#perjalanandimensiwaktusanggenius#196-200

 





Bab 196



Para pengawal dan pelayan rumah ini tidak banyak.

Semuanya juga berpenampilan sederhana. Di sebuah paviliun di rumah tengah, sebuah tikar dibentangkan di atas lantai. Di atasnya, ada sebuah meja kecil.Seorang pria paruh baya beruban yang tampak gagah sedang duduk di atas lantai sambil menguap dan meregangkan badannya.

Di hadapannya, ada seorang pemuda yang terlihat konservatif sedang berlutut di atas tikar dan menyuguhkan teh untuk pria paruh baya itu.


Pemuda kolot itu berkata dengan cemberut,

"Guru, aku sudah bekerja di Kota Pusat Pemerintahan Jagabu selama dua tahun, tapi ini adalah pertama kalinya Guru mengundangku ke rumah. Apa Guru punya perintah?"

Putro menjulingkan matanya dan menjawab,


"Farhan, kamu itu wakil prefektur di kota pusat pemerintahan ini.Kenapa malah cemberut seperti anak kecil!"


Farhan mendengus ringan,

"Soalnya Guru membuatku kesal. Aku sudah menjabat di tempat ini selama dua tahun,tapi Guru nggak pernah menemuiku. Aku tahu Guru sangat rendah hati, tapi ini sudah keterlaluan.Orang luar yang nggak tahu pasti mengira Guru sudah mengusirku"


"Aduh!"

Putro menepuk belakang kepala Farhan, lalu memaki,


"Panjang sekali repetanmu! Aku menyuruhmu kemari karena mau kamu menjaga seseorang.Kelak, dia akan berbisnis di Kota Pusat Pemerintahan Jagabu."


"Menjaga seorang pedagang?"


Farhan berkata dengan terkejut,

"Guru, aku nggak salah dengar? Kamu bahkan nggak menyuruhku menjaga anggota Keluarga Gumilar, tapi kamu malah mau aku menjaga seorang pedagang?Lagian, bukannya biasa kamu sangat merendahkan para pedagang karena merasa mereka hanya mementingkan keuntungan dan juga nggak bermoral?Kamu bilang kalau pedagang menguasai dunia, dunia ini akan kacau."


"Dia memang berbisnis, tapi dia bukan pedagang.Meskipun dia itu pedagang, dia juga berbeda dari pedagang biasa. Ini surat dari Iqbal,temanku dari ibu kota."


Putro menyerahkan tiga surat kepada muridnya, lalu bertanya,

"Apa kamu rasa dia mirip seorang pedagang?"


"Seorang pelajar memimpin sekelompok penduduk desa .....

Menuntut kepala desa, menangkap pencuri, menghukum tiran yang menindas nelayan, menundukkan pengacau, menjatuhkan patroli dan kepala patroli, membasmi bandit menggunakan strategi, menaklukkan keluarga kaya kabupaten."


"Sebelum menginjakkan kaki ke pengadilan daerah.... Mencetuskan kebijakan membongkar dinding pasar untuk dijadikan pasar malam,kebijakan pemerataan pembagian tanah dan pemungutan pajak yang seimbang.... Kebijakannya membuat seluruh istana heboh dan mengakibatkan perselisihan kedua faksi penasihat,bahkan membuat Raja kewalahan," ujar Farhan dengan sepenggal-sepenggal.


Setelah selesai membaca ketiga surat itu,

Farhan pun terkejut. Setelah sesaat, dia baru berkata,

"Guru,orang ini benar-benar merepotkan,bahkan lebih merepotkan darimu dulu...."


"Aduh!"

Putro memukul Farhan lagi, lalu berkata dengan marah,


"Apanya yang merepotkan! Kami ini orang-orang yang melakukan tindakan nyata! Coba lihat saja, apa orang seperti kalian yang menaati peraturan dan hanya tahu melindungi diri bisa membuat negara ini damai? Yang ada malah semuanya hanya makan gaji buta dan melakukan korupsi sehingga negara kita menjadi seperti ini."


"Sekarang, jelas-jelas ada kebijakan menguntungkan seperti meratakan pembagian tanah dan pemungutan pajak yang seimbang, tapi kedua penasihat masih sibuk dengan omong kosong mereka.Di sisi lain, Raja hanya menginginkan stabilitas, bukannya memanfaatkan kesempatan terakhir ini untuk membalikkan situasi negara. Mereka pasti akan menyesalinya kelak!"


"Guru, jangan sembarangan bicara!"


Ekspresi Farhan langsung berubah drastis.Dia melirik ke sekeliling dan baru merasa lega setelah menyadari tidak ada orang lainnya.Kemudian,dia mengubah topik pembicaraan dengan bertanya,


"Guru mau aku menjaganya?"


Putro menjawab dengan acuh tak acuh,

"Nggak usah berlebihan juga,yang penting jangan biarkan dia dipersulit dalam masalah hukum.Asalkan tindakannya masih berada dalam batasan hukum, dengan kemampuannya yang mampu menerapkan pemerataan pembagian tanah di Kabupaten Uswal,sekelompok pecundang di kota ini nggak mungkin bisa mengalahkannya."


Farhan pun tersenyum masam.

Hanya gurunya yang merasa para keluarga bangsawan di kota ini seperti pecundang. Dia berkata,


"Di mana dia sekarang? Kenapa Guru nggak memperkenalkannya kepadaku?"


Putro menguap, lalu berkata,

"Aku sudah mengirim undangan kepadanya semalam. Sekarang, dia seharusnya sedang menunggu di luar."


Farhan pun bertanya dengan heran,

"Guru, aku nggak ngerti. Kamu menyuruhku menjaganya, itu berarti kamu sangat menghargainya. Tapi,kenapa kamu malah membiarkannya menunggu di luar? Seingatku, kamu nggak pernah bersikap sombong terhadap seseorang yang kamu hargai."


Putro mendengus,

"Aku memang menyukainya, tapi aku mau balas dendam atas beberapa hal!"


Farhan bertanya dengan bingung,

"Kalian punya dendam apa?"


Putro menjawab dengan marah,

"Si Iqbal memperlakukanku seperti teman, tapi malah memanggil orang itu dengan sebutan Tuan. Bukannya itu berarti tingkatanku lebih rendah darinya?Jadi, dia juga harus menjawab pertanyaanku. Kalau dia nggak bisa jawab, aku akan menyuruhnya memanggilku Tuan.Dengan begitu, aku akan lebih tinggi dua tingkat dari si Iqbal! Hehe!"


Farhan pun tidak bisa berkata-kata.

Gurunya memang memiliki prestasi akademik yang tinggi,tetapi terkadang sangat kekanak-kanakan.Dia pun tidak bisa menahan diri dan berkata,


"Guru, kalau kamu lebih tinggi dua tingkat dari Tuan Iqbal,

bukannya itu artinya kamu juga lebih tinggi dua tingkat dari dirimu sendiri dan harus memanggil dirimu ....."


"Aduh!"


Plok!

Putro memukul Farhan lagi, lalu berkata dengan marah,

"Kalau yang mau kamu ucapkan cuma itu, diam saja! Fabrian, si bajingan itu pasti pergi ke rumah bordil lagi. Kamu gantikan dulu aku menguji orang-orang. Aku sudah memikirkan pertanyaannya. Nggak peduli orang itu bisa menjawab atau nggak, kamu harus membiarkannya masuk. Tapi,orang lain yang nggak bisa jawab pertanyaanku nggak boleh masuk!"





Bab 197



Farhan bertanya dengan tidak berdaya,

"Guru, apa kamu mau aku berbuat curang?"


Putro mengangkat tangannya lagi dan menepuk kepala Farhan. Kemudian, Farhan yang merupakan wakil prefektur di Kota Pusat Pemerintahan Jagabu itu pun melarikan diri dengan ketakutan. Ada banyak orang yang berkerumun di luar gerbang Kediaman Gumilar. Orang-orang itu terdiri dari pelajar, rakyat jelata, dan bahkan preman yang terlihat sangar. Intinya, orang yang berkumpul sangat beragam dan dari segala usia.


"Entah pertanyaan seperti apa yang akan dikeluarkan Pak Putro kali ini. Bulan lalu, aku ingat Pak Putro memberikan pertanyaan seperti siapa kamu, dari mana kamu datang, dan ke mana kamu mau pergi. Tapi nggak seorang pun yang menjawabnya dengan benar."


"Ada juga pertanyaan dari dua bulan yang lalu tentang apakah sifat dasar manusia sebenarnya baik atau jahat. Dengar-dengar, seorang penjual daging menjawabnya dengan benar dan diundang masuk Pak Putro. Dia bilang Pak Putro mentraktirnya minum arak, juga memberinya 10 batang uang perak sebelum dia pulang.Pak Putro juga bilang dia sudah banyak belajar dari orang itu."


"Tiga tahun yang lalu, seorang pekerja dari industri kebersihan juga berhasil menjawab sebuah pertanyaan, lalu Pak Putro mentraktirnya makan dan memberinya 10 batang uang perak. Orang itu nggak berhenti membual karena pernah makan bersama dengan seorang sarjana tingkat tertinggi selama tiga tahun."


"Pak Putro sangat baik. Dia nggak pernah merendahkan orang yang statusnya rendah seperti kita!"


"Entah pertanyaan seperti apa yang akan dikeluarkan Pak Putro hari ini. Kita bisa menjawabnya dengan benar nggak ya? Aku benar-benar berharap bisa menjawab pertanyaannya dengan benar, lalu bertemu dengan sarjana tingkat tertinggi di kota kita ini. Aku nggak peduli meski nggak dapat 10 batang uang perak itu."


Kerumunan tidak berhenti berdiskusi.

Para pelajar pun menjadi cemberut dan memandang para rakyat jelata itu dengan tatapan merendahkan.

Mereka tidak mengerti manfaat seperti apa yang bisa diberikan para rakyat jelata ini kepada Putro.


"Pak Putro benar-benar menarik!"


Saat melihat beragam orang yang berkumpul, Wira pun bergumam sambil merenung.Dian menjawab sambil tersenyum,


"Pak Putro sama uniknya seperti Tuan!"


Wira bercanda,

"Jangan terlalu memujiku. Gimana kalau aku gagal,apa kamu bisa bertanggung jawab atas kehidupanku selanjutnya?"


"Tuan, kamu ...."


Dian yang tidak pernah mendengar candaan seperti itu langsung tersipu dan tidak bisa berkata-kata.

Wira pun bertanya dengan heran,

"Kenapa kamu begitu malu?"

"A... aku ...." Dian tidak bisa menjawab.


Wira jelas-jelas sedang menggodanya.

Tiba-tiba, terdengar suara seseorang yang kesal,


"Nona Dian malu karena digoda oleh seorang pria beristri yang nggak tahu malu!"


"Siapa yang nggak tahu malu? Aku hanya bercanda. Apa hubungannya dengan.... Eh?"

Wira langsung terkejut begitu berbalik.

Harsa sedang menatap Wira dengan marah, seolah-olah sudah berhasil menemukan bukti perselingkuhan Wira.









Bab 198


Wira buru-buru menjelaskan,

"Kak Harsa jangan salah paham. Nona Dian ditangkap oleh Merika di Yispohan.Waktu melewati tempat itu, aku menyelamatkannya dan sekalian mengantarnya ke kota pusat pemerintahan."


Harsa mencibir,

"Kamu kira aku bodoh? Di Yispohan, ada 500-600 bandit.

Kalau dia benar-benar ditangkap mereka, mana mungkin kamu bisa menyelamatkannya?"


Dian pun terdiam. Jika bukan karena mengalaminya sendiri, tidak akan ada orang yang percaya.Wira memang hanya membawa sebelas orang, tetapi Wira bukan hanya menyelamatkannya,juga menangkap Merika dan memeras 300 juta gabak dari bandit-bandit itu.Wira menjawab dengan acuh tak acuh,


"Kalau kamu nggak percaya, nggak ada gunanya juga aku menjelaskan."


"Bagus! Bagus!"


Harsa berkata dengan marah,

"Kalau sudah kembali ke Kabupaten Uswal, aku pasti bakal kasih tahu Wulan apa yang kamu lakukan di sini! Lihat saja apa dia masih akan begitu setia padamu!"


Wira membentak,

"Jangan coba-coba merusak hubungan kami!"

"Aku...."


Baru saja Harsa ingin berbicara, seorang pria paruh baya berjalan mendekat dan bertanya,

"Harsa, siapa mereka?"


"Orang asing."


Kemudian, Harsa pun berjalan pergi dengan acuh tak acuh, seolah-olah takut orang lain mengetahui hubungannya dengan Wira.


"Hehe." Wira menggeleng sambil tertawa.


Kakaknya Wulan itu masih belum mengakuinya sebagai menantu Keluarga Linardi. Dian menghibur,

"Tuan, kamu punya kemampuan yang hebat. Cepat atau lambat, Keluarga Linardi pasti akan mengakuimu."


Wira menggeleng,

"Sebenarnya, aku nggak peduli Keluarga Linardi mengakuiku atau nggak. Aku hanya nggak mau Wulan merasa serba salah.

Bagaimanapun juga, orang-orang itu keluarganya."


Dian merasa sangat iri karena Wira begitu memperhatikan Wulan.Wulan benar-benar sangat bahagia dan beruntung.

Tiba-tiba, gerbang Kediaman Gumilar dibuka, lalu seorang pemuda yang terlihat konservatif berjalan keluar.

"Anggota Keluarga Gumilar sudah keluar!"


"Dia bukan anggota Keluarga Gumilar. Kayaknya, dia itu wakil prefektur! Eh, benar!"


"Wakil Prefektur hanya satu tingkatan di bawah Prefektur, 'kan? Kenapa dia bisa datang ke Kediaman Gumilar untuk menyambut tamu?"


"Pak Farhan itu murid Pak Putro. Dia berhasil melewati ujian kerajaan berkat bimbingan Pak Putro!"


"Kenapa sebelumnya nggak pernah lihat Keluarga Gumilar berhubungan dengan Pak Farhan?"

"Kamu bukannya nggak tahu, Pak Putro itu nggak pernah mau bertemu dengan para pejabat."


Ada banyak pelajar yang langsung menyerbu maju. Di sisi lain, rakyat jelata yang sudah mengetahui identitas Farhan langsung terkejut dan mundur. Bagi rakyat jelata, para pejabat sangat mengerikan dan lebih baik dihindari.


Wira bertanya dengan heran,

"Memangnya wakil prefektur itu jabatan yang sangat tinggi?"


Wira tidak terlalu mengerti mengenai tingkatan jabatan para pejabat. Wawasan pemilik tubuh sebelumnya juga sangat terbatas dan dia hanya mengetahui tingkatan jabatan di kabupaten.


Dian menjawab,

"Wakil prefektur itu pejabat tingkat kelima dan merupakan bawahan prefektur.Dia mengendalikan industri garam dan bahan pangan,penangkapan bandit,pertahanan sungai,proyek irigasi, pemeliharaan air, pembaruan daftar militer, serta menangani banyak masalah rakyat lainnya. Kota Pemerintahan Pusat Jagabu punya tambak garam dan gudang garam yang terpisah. Kalau nggak, dengan mengenal Pak Farhan, kita pasti bisa membeli kutipan garam."


Wira langsung berkata dengan semangat,

"Ayo kita juga maju!"


Bagaimanapun juga, orang itu termasuk atasan dari gudang garam.Asalkan bisa menjalin hubungan baik dengannya dan mendapatkan bantuannya, masalah mendapatkan garam akan menjadi lebih mudah ditangani.

Dian yang mengerti maksud Wira pun buru-buru mengikutinya. Meskipun rakyat jelata sudah mundur, pelajar yang datang sangat banyak berhubung ada acara Kompetisi Puisi Naga.Lebih dari 100 sarjana provinsi berkumpul di paling depan. Sementara itu, Wira, Danu, dan Dian berbaris di belakang. Namun, mereka tidak panik dan menunggu dengan sabar karena memiliki undangan.Para sarjana provinsi juga menunggu dengan sabar. Mereka menatap Farhan dan menunggunya memberikan pertanyaan hari ini.


Farhan berkata dengan sopan,

"Semuanya, maaf sudah membuat kalian menunggu lama!"


Kemudian, tiga pengawal Keluarga Gumilar berjalan maju dan membentangkan tiga lembar kertas besar yang berisi tiga pertanyaan dari Putro.

[ Para pelajar tidak berguna karena tidak memiliki bakat lain selain belajar. ]


[Dunia ini adalah pemikiranku dan pemikiranku adalah dunia ini.]


[ Bagaimana orang bodoh bisa menjadi orang bijak? ]

Begitu membaca pertanyaan-pertanyaan itu, sekelompok pelajar pun berpikir dengan serius.









Bab 199


Rakyat jelata yang sebelumnya masih tinggal karena penasaran pada pertanyaannya pun pergi dengan bingung.

Tidak ada seorang pun yang berniat untuk menebak-nebak jawabannya lagi. Bagaimanapun juga,mereka bahkan tidak mengerti pertanyaannya.


"Sebenarnya apa yang mau diuji Pak Putro dengan mengeluarkan tiga pertanyaan ini?"gumam Dian sambil mengerutkan kening.


Berhubung mendapat pengaruh ayahnya, dia sudah membaca banyak buku sejak kecil. Namun, dia juga tidak mengerti setelah membaca tiga pertanyaan itu.Di sisi lain, para sarjana provinsi juga mengerutkan kening dan sepertinya sama sekali tidak memiliki petunjuk.Bahkan Harsa juga terlihat bingung.


"Eh?"

Begitu membaca pertanyaan itu, mata Wira langsung berbinar.


Dian bertanya dengan heran,

"Tuan,apa kamu mengerti apa maksud ketiga pertanyaan ini?"


Wira tersenyum dan berkata,

"Sini kubisikkan padamu!"


Dian pun mendekat. Saat merasakan hawa panas dari bisikan Wira di lehernya, dia langsung merasa malu dan bertanya dengan terbata-bata,

"A... apa jawabannya memang itu?"


Dian memang kagum pada keberanian dan kemampuan membuat strategi Wira. Namun, dia agak meragukan pengetahuan Wira. Bagaimanapun juga, Wira bahkan belum menjadi sarjana kabupaten.


"Aku juga nggak tahu. Kita coba saja dulu.Kalau nggak bisa, kita tinggal keluarkan undangannya!"


Wira juga tidak yakin. Dia itu lulusan teknik mesin dan material, bukan budaya tradisional. Namun, dia pernah mengikuti beberapa kelas filsafat dan mengingat banyak istilah khusus. Jadi,dia merasa tidak asing terhadap tiga pertanyaan itu.


"Boleh juga!"


Dian sama sekali tidak berharap banyak.

Sebab, ada begitu banyak sarjana provinsi yang juga tidak mengetahui jawabannya. Wira berjalan ke arah Kediaman Gumilar, lalu berkata,

"Pak Farhan,aku sudah tahu jawabannya."


Semua perhatian orang pun tertuju padanya.

"Siapa dia? Kenapa dia bisa menjawab secepat itu?"


"Dia terlihat asing. Kayaknya aku nggak pernah melihatnya di kalangan sarjana provinsi."


"Dia itu seorang pelajar dari kabupaten kami, dia bahkan belum lulus ujian kabupaten!"

"Cuma seorang pelajar saja berani datang untuk menjawab pertanyaan Pak Putro. Bernyali sekali dia!"


"Haih, orang muda zaman sekarang memang berani berbuat apa pun demi terkenal!"

Begitu mendengar Wira hanyalah seorang pelajar yang belum lulus ujian kabupaten, sekelompok sarjana provinsi itu pun menggeleng dan mengabaikannya.  Tingkatan di antara pelajar, sarjana kabupaten, dan sarjana provinsi sangat besar.


"Kamu mau apa?"


Saat melihat Wira yang melewatinya, Harsa menegur,

"Memangnya aku nggak tahu seberapa tinggi pengetahuanmu.  Jangan memaksakan diri lagi. Kalau nggak,kamu bakal malu!"


"Biarpun aku malu,apa hubungannya dengan Keluarga Linardi?" balas Wira tanpa sungkan saat mendengar nada bicara Harsa terhadapnya.


Wira berpikir,

'Demi Wulan, aku sudah mengalah padamu berkali-kali, tapi kamu malah makin menjadi-jadi.'


"Kamu!" Harsa tidak bisa berkata-kata.


Memang benar, Keluarga Linardi tidak pernah mengakui Wira sebagai menantu mereka. Bahkan setelah Wira mencetuskan kebijakan perobohan dinding pasar dan pemerataan pembagian tanah,dia juga tetap merasa "adik ipar" ini hanya memiliki sedikit ide, tetapi tidak memiliki pengetahuan yang sebenarnya. Bagaimanapun juga, Wira masih belum lulus ujian kabupaten.


"Silakan!" Farhan tidak merendahkan Wira hanya karena dia masih belum lulus ujian kabupaten. 


Dia mempersilakan Wira masuk dengan hormat.Di sana, ada sebuah meja yang di atasnya terletak kuas dan kertas. Wira mengambil kuas itu dan mulai menulis beberapa kalimat.


Harsa menggeleng sambil berkata,

"Jawabannya pendek sekali. Kalau dia bahkan nggak bisa meyakinkan Pak Farhan, mana mungkin Pak Putro akan menanggapinya!"










Bab 200




Para pelajar lain juga memandang Wira dengan tatapan merendahkan. Mereka tidak percaya Wira bisa menjawab pertanyaan Pak Putro dengan benar.  Sebab,para sarjana provinsi seperti mereka juga masih tidak mengetahui jawabannya. Namun, apa yang terjadi selanjutnya membuat mereka tercengang.


"Ini!"


Saat membaca jawaban Wira, mata Farhan langsung berbinar. Sebelum tulisan itu kering, dia langsung mengambil kertas itu dan berlari ke dalam Kediaman Gumilar sambil berteriak,


"Guru! Guru! Sudah ada orang yang menjawab dengan benar!"

"Eh?"

Semua orang langsung menatap Wira dengan terkejut. Jawaban apa sebenarnya yang ditulis Wira hingga bisa membuat Farhan, seorang sarjana kerajaan dan juga pejabat tingkat kelima begitu bersemangat?Perlu diketahui bahwa orang yang memiliki kekuasaan kedua tertinggi di Kota Pusat Pemerintahan Jagabu itu adalah orang yang sangat berpendidikan dan berwawasan luas.Dian bertanya dengan tidak percaya,


"Apa jawaban Tuan benar?"

"Mana mungkin salah!"


Danu yang dari tadi bersikap tenang berkata,

"Bahkan Pak Iqbal juga kagum sama pengetahuan Kak Wira. Wajar saja dia bisa menjawab pertanyaan Pak Putro."


Dian pun terkekeh. Bagi penduduk Dusun Darmadi, tidak ada hal yang tidak bisa dilakukan Wira di dunia ini.


"Guru,sudah ada yang menjawab dengan benar!" teriak Farhan sambil melambaikan kertas jawaban Wira.


Saat ini,dia terlihat bagaikan anak berumur tiga tahun. Jawaban Wira yang singkat itu sudah mengutarakan inti pengetahuan Putro selama ini dan bahkan lebih.

Setelah membacanya,Putro pasti juga akan mengakuinya.


"Farhan, memangnya kenapa kalau ada jawaban yang benar? Itu hanya pertanyaan biasa kok. Kamu itu sarjana kerajaan dan juga wakil prefektur. Kenapa bersikap begitu heboh? Apa kamu sudah lupa apa yang kuajarkan padamu? Seorang pelajar itu harus selalu bersikap tenang agar bisa sukses dalam pembelajarannya. Cepat tenangkan dirimu!"


Saat melihat muridnya yang begitu heboh, Putro pun menegurnya, lalu menerima kertas jawaban itu dengan santai.Selama bertahun-tahun, Putro sudah memberikan begitu banyak pertanyaan seputar pengetahuannya. Namun,masih tidak ada seorang pun yang berhasil menjawabnya dengan baik.Jawaban yang didapatkannya hanya menyentuh permukaan, tetapi masih belum sepenuhnya sesuai dengan yang diinginkannya.


Farhan menjelaskan dengan serius,

"Guru, jawabannya sangat spesial!"

"Seberapa spesial? Aku sudah mulai belajar dari usia tiga tahun.  Sekarang,aku sudah berusia 45 tahun. Pengetahuan apa yang nggak kuketahui? Tenang sedikit!"


Namun,begitu Putro selesai membaca jawaban itu, dia langsung berdiri dan berlari ke luar hingga lupa mengenakan sepatu.Farhan pun terkejut. Dia mengambil sepatu Putro, lalu mengejarnya sambil berteriak,


"Guru,kamu belum pakai sepatu!"

"Itu nggak penting!"


Putro berlari dengan telanjang kaki sambil menjawab,

"Siapa yang menulis jawaban ini? Cepat tahan dia! Jangan sampai dia kabur!"


"Guru!"


Farhan sudah menyusul Putro.Dia pun tidak bisa menahan tawa dan berkata,

"Bukannya kamu bilang jadi orang harus tenang?Kenapa kamu begitu berse.... Aduh!"


"Dasar murid durhaka! Beraninya kamu menertawakan gurumu!"

Putro memukul Farhan lagi, lalu mempercepat langkahnya ke gerbang pintu.Di depan gerbang Kediaman Gumilar.Sejak Farhan berlari masuk membawa lembar jawaban itu, semua sarjana provinsi pun berdiri menunggu di depan pintu sambil menatap Wira yang berada di dalam. Mereka tidak berhenti menebak apa yang sudah Wira tulis sehingga membuat Farhan begitu bersemangat.


"Biarpun jawaban yang ditulisnya disetujui Pak Farhan, belum tentu Pak putro berpikiran sama!  Dia hanya seseorang yang masih belum lulus ujian kabupaten, seberapa dalam

pengetahuannya? Dia pasti cuma beruntung!"


Sejak dulu, para sarjana selalu merendahkan satu sama lain. Berhubung Wira sudah mengungguli mereka, sarjana-sarjana provinsi itu pun mulai meragukan dan merendahkan Wira.


"Benar, aku tahu seberapa tinggi pendidikannya. Jawabannya nggak mungkin menarik perhatian Pak Putro!" gumam Harsa sambil mengepalkan tangannya.


Dia sudah pernah menguji kemampuan Wira dan tahu bahwa pengetahuan "adik iparnya" itu sangat terbatas. Meskipun Wira sudah memiliki perubahan,jawabannya pasti tidak akan diakui oleh orang sehebat Putro.Namun, apa yang terjadi selanjutnya sangat mengejutkan.

Putro menerjang keluar dengan telanjang kaki, lalu menarik Wira untuk masuk ke rumah sambil berteriak,


"Ce ... cepat tutup pintunya!Jangan biarkan Tuan ini kabur.Persilakan orang lainnya pulang. Hari ini, Keluarga Gumilar hanya akan melayani Tuan ini."












 



Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

71-80 #perjalanandimensiwaktusanggenius

41-60 Perjalanan dimensi waktu sang genius