengintimidasi mereka?Tepat pada saat Wira sedang merenung,
Dian tiba-tiba masuk dan berkata dengan gembira,
"Tuan, ada orang dari Keluarga Gumilar yang mengantarkan undangan. Katanya,Pak Putro mengundangmu pergi ke Kediaman Gumilar besok."
"Keluarga Gumilar?"
Wira melambaikan tangannya dengan tidak bersemangat. Semua keluarga bangsawan sama saja, Wira tidak ingin bergaul terlalu banyak dengan mereka.
Saat melihat ekspresi Wira, Dian bertanya dengan heran,
"Tuan, Tuan Putro mengundangmu ke Kediaman Gumilar. Kenapa kamu nggak senang?"
Wira bertanya dengan heran,
"Apa dia sangat hebat?"
"Bukan hanya hebat!"
Dian menjawab dengan bersemangat,
"Pak Putro sudah mulai belajar dari usia 3 tahun dan melewati ujian kerajaan di usia 15 tahun. Pada umur 18 tahun, dia berhasil menjadi sarjana tingkat tertinggi dan merupakan cendekiawan yang paling dihormati di Kota Pusat Pemerintahan Jagabu!"
Wira mengangguk dengan terkejut dan berkata,
"Dari segi akademik, dia memang sangat hebat."
Dalam sejarah Atrana kuno, tercatat 707 orang berhasil mencapai sarjana tingkat tertinggi. Namun, tidak ada seorang pun yang meninggalkan jejak signifikan atau memberikan kontribusi substansial dalam sejarah.Jadi, Wira sama sekali tidak tertarik pada seorang sarjana tingkat tertinggi.
"Pak Putro bukan hanya hebat dalam segi akademik, dia juga merupakan seorang pejabat yang luar biasa."
Dian berkata dengan antusias,
"Pada umur 21 tahun, dia sudah mulai bekerja sebagai pejabat. Dia pernah menjadi patih, prefektur, gubernur, dan wakil menteri.Dalam waktu 10 tahun, dia sudah naik pangkat menjadi pejabat tingkat ketiga. Waktu itu, dia baru berumur 31 tahun dan merupakan pejabat tingkat ketiga yang paling muda!"
"Kalau begitu, apa dia punya dukungan yang kuat?"
Bab 195
Tanpa dukungan yang kuat, orang yang bisa menjadi pejabat tingkat ketiga dalam kurun waktu 10 tahun pasti bukanlah orang biasa.
"Bisa dibilang ada sih!"
Dia Menjawab sambil tersenyum,
"Ketika raja sebelumnya mau melakukan reformasi, Pak Putro sangat berani bertindak. Ke mana pun dia pergi, dia akan membantai keluarga kaya,keluarga bangsawan, dan keluarga terhormat. Dia memiliki banyak musuh di istana dan selalu dikritik.Berkat perlindungan raja sebelumnya,dia baru bisa keluar dari situasi itu dengan selamat."
Wira berdecak kagum,
"Dia memang hebat!"
Istana adalah tempat yang paling berbahaya. Orang biasa tidak mungkin bisa selamat setelah membantai semua orang dari tingkatan rendah sampai tinggi.
Dian berkata lagi,
"Setelah mengundurkan diri dari jabatannya,Pak Putro pun mulai mengajar. Setiap ada ujian, setidaknya ada tiga muridnya yang mendapatkan peringkat tertinggi. Semua pelajar yang datang ke Kota Pusat Pemerintahan Jagabu sangat ingin mengunjungi Pak Putro dan mendapatkan kisi-kisi ujian darinya."
Wira berkata dengan heran,
"Sepertinya kamu sangat mengerti tentang Pak Putro."
Dian menjawab dengan sedih,
"Dia itu panutan ayahku. Saat aku masih kecil,Ayah sering bercerita tentangnya.Harapan terbesar ayahku ketika masih hidup adalah bertemu dengan Pak Putro.Tapi, dia nggak punya kesempatan itu."
Wira bertanya dengan heran,
"Memangnya Pak Putro begitu sulit ditemui?"
"Emm, bisa dibilang gampang-gampang sulit."
Dian melanjutkan dengan penuh duka,
"Baik itu pejabat tinggi ataupun rakyat jelata, semuanya bisa menemui Pak Putro. Setiap bulan,dia akan mengadakan satu kali pertemuan dan memberikan tiga pertanyaan. Orang yang menjawab pertanyaan itu dengan benar boleh menemuinya.
Kalau jawabannya salah, orang itu nggak akan bisa menemuinya meskipun merupakan seorang pejabat tinggi."
"Tapi, pertanyaan yang diajukannya terlalu sulit.Bahkan ada banyak sarjana provinsi dan sarjana kerajaan yang nggak bisa menjawabnya. Ayahku pernah datang kemari untuk menjawab tiga pertanyaannya, tapi nggak satu pun jawabannya benar. Hal ini pun menjadi penyesalan terbesarnya dalam hidup."
Saat melihat Dian yang sedih, Wira menghiburnya,
"Kalau begitu, apa kamu mau menggantikan ayahmu memenuhi impiannya itu?"
"A... aku boleh bertemu dengan Pak Putro?"
Dian merasa sangat gembira,tetapi juga merasa rendah diri. Dia berkata,
"Tapi, aku cuma seorang wanita. Lagian, yang diundang Pak Putro itu kamu."
"Memangnya kenapa kalau wanita? Wanita juga bisa melakukan pekerjaan laki-laki kok!"
Wira melanjutkan,
"Ada satu orang bijaksana yang pernah bilang,seorang wanita bisa melakukan apa saja. Buktinya, kamu bisa menangani Keluarga Wibowo dengan baik dan kemampuanmu juga nggak kalah dari pria. Ada lagi, Pak Putro nggak melarang wanita untuk menjawab pertanyaannya, 'kan?"
"Wanita bisa melakukan apa saja."
Dian langsung menatap Wira dengan terkejut dan berkata,
"Tuan, kamu benar-benar berbeda dengan orang biasa. Kamu sama sekali nggak merendahkan wanita."
Wira bertanya dengan heran,
"Kenapa aku harus merendahkan wanita?"
Wanita di era ini sama sekali tidak pantas direndahkan. Mereka memiliki budi pekerti yang baik, mengerti cara bersyukur dan merasa puas, juga bersikap sangat baik terhadap pria.Reaksi Wira membuat hati Dian terasa hangat.
Dia menunduk, lalu berkata dengan suara rendah, "Paman-pamanku bilang aku akan membawa bencana bagi Keluarga Wibowo kalau aku yang memegang kendali atas keluarga."
Wira mendengus,
"Itu karena mereka mau menghancurkan mentalmu dan merebut harta Keluarga Wibowo darimu. Jangan biarkan mereka membuatmu tertekan."
Setelah mendengar ucapan Wira, Dian merasa agak lega, seolah-olah beban di hatinya sudah sirna. Dia pun berkata,
"Terima kasih atas nasihatnya, Tuan."
Keesokan harinya, Danu, Wira, dan Dian pergi ke Kediaman Gumilar. Danu memakai pakaian pengawal, sedangkan Wira berpenampilan layaknya seorang pelajar. Di sisi lain,Dian tidak berani berpenampilan seperti biasa.Dia mengenakan pakaian yang membuatnya terlihat lebih mirip pelayan laki-laki yang masih muda, lalu mengikuti Wira dengan hati-hati.
Kediaman Gumilar sangat besar.
Ada Tiga pintu masuk dan tiga pintu keluar,paviliun, dan sungai buatan. Namun,ubin di dalam rumah sudah rusak dan tanaman di halaman juga tidak terawat sehingga memberikan kesan agak bobrok.
Komentar
Posting Komentar